Rabu, 14 Juli 2010

KETIKA CINTA TAK LAGI PUTIH ( Part 1 )

“ Andai saja kisah di masa depan telah diketahui di masa kini, maka penyesalan takkan datang untuk menjerat hati“

“ Dinda…entah kenapa beberapa hari ini aku tak bisa tidur…tersiksa sekali diriku.”
Asril mengutarakan isi hatinya pada seorang gadis cantik yang selama ini dikejarnya.

“ Kenapa tersiksa, Bang…apakah diriku telah mengganggu hidup abang…?”
Dinda memainkan ujung jilbabnya. Sementara Asril terus memperhatikan gadis cantik di hadapannya yang duduk di atas sepeda motor sport kesayangannya.

“ Lihatlah wajahku De…tak ada sedikit rindukah di hatimu ketika aku menghilang dari hidupmu dulu…?” Asril memegang kedua tangan Dinda. Dinda menepisnya halus.

“ Tak enaklah bang…dilihat orang. Sebenarnya abang nih hendak bicara apa sih dengan aku…? Aku harus pergi ke kampus bang. Aku bukanlah orang berada macam abang, aku cuma orang biasa…kalau aku tak hadir ke kelas hari ini, aku telah mengecewakan kedua orang tuaku, bang. Abang cobalah mengerti keadaanku…sejenak.” sahut Dinda.

Asril menghela nafas, menariknya dalam dan membuangnya secepat ia menariknya.

“ Kenapa bang..? ada yang mengusik pikiran abang dengan ucapanku tadi ? maaflah bang…tak bermaksud lisanku melukai perasaan abang. “

“ Aku benar – benar membutuhkanmu De.., tak mengertikah kamu..?” Asril menatap kedua mata Dinda tajam. Dinda merasa risih sekali. Dibuangnya pandangan matanya sejauh – jauhnya, hingga tak bertemu pandangan dengan Asril.

“ Aku mengerti maksud abang…,tapi maaf abang…sekali lagi, aku telah menganggap abang sebagai kakakku sendiri. Sebagai saudaraku sendiri.” Dinda segera turun dari sepeda motor sport Asril. Ditepuknya bahu Asril lembut.

“ Abang…aku tahu apa yang sedang berkecamuk di pikiran dan hati abang tuh, bila tiba saatnya nanti dan Tuhan mempertemukan hati kita, Insya Allah bang…,” ucap Dinda penuh kelembutan.

“ Tapi…De, aku tak bisa melihatmu berdekatan dengan lelaki lain, sekalipun lelaki itu tidak tampan. Hatiku tak bisa di dustai, aku benar – benar menyayangimu…De.” Asril menahan kepergian Dinda. Dipegangnya lengan Dinda. Sekali lagi dinda melepaskan cengkeraman tangan Asril dengan kelembutan.

“ Pikirkanlah De…sekali lagi. Aku tak akan mengecewakanmu…please Dinda.”

“ Abang hanya suka padaku, bukan sayang. Buktikan saja padaku bila benar adanya hati abang padaku seperti itu…dengan perbuatan, bukan sekedar lisan saja. Itulah Lelaki sejati, Bang Asril…., Assalamu’alaikum Bang…!.”

Dinda pergi meninggalkan Asril yang masih tak percaya dengan ucapan yang telah dilontarkan Dinda barusan. Alangkah kejamnya dunia padanya, sehingga seorang gadis cantik menolak cintanya mentah – mentah, sedangkan gadis – gadis cantik lain di kotanya berebutan untuk memikat hatinya, ucap lirih hati Asril.

**********

“ Mengapa kamu bohongi hati kamu sendiri, Dinda…?” Putri mematikan tombol PC di rumah Dinda.

“ Aku tak membohongi diriku sendiri, Put..hanya ragu saja dengan semua ucapan bang Asril. Tidakkah kamu paham tentang perbuatan dia padaku beberapa bulan silam ? ketika aku dekat dengan Syam. Lalu tiba – tiba dia datang dan mendekati aku. Syam mengetahuinya, lalu pergi menjauhiku. Syam tak mau bersaing dengan Asril, bisa kalah total kata Syam. Dan aku dekat dengan bang Asril, tapi…bang Asril bersikap acuh tak acuh, kadang perhatian, kadang pula tak perduli. Hatiku di ombang ambingkan perasaan sukanya. Bang Asril mempermainkan hatiku…karena dia beranggapan aku juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Dan ketika, aku merasa yakin dengan semua ucapannya yang manis itu…dia tiba – tiba saja pergi dari hidupku. Entah kemana. Syam pun tak sudi lagi dekat denganku.” Dinda membuka jilbab birunya. Tampaklah wajahnya yang cantik, putih dan bercahaya. Rambutnya yang panjang dan hitam, dibiarkan terurai indah.

“ Ya…benar memang, tapi tak adakah kesempatan kedua kali untuk Asril agar bisa membuktikan perasaan sayangnya padamu, Dinda ?.” Putri mengambil jilbabnya yang diletakkan di atas tempat tidur.

“ Heyy…hendak kemana kamu, baru jam 8 malam koq. Tidak berjamaah dulu disini…?” tegur Dinda dengan seluruh wajah yang telah basah dengan basuhan air wudhu.

“ Iyya…tapi kamu yang menjadi imamnya yach…?” sahut Putri sambil beranjak ke arah kamar mandi yang kebetulan berada di dalam kamar Dinda, untuk mengambil air wudhu.

“ Bolehlah…setelah berjamaah, aku jawab pertanyaanmu itu.” Dinda tersenyum manis.

Merekapun menunaikan Sholat Isya berjamaah dengan khusyu.

“ Jawab dong pertanyaanku, Dinda. Tak sabar rasanya menanti jawabanmu.” Putri duduk di pinggir tempat tidur.

“ Putri oh Putri…mirip sekali kamu dengan Asril…sangat tak sabar, hehehhe….,” Putri mencubit lengan sahabatnya berkali – kali. Dinda mengaduh. Dipukulkan wajah Putri dengan bantal kesayangannya. Putri pun tertawa geli. Mereka akhirnya terbaring di tempat tidur, saling berhadapan wajah.

“ Nginap disini sajalah Put…lagi pula kan besok hari minggu, kita bisa bicara banyak.” bujuk Dinda.

“ Bicara banyak tentang Asril maksud kamu, Dinda…? Atau mau bicara tentang abangku saja…? Putra.” goda Putri.

“ Hehehe…memangnya kenapa dengan Putra…? Ada – ada saja kamu. Dia udah aku anggap sebagai abangku sendiri. Tak lebih, Put.” Dinda mengacak – acak rambut Putri.

“ Huft…Putra pasti kecewa bila mendengar ucapanmu tadi. Abangku telah jatuh hati padamu, Dinda. Sudah lama sekali. Kamu saja yang tak pernah memperdulikan perhatiannya selama ini. Mata hati kamu sudah terfokus dengan kehadiran Asril khan…?” Putri merapikan rambutnya yang pendek. Wajahnya yang bulat dan dengan kedua bola mata yang bulat pula menatap wajah Dinda lekat.

“ Hmm..tak benar juga koq, Put. Aku tahu koq abangmu menaruh hati padaku. Tapi, aku tak tahu kenapa aku tak bisa memiliki hati yang sama dengan Putra.” Jawab Dinda. Matanya menerawang ke langit – langit.

“ Hanya ada Asril sajakah di hatimu sampai detik ini…?. Hmm…aku menduga kamu pasti jatuh cinta lagi pada pesona cowok itu, bukankah begitu sahabatku…?” Putri menarik selimut dan menutupi tubuhnya dengan selimut tebal berwarna merah muda sama seperti warna spreinya. Dinda ikutan menarik selimut, meminta bagian dari Putri.

“ Tidak juga...! aku mau konsultasi dahulu pada Pencipta-Ku dalam memutuskan masalah ini, Put.. Dialah Yang Maha Mengetahui segalanya yang terjadi dan yang akan terjadi di masa depanku nanti. Aku tak mau membuat pilihan yang salah untuk hidupku, meskipun itu hanya sekedar dekat kembali dengan Asril. Aku wajib mempertanyakan keragu – raguanku tentang Asril pada Penguasa Langit dan Bumi ini. Itu lebih baik untukku dari pada tidak melakukannya sama sekali. Karena, kita memang bisa belajar dari kesalahan masa lalu, tapi alangkah baiknya bila kita tidak melakukan kesalahan.” urai Dinda.

“ Wahh…wahh…! tidak mengira dech aku punya sahabat yang baru semester 1 tapi udah sebijak ini. Salut…salut !” giliran Putri sekarang yang mengacak – acak rambut Dinda.

Dinda membalasnya dengan mengusap – usap wajah Putri dan menggelitiki pinggang Putri. Putri tertawa – tawa kegelian.

“ Tidur yukk...jam 2 pagi nanti aku harus bangun, konsultasi sama Allah SWT, pilih Asril atau Putra.” ajak Dinda.

“ Aku temani yach…Sholat Istikharohnya. Aku bantu kamu juga, semoga kamu dapat pilihan yang terbaik. Bila keduanya bukan pilihan terbaik..khan itu adalah jawaban Allah.”

“ Alhamdulillah…kamu memang sahabat yang baik.” Dinda tersenyum manis pada Putri.

“ Met bobo…Dinda.”

“ Met bobo…Putri, jangan lupa baca doa sebelum tidur. Semoga Syaithon tidak mengganggumu dan malaikat menjagamu sampai kamu terbangun dari tidur.”

“ Amiennnn…..,” Putri memejamkan kedua matanya, begitu pula dengan Dinda.


Bersambung yach fren………!!


Jakarta, 11 Juli 2010

“ Based on True Story From My Best Friend “

Senin, 05 Juli 2010

DI SEBUAH HALTE


Hujan tiba – tiba saja mengguyur senja yang masih cerah di kota yang terkenal sangat padat penduduknya itu. Keramaian di jalanan menjadi terhenti, semua orang berlari – lari mencari tempat berteduh. Yang baru turun dari bus kota pun berhamburan mencari tempat berlindung, pengendara motor pun mulai memadati bahu sebelah kiri jalan untuk berhenti dan mencari tempat untuk berteduh, alhasil jalanan sore ini menjadi macet dalam sekejap saja. Klakson mobil dan bus kota sangat berisik sekali mewarnai suasana kota yang diguyur hujan, dipayungi dengan awan gelap yang tersenyum bahagia di langit sana.

“ Ciiittttttt……Brakkkk…!!”

Sebuah sepeda motor tersungkur cepat di depan sana tanpa ampun, sebuah mobil sedan keluaran terbaru telah berhasil meredam kecepatan pengendaranya di perempatan yang terbilang cukup rawan kecelakaan itu. Pemandangan sore itu sangatlah mengharukan, dimana pengendara motor dan penumpangnya harus mengalami cidera yang tidak ringan, dan untungnya saja pengemudi mobil sedan itu masih memiliki belas kasihan dan rasa tanggung jawab, membawa kedua korban segera ke Rumah sakit. Jalanan menjadi tambah macet dan sudah pasti peristiwa itu menjadi tontonan banyak orang yang sore ini sedang berteduh.

“ Buruan donk Fur…cari tempat neduh, udah basah nih…!”

“ Iya..iya..ini juga mau cari tempat. Heran dech cewek bawel amat.”

“ Apa tadi loe bilang ? cowok juga ribet. Huhhh…basah banget nih baju gue. Ngebut keq biar cepat !”

“ Udahlah…cengeng banget dech loe...”

“ Alhamdulillah…akhirnya, kita bisa sampai juga.”

“ Belum sampailah di tempat tujuan, ini khan baru setengah perjalanan, gimana sih loe..? jadi tulalit ya gara – gara hujan…?”

“ iyya…! sumpah, gue mati gaya Fur kalo kena hujan. Bawaannya ribet.”

“ Ya udahlah sana…mojok noh di tiang halte, jangan dekat – dekat cowok, tar digodain…gue yang ribet.”

“ Jiahhh…siapa yang mau godain gue..? yang ada juga godain loe kali tuch…!”

“ Yee…emang gue cowok apaan..? loe khan cewek, gimana sih ? cewek aneh loe.”

Furqon segera memarkir sepeda motornya dengan cekatan di pinggir halte. Eka segera mencari tempat yang aman di pojok halte. Sementara angin terus bertiup kencang dan hujan pun belum mau menghentikan siramannya yang benar – benar lebat.

“ Dingin banget Fur.., kaos, celana jeans gue basah, tas gue juga, hikss…,” Eka berdiri di samping Furqon.

“ Cuekin lah Ka…berdoa aja, hujan segera reda, kita lanjut lagi.”
Furqon menyalakan sebatang rokok dengan korek api gasnya di depan wajah Eka.

“ Yee..mau bakar muka gue ya. Iseng banget loe.”

“ Biar muka loe anget…dan loe gak bawel, hahahha….,”

Eka cuma cemberut. Semua orang yang ada di halte itu tak ada satupun yang memperhatikan tingkah mereka berdua. Semua asyik dengan kesibukan masing – masing, ada yang makan, merenung, membaca koran dan berbicara. Bahkan ada juga yang bernyanyi, iya…pengamen ibukota yang ikutan berteduh juga.

“ Gue pengen pipis dech Fur…!”

“ Astagfirullah…, ribet banget bawa cewek kayak loe, Ka.”

“ Ehhh…gak jadi dech.., gitu aja bete.”

“ Bukan bete, gue bingung mau ke toilet mana. Jangan sensi gitu lah.”

“ Makin gede hujannya Fur.” Eka menyeka wajahnya yang basah oleh cipratan air hujan dari atas halte. Bocor ternyata atap halte.

“ Iyya..kenapa lagi ? loe laper ? noh beli bakpau…somay keq.”

“ Ogah ahhh…sambil berdiri gitu makannya?” tapi iyya juga nih, gue laper.”

“ Hiyy…gak ada indah – indahnya loe, Ka, makan sambil berdiri.”

Eka terdiam. Matanya menjelajah kesana kemari, entah apa yang dicarinya. Lalu Eka mengeluarkan air mineral dari dalam tas ranselnya. Diteguknya, tanpa menawarkan Furqon.

Furqon cuma melirik saja. Eka tersenyum kecil. Puas sepertinya meledek Furqon.

“ Loe bawa minum cuma satu ?” tanya Furqon.

“ Iyya, kenapa ? beli aja sana kalau haus. Ogah ya minum sebotol berdua sama loe.”

“ Yee…siapa juga yang mau minta air loe, gue beli ntar. Loe masih dingin, Ka ?”

“ Masih. Kenapa ?”

“ Gak apa – apa. Sini deketan berdirinya. Tar loe disenggol orang, ngambek lagi.”

“ Basi loe. Bilang aja pengen deket gue. Eh..kita kesana yukk..yang agak enggak banyak kena cipratan air hujan. Gue udah menggigil kedinginan nih.” Eka menarik kaos Furqon yang udah basah, begitupun sweater Furqon.

“ Hahahay..baju satu, basah di badan nih…,” teriak Eka.

“ Jiahh…kayak loe gak aja. Mau kemana sih kita pindah – pindah ? udahlah disini aja. Gue nyaman disini.” sahut Furqon.

“ Kesitu aja…lihat tuch…bocor atapnya. Tambah basah Fur, kasian dikit keq sama gue…,” Eka merajuk. Furqon akhirnya mengalah. Beranjak dari tempatnya berdiri, melangkah menuju ke tengah – tengah kerumunan orang. Saking semangatnya, Furqon berjalan menyenggol bahu seorang laki – laki muda seumuran dengannya. Upss…..!! gawat, bisa panjang urusan nih…, gumam Furqon.

Lho koq…?? Laki – laki muda itu hanya diam saja. Tak ada respon apa – apa ke Furqon. Furqon bingung. Begitupun Eka.

“ Maaf ya Bang…tak sengaja saya.” ucap Furqon kepada laki – laki muda yang berperawakan tinggi besar itu.

Laki – laki itu hanya diam saja memandangi wajah Furqon. Kosong tatapannya. Seperti sedang melamun.

“ Fur…koq dia gak marah ya ? terus kenapa juga dia gak sahutin loe ya ?”

“ Gak tau deh Ka. Aneh memang. Gue ngomong, tapi gak bereaksi. Mungkin dia udah maafin gue kali.”

“ Ka…lihat tuh..siapa yang datang.” Furqon menunjuk ke arah pinggir halte. Tempat Furqon memarkir sepeda motornya.

“ Aris…??? Ngapain dia disini ?” Eka terperanjat.

Furqon menjauh dari samping Eka. Membuat jarak.

“ Norak loe, tetap disini aja. Dekat gue. Gak ada yang perlu dibahas sama dia soal keberadaan kita disini.” Eka memberi ultimatum.

“ Gak enak rasanya. Nanti salah paham dia. Bisa fitnah gue, Ka.”

“ Apa yang dia lihat sore ini gak sebanding dengan apa yang telah dia perbuat sama gue, Fur.”

Ais berjalan menuju halte, tanpa memperhatikan keberadaan Eka dan Furqon di tempat itu. Memilih tempat di sudut halte. Lalu mengeluarkan ponsel dari saku celananya.

“ Gue tunggu di halte yang gue sms ke loe. Pesanan loe udah siap. Gue gak mau menunggu lama.” Aris berbicara singkat, entah dengan siapa.

Eka dan Furqon hanya mengawasi gerak- gerik Aris.

“ Tumben…air mata loe gak tumpah lihat wajah dia ? di kampus nyebut nama dia aja, air mata luber terus. Hehhehe…., “ Furqon meledek Eka.

“ Udah kering sekarang, mata airnya.” sahut Eka.

Hanya 5 menit Aris menunggu. Seorang laki – laki berumur kurang lebih 35 tahunan menghampirinya. Seperti turun dari langit. Tidak diketahui dari mana datangnya. Mereka bersalaman, dan laki – laki berkulit gelap itu menyerahkan sebuah kantong plastik hitam dan Ais memberikan sebuah kantong plastik berwarna hitam pula. Mereka bersalaman kembali. Lalu tanpa banyak bicara mereka berdua pergi meninggalkan halte ke arah yang berlawanan.

Eka hanya memperhatikan kepergian Ais yang samar – samar menghilang dari pandangannya. Furqon menatap lekat wajah gadis manis di sampingnya.

“ Paham loe profesi baru dia sekarang ?” tanya Furqon.

“ Sangat. Keputusan gue benar mengakhiri hubungan dengan dia. Dugaan gue yang salah.” Jawab Eka.

“ Gak salahlah Ka. Loe menduga dia mendua dengan cewek lain khan..? padahal dia mendua dengan psikotropika. Sama saja khan topiknya tetap mendua. Sama – sama nelangsa hati loe. Maaf…bila gue keterlaluan memvonis.”

“ Enggak sama sekali. Makasih pernah menyuruh gue berfikir rasional kala itu.”

“ Yupz…tetap Furqon sebagai teman yang independen donk….”

“ Beuhhh…gaya loe tuh ya…!” Eka tersenyum simpul.

Hujan telah mengguyur selama hampir 1 jam lamanya. Suasana menjadi tambah dingin. Angin bertiup kencang, dan langitpun menjadi tambah gelap. Awet banget hujan malam ini. Tak ada satu orang pun yang beranjak meninggalkan halte itu. Mereka masih setia menunggu hujan reda, walaupun kaki mereka pegal dan pakaian mereka telah basah diterpa air hujan.

Seorang gadis manis berambut panjang di pojok sana tiba – tiba menangis terisak – isak sambil memegangi ponsel di telinganya.

“ Aku gak bisa seperti ini terus - menerus, maafkan aku…aku harus memilih jalan ini. Aku udah bulat tekad. Iyya…aku pasti baik – baik saja. Aku yang membuat pilihan untuk diriku sendiri. Karena aku ingin yang terbaik buat hidupku. Lupakan aku…aku masih punya banyak waktu untuk memulai hidupku yang baru. Iyya…aku pasti bisa tanpa kamu. Aku akan belajar bisa. Maafkan aku…pergi dengan cara seperti ini. Aku mencintai laki – laki lain yang seusia denganku.”

Furqon dan Eka sekali lagi melihat kejadian yang sangat mencengangkan matanya. Gadis manis itu baru saja dikenal Furqon…mahasiswi Tehnik Sipil semester 4 dikampusnya. Furqon mengenalnya pun tanpa sengaja karena gadis itu satu kelas dengan sobat baiknya.

“ Fur…sana samperin tuh Diana….dia mungkin butuh tempat buat menyelesaikan masalahnya !”

“ Biar aja dia menyelesaikan masalahnya sendiri. Gue gak mau ikut campur. Biar belajar dewasa dia.” Furqon mengeluarkan bungkus rokok dari dalam saku celananya. Dinyalakan sebatang. Lalu dihisap dan dikepulkan asapnya perlahan.

“ Grogi loe lihat dia..? udahlah Fur..dari tadi koq merokok terus, berhenti dulu keq.” Eka mengingatkan Furqon.

“ Pulang Yukk…!” Eka mencubit lengan Furqon. Furqon hanya melirik sesaat.

“ Masih hujan Eka…nanti loe sakit dan pastinya kita berdua basah kuyup.”

“ Emang udah basah khan Fur…pulang yukk…? kita gak usah jenguk Fitria deh, next time aja. Gue udah pegel Fur…berdiri disini.”

Tiba – tiba saja sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam metalik berhenti didepan halte itu. Dari dalam mobil keluar seorang laki – laki gagah, eksekutif muda, penampilannya sangat rapi dan tubuhnya pun harum semerbak. Laki – laki itu menghampiri gadis manis bernama Riana yang masih terisak – isak di sudut halte.

“ Ayoo…ikut aku. Gak usah macam – macam, kembali ke Apartemen kamu. Tak ada yang perlu di ubah. Kamu tetap bersamaku. Ini Kota besar. Jangan sampai kamu membuat keputusan yang salah.” Laki – laki itu lebih pantas dipanggil Ayah atau Om oleh Riana. Tapi, sepertinya laki – laki itu bukanlah Ayah atau Om untuk Riana. Dari cara laki – laki itu berbicara dan bersikap pada Riana, orang lain bisa mendapatkan jawabannya. Semua orang yang ada di halte itu hanya menonton saja. Tanpa banyak kata.

“ Fur…kenapa diam aja ? gak mau nolongin Diana ?” Eka mengguncangkan tubuh Furqon.

“ Bukan tidak mau menolong dia…dia yang telah membuatkan masalah untuk hidupnya sendiri, biarlah dia selesaikan sendiri. Kecuali dia datang ke gue untuk meminta pertolongan. Itupun cuma sumbang saran. Mengerti khan ?.”

Furqon membuang rokoknya ke bawah. Diinjaknya dengan kakinya untuk mematikan api rokok itu.

“ Permintaan loe gue kabulkan…ayooo kita pulang, gue anter loe sampe rumah. Tapi, gue gak bisa mampir ya, langsung cabut lagi. Udah ngantuk berat nih.”

“ Wahh..makasih banget Fur…kebetulan hujan udah mulai reda.” Eka mengikuti langkah Furqon dari belakang. Furqon menyalakan starter motornya dan Eka naik ke atas motor Furqon.

“ Pegangan donk Ka. Tar jatuh gue gak tanggung ya.” Furqon menggoda Eka.

“ Halah…tadi juga gak pegangan koq. Kenapa sekarang harus pegangan sama loe ?” Eka mencubit bahu Furqon. Lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Furqon.

“ Yuhuyy….asyik juga negosiasi dengan Eka. Mantab deh malam ini.” Furqon tersenyum – senyum kegirangan.

***************

“ Alhamdulillah…akhirnya kamu siuman juga sayang.” Ibunda Eka mencium pipi Eka lembut.

Eka membuka kedua matanya perlahan. Lalu melihat sekeliling. Ada yang dicarinya.

“ Cari Furqon ya…?” tanya Ibunda Eka.

Eka mengangguk.

“ Furqon gak apa – apa sayang, hanya luka di kaki dan tangannya saja sedikit. Furqon juga sama seperti kamu, koma selama 1 jam lebih. 10 menit lalu Furqon udah siuman.

“ Eka kenapa disini, Bunda ?” tanya Eka bingung.

“ Kamu boncengan motor sama Furqon dari kampus, mau jenguk Fitria ke Rumah Sakit ini. Eh…diperempatan dekat Halte busway, Furqon menabrak mobil sedan mewah milik seorang pengusaha yang memang membawa kendaraan dengan kecepatan yang tinggi. Pengusaha itu membawa kalian berdua ke sini.

“ Sekarang bapak itu mana, Bunda ?” tanya Eka sambil meringis menahan sakit.

“ Katanya ada urusan sebentar, mau jemput putrinya yang kabur dari Apartemen, dan sekarang ada di halte tempat kalian kecelakaan. Sebentar lagi dia pasti kesini untuk memastikan keadaan kalian baik – baik saja. Memangnya kamu kenal dengan Bapak itu ?” Bunda mengusap kening Eka.

“ Owhhh…tidak Bunda. Tidak kenal.” Eka tersenyum kecil.

Ibunda Eka menjadi bingung melihat sikap putrinya yang baru saja siuman dari koma, tadi pun saat Furqon siuman, menanyakan Eka dan bapak pengusaha itu. Setelah diberi tahu, Furqon pun tersenyum kecil tidak beda dengan Eka.


****** TAMAT ******


Tangerang, 5 Juli 2010

Rindu Semalam...

Ku kenal tempat ini,
dimasa kecilku,
tertidur lelap dalam dekapanmu, dalam damai...dalam bahagia.
Yang kurasa hanya itu.

Kurasakan tempat ini,
tak ada kesakitan, tak ada rintihan kepiluan.
Tak ada kesedihan, hanya ada ketenangan hati.

Jendela yg terbuka lebar, pintu kamar yg terbuka membiarkan aku terlelap diranjang besi yg telah tua dan usang.
Tak ada yg bersuara sedikitpun, apalagi mendengkur,

Kemana pemilik rumah ini? Aku tak menemukannya, aku rindu dengan wajahnya, dengan sosoknya.
Ku terjaga dan berlari kesekeliling mencarinya, tak ada siapapun.

Aku rindu sekali,
ingin bertemu dan mencium tangan serta kedua pipinya, memainkan rambutnya yg panjang sepinggang dan tlah memutih, berbalut kebaya kembang berwarna hijau dan kain selutut.

Kukirimkan Al-Fatihah saja untukmu...semoga rinduku tersampaikan dengan indahnya padamu.
Aku benar-benar rindu.

" For my grandmother, love u n miss u"


GiezTofa on 100610

Fans