Senin, 05 Juli 2010

DI SEBUAH HALTE


Hujan tiba – tiba saja mengguyur senja yang masih cerah di kota yang terkenal sangat padat penduduknya itu. Keramaian di jalanan menjadi terhenti, semua orang berlari – lari mencari tempat berteduh. Yang baru turun dari bus kota pun berhamburan mencari tempat berlindung, pengendara motor pun mulai memadati bahu sebelah kiri jalan untuk berhenti dan mencari tempat untuk berteduh, alhasil jalanan sore ini menjadi macet dalam sekejap saja. Klakson mobil dan bus kota sangat berisik sekali mewarnai suasana kota yang diguyur hujan, dipayungi dengan awan gelap yang tersenyum bahagia di langit sana.

“ Ciiittttttt……Brakkkk…!!”

Sebuah sepeda motor tersungkur cepat di depan sana tanpa ampun, sebuah mobil sedan keluaran terbaru telah berhasil meredam kecepatan pengendaranya di perempatan yang terbilang cukup rawan kecelakaan itu. Pemandangan sore itu sangatlah mengharukan, dimana pengendara motor dan penumpangnya harus mengalami cidera yang tidak ringan, dan untungnya saja pengemudi mobil sedan itu masih memiliki belas kasihan dan rasa tanggung jawab, membawa kedua korban segera ke Rumah sakit. Jalanan menjadi tambah macet dan sudah pasti peristiwa itu menjadi tontonan banyak orang yang sore ini sedang berteduh.

“ Buruan donk Fur…cari tempat neduh, udah basah nih…!”

“ Iya..iya..ini juga mau cari tempat. Heran dech cewek bawel amat.”

“ Apa tadi loe bilang ? cowok juga ribet. Huhhh…basah banget nih baju gue. Ngebut keq biar cepat !”

“ Udahlah…cengeng banget dech loe...”

“ Alhamdulillah…akhirnya, kita bisa sampai juga.”

“ Belum sampailah di tempat tujuan, ini khan baru setengah perjalanan, gimana sih loe..? jadi tulalit ya gara – gara hujan…?”

“ iyya…! sumpah, gue mati gaya Fur kalo kena hujan. Bawaannya ribet.”

“ Ya udahlah sana…mojok noh di tiang halte, jangan dekat – dekat cowok, tar digodain…gue yang ribet.”

“ Jiahhh…siapa yang mau godain gue..? yang ada juga godain loe kali tuch…!”

“ Yee…emang gue cowok apaan..? loe khan cewek, gimana sih ? cewek aneh loe.”

Furqon segera memarkir sepeda motornya dengan cekatan di pinggir halte. Eka segera mencari tempat yang aman di pojok halte. Sementara angin terus bertiup kencang dan hujan pun belum mau menghentikan siramannya yang benar – benar lebat.

“ Dingin banget Fur.., kaos, celana jeans gue basah, tas gue juga, hikss…,” Eka berdiri di samping Furqon.

“ Cuekin lah Ka…berdoa aja, hujan segera reda, kita lanjut lagi.”
Furqon menyalakan sebatang rokok dengan korek api gasnya di depan wajah Eka.

“ Yee..mau bakar muka gue ya. Iseng banget loe.”

“ Biar muka loe anget…dan loe gak bawel, hahahha….,”

Eka cuma cemberut. Semua orang yang ada di halte itu tak ada satupun yang memperhatikan tingkah mereka berdua. Semua asyik dengan kesibukan masing – masing, ada yang makan, merenung, membaca koran dan berbicara. Bahkan ada juga yang bernyanyi, iya…pengamen ibukota yang ikutan berteduh juga.

“ Gue pengen pipis dech Fur…!”

“ Astagfirullah…, ribet banget bawa cewek kayak loe, Ka.”

“ Ehhh…gak jadi dech.., gitu aja bete.”

“ Bukan bete, gue bingung mau ke toilet mana. Jangan sensi gitu lah.”

“ Makin gede hujannya Fur.” Eka menyeka wajahnya yang basah oleh cipratan air hujan dari atas halte. Bocor ternyata atap halte.

“ Iyya..kenapa lagi ? loe laper ? noh beli bakpau…somay keq.”

“ Ogah ahhh…sambil berdiri gitu makannya?” tapi iyya juga nih, gue laper.”

“ Hiyy…gak ada indah – indahnya loe, Ka, makan sambil berdiri.”

Eka terdiam. Matanya menjelajah kesana kemari, entah apa yang dicarinya. Lalu Eka mengeluarkan air mineral dari dalam tas ranselnya. Diteguknya, tanpa menawarkan Furqon.

Furqon cuma melirik saja. Eka tersenyum kecil. Puas sepertinya meledek Furqon.

“ Loe bawa minum cuma satu ?” tanya Furqon.

“ Iyya, kenapa ? beli aja sana kalau haus. Ogah ya minum sebotol berdua sama loe.”

“ Yee…siapa juga yang mau minta air loe, gue beli ntar. Loe masih dingin, Ka ?”

“ Masih. Kenapa ?”

“ Gak apa – apa. Sini deketan berdirinya. Tar loe disenggol orang, ngambek lagi.”

“ Basi loe. Bilang aja pengen deket gue. Eh..kita kesana yukk..yang agak enggak banyak kena cipratan air hujan. Gue udah menggigil kedinginan nih.” Eka menarik kaos Furqon yang udah basah, begitupun sweater Furqon.

“ Hahahay..baju satu, basah di badan nih…,” teriak Eka.

“ Jiahh…kayak loe gak aja. Mau kemana sih kita pindah – pindah ? udahlah disini aja. Gue nyaman disini.” sahut Furqon.

“ Kesitu aja…lihat tuch…bocor atapnya. Tambah basah Fur, kasian dikit keq sama gue…,” Eka merajuk. Furqon akhirnya mengalah. Beranjak dari tempatnya berdiri, melangkah menuju ke tengah – tengah kerumunan orang. Saking semangatnya, Furqon berjalan menyenggol bahu seorang laki – laki muda seumuran dengannya. Upss…..!! gawat, bisa panjang urusan nih…, gumam Furqon.

Lho koq…?? Laki – laki muda itu hanya diam saja. Tak ada respon apa – apa ke Furqon. Furqon bingung. Begitupun Eka.

“ Maaf ya Bang…tak sengaja saya.” ucap Furqon kepada laki – laki muda yang berperawakan tinggi besar itu.

Laki – laki itu hanya diam saja memandangi wajah Furqon. Kosong tatapannya. Seperti sedang melamun.

“ Fur…koq dia gak marah ya ? terus kenapa juga dia gak sahutin loe ya ?”

“ Gak tau deh Ka. Aneh memang. Gue ngomong, tapi gak bereaksi. Mungkin dia udah maafin gue kali.”

“ Ka…lihat tuh..siapa yang datang.” Furqon menunjuk ke arah pinggir halte. Tempat Furqon memarkir sepeda motornya.

“ Aris…??? Ngapain dia disini ?” Eka terperanjat.

Furqon menjauh dari samping Eka. Membuat jarak.

“ Norak loe, tetap disini aja. Dekat gue. Gak ada yang perlu dibahas sama dia soal keberadaan kita disini.” Eka memberi ultimatum.

“ Gak enak rasanya. Nanti salah paham dia. Bisa fitnah gue, Ka.”

“ Apa yang dia lihat sore ini gak sebanding dengan apa yang telah dia perbuat sama gue, Fur.”

Ais berjalan menuju halte, tanpa memperhatikan keberadaan Eka dan Furqon di tempat itu. Memilih tempat di sudut halte. Lalu mengeluarkan ponsel dari saku celananya.

“ Gue tunggu di halte yang gue sms ke loe. Pesanan loe udah siap. Gue gak mau menunggu lama.” Aris berbicara singkat, entah dengan siapa.

Eka dan Furqon hanya mengawasi gerak- gerik Aris.

“ Tumben…air mata loe gak tumpah lihat wajah dia ? di kampus nyebut nama dia aja, air mata luber terus. Hehhehe…., “ Furqon meledek Eka.

“ Udah kering sekarang, mata airnya.” sahut Eka.

Hanya 5 menit Aris menunggu. Seorang laki – laki berumur kurang lebih 35 tahunan menghampirinya. Seperti turun dari langit. Tidak diketahui dari mana datangnya. Mereka bersalaman, dan laki – laki berkulit gelap itu menyerahkan sebuah kantong plastik hitam dan Ais memberikan sebuah kantong plastik berwarna hitam pula. Mereka bersalaman kembali. Lalu tanpa banyak bicara mereka berdua pergi meninggalkan halte ke arah yang berlawanan.

Eka hanya memperhatikan kepergian Ais yang samar – samar menghilang dari pandangannya. Furqon menatap lekat wajah gadis manis di sampingnya.

“ Paham loe profesi baru dia sekarang ?” tanya Furqon.

“ Sangat. Keputusan gue benar mengakhiri hubungan dengan dia. Dugaan gue yang salah.” Jawab Eka.

“ Gak salahlah Ka. Loe menduga dia mendua dengan cewek lain khan..? padahal dia mendua dengan psikotropika. Sama saja khan topiknya tetap mendua. Sama – sama nelangsa hati loe. Maaf…bila gue keterlaluan memvonis.”

“ Enggak sama sekali. Makasih pernah menyuruh gue berfikir rasional kala itu.”

“ Yupz…tetap Furqon sebagai teman yang independen donk….”

“ Beuhhh…gaya loe tuh ya…!” Eka tersenyum simpul.

Hujan telah mengguyur selama hampir 1 jam lamanya. Suasana menjadi tambah dingin. Angin bertiup kencang, dan langitpun menjadi tambah gelap. Awet banget hujan malam ini. Tak ada satu orang pun yang beranjak meninggalkan halte itu. Mereka masih setia menunggu hujan reda, walaupun kaki mereka pegal dan pakaian mereka telah basah diterpa air hujan.

Seorang gadis manis berambut panjang di pojok sana tiba – tiba menangis terisak – isak sambil memegangi ponsel di telinganya.

“ Aku gak bisa seperti ini terus - menerus, maafkan aku…aku harus memilih jalan ini. Aku udah bulat tekad. Iyya…aku pasti baik – baik saja. Aku yang membuat pilihan untuk diriku sendiri. Karena aku ingin yang terbaik buat hidupku. Lupakan aku…aku masih punya banyak waktu untuk memulai hidupku yang baru. Iyya…aku pasti bisa tanpa kamu. Aku akan belajar bisa. Maafkan aku…pergi dengan cara seperti ini. Aku mencintai laki – laki lain yang seusia denganku.”

Furqon dan Eka sekali lagi melihat kejadian yang sangat mencengangkan matanya. Gadis manis itu baru saja dikenal Furqon…mahasiswi Tehnik Sipil semester 4 dikampusnya. Furqon mengenalnya pun tanpa sengaja karena gadis itu satu kelas dengan sobat baiknya.

“ Fur…sana samperin tuh Diana….dia mungkin butuh tempat buat menyelesaikan masalahnya !”

“ Biar aja dia menyelesaikan masalahnya sendiri. Gue gak mau ikut campur. Biar belajar dewasa dia.” Furqon mengeluarkan bungkus rokok dari dalam saku celananya. Dinyalakan sebatang. Lalu dihisap dan dikepulkan asapnya perlahan.

“ Grogi loe lihat dia..? udahlah Fur..dari tadi koq merokok terus, berhenti dulu keq.” Eka mengingatkan Furqon.

“ Pulang Yukk…!” Eka mencubit lengan Furqon. Furqon hanya melirik sesaat.

“ Masih hujan Eka…nanti loe sakit dan pastinya kita berdua basah kuyup.”

“ Emang udah basah khan Fur…pulang yukk…? kita gak usah jenguk Fitria deh, next time aja. Gue udah pegel Fur…berdiri disini.”

Tiba – tiba saja sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam metalik berhenti didepan halte itu. Dari dalam mobil keluar seorang laki – laki gagah, eksekutif muda, penampilannya sangat rapi dan tubuhnya pun harum semerbak. Laki – laki itu menghampiri gadis manis bernama Riana yang masih terisak – isak di sudut halte.

“ Ayoo…ikut aku. Gak usah macam – macam, kembali ke Apartemen kamu. Tak ada yang perlu di ubah. Kamu tetap bersamaku. Ini Kota besar. Jangan sampai kamu membuat keputusan yang salah.” Laki – laki itu lebih pantas dipanggil Ayah atau Om oleh Riana. Tapi, sepertinya laki – laki itu bukanlah Ayah atau Om untuk Riana. Dari cara laki – laki itu berbicara dan bersikap pada Riana, orang lain bisa mendapatkan jawabannya. Semua orang yang ada di halte itu hanya menonton saja. Tanpa banyak kata.

“ Fur…kenapa diam aja ? gak mau nolongin Diana ?” Eka mengguncangkan tubuh Furqon.

“ Bukan tidak mau menolong dia…dia yang telah membuatkan masalah untuk hidupnya sendiri, biarlah dia selesaikan sendiri. Kecuali dia datang ke gue untuk meminta pertolongan. Itupun cuma sumbang saran. Mengerti khan ?.”

Furqon membuang rokoknya ke bawah. Diinjaknya dengan kakinya untuk mematikan api rokok itu.

“ Permintaan loe gue kabulkan…ayooo kita pulang, gue anter loe sampe rumah. Tapi, gue gak bisa mampir ya, langsung cabut lagi. Udah ngantuk berat nih.”

“ Wahh..makasih banget Fur…kebetulan hujan udah mulai reda.” Eka mengikuti langkah Furqon dari belakang. Furqon menyalakan starter motornya dan Eka naik ke atas motor Furqon.

“ Pegangan donk Ka. Tar jatuh gue gak tanggung ya.” Furqon menggoda Eka.

“ Halah…tadi juga gak pegangan koq. Kenapa sekarang harus pegangan sama loe ?” Eka mencubit bahu Furqon. Lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Furqon.

“ Yuhuyy….asyik juga negosiasi dengan Eka. Mantab deh malam ini.” Furqon tersenyum – senyum kegirangan.

***************

“ Alhamdulillah…akhirnya kamu siuman juga sayang.” Ibunda Eka mencium pipi Eka lembut.

Eka membuka kedua matanya perlahan. Lalu melihat sekeliling. Ada yang dicarinya.

“ Cari Furqon ya…?” tanya Ibunda Eka.

Eka mengangguk.

“ Furqon gak apa – apa sayang, hanya luka di kaki dan tangannya saja sedikit. Furqon juga sama seperti kamu, koma selama 1 jam lebih. 10 menit lalu Furqon udah siuman.

“ Eka kenapa disini, Bunda ?” tanya Eka bingung.

“ Kamu boncengan motor sama Furqon dari kampus, mau jenguk Fitria ke Rumah Sakit ini. Eh…diperempatan dekat Halte busway, Furqon menabrak mobil sedan mewah milik seorang pengusaha yang memang membawa kendaraan dengan kecepatan yang tinggi. Pengusaha itu membawa kalian berdua ke sini.

“ Sekarang bapak itu mana, Bunda ?” tanya Eka sambil meringis menahan sakit.

“ Katanya ada urusan sebentar, mau jemput putrinya yang kabur dari Apartemen, dan sekarang ada di halte tempat kalian kecelakaan. Sebentar lagi dia pasti kesini untuk memastikan keadaan kalian baik – baik saja. Memangnya kamu kenal dengan Bapak itu ?” Bunda mengusap kening Eka.

“ Owhhh…tidak Bunda. Tidak kenal.” Eka tersenyum kecil.

Ibunda Eka menjadi bingung melihat sikap putrinya yang baru saja siuman dari koma, tadi pun saat Furqon siuman, menanyakan Eka dan bapak pengusaha itu. Setelah diberi tahu, Furqon pun tersenyum kecil tidak beda dengan Eka.


****** TAMAT ******


Tangerang, 5 Juli 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Fans