Sabtu, 25 September 2010

KETIKA CINTA TAK LAGI PUTIH ( Part 3 )

Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia.
QS. Yasin (36) : 82


“ Bagaimana keadaan Asril saat ini, De ?” pertanyaan Taufan memecah kesunyian.

“Kakinya di pen dan sedang dalam perawatan dokter pribadi di rumahnya, Ka.” Dinda melemparkan pandangannya ke kerumunan mahasiswa Fakultas Komunikasi yang tengah melihat jadwal Ujian Akhir Semester minggu depan di papan pengumuman dekat ruangan Rektor.

“ Kamu masih menjalin komunikasi dengan Asril…?” tanya Taufan, teman satu kelas Dinda.

‘ Ya…, tapi entahlah,” Dinda menggantung kalimatnya, lalu mencari tempat duduk di bawah pohon. Persis di depan kerumunan mahasiswa yang sedang berebutan melihat papan pengumuman.

Maksudmu…?” Taufan mengikuti langkah Dinda. Disandarkan tubuhnya dengan damai di pohon yang rindang itu.

“ Aku merasa aneh saja dengan ucapan Bang Asril kemarin sore.” Dinda mengeluarkan kantong tisu dari dalam tas hitamnya. Disapukannya ke wajahnya yang mulai berkeringat, karena terkena terik matahari.

“ Tentang apa, De ?” kejar Taufan.

“ Bang Asril meminta maaf padaku, karena banyak dosa, Ka.” Dinda memainkan ujung jilbabnya.

“ Tak usah dipikirkanlah, semua ucapan dia. Aku tak pernah yakin dengan perkataan apapun yang dia rangkai dengan manis bibirnya itu.” Taufan menatap mata Dinda. Dinda tertegun sesaat.

“ Cinta memang tidak rasional De, tapi setidaknya kamu bisa belajar dari rasa kecewamu di masa lalu dan kamu bisa berfikir logis untuk bersamanya kembali. Maaf aku tidak bermaksud mempengaruhi penilaianmu terhadap Asril…De.” Taufan mengungkapkan keraguannya tentang Asril.

Dinda masih mendengarkan ucapan Taufan dengan seksama.

“ Tak apa Ka. Teruskanlah…, aku mendengarkan Kakak.” Dinda menghela nafasnya pelan – pelan.

Laki – laki berperawakan kurus dan berkacamata minus ini hanya tersenyum.

“ Cukup komentarku, De. Aku tak berhak melontarkan pendapat tentang Asril. Aku tak mau berghibah. Tak baik rasanya.” Taufan bangkit dari duduknya.

“ Ayo…sudah waktunya kita masuk kelas. Nanti dosen mengira kita tidak hadir.” Taufan dan Dindapun berjalan beriringan menuju lift kampus.

**********

Bulan demi bulan berlalu dengan cepatnya kehidupan Dinda. Semua dilalui Dinda dengan bahagia, walaupun harus berjauhan dengan Asril. Semuanya terasa indah. Cinta diam – diam yang selama ini di jaganya dengan baik di dalam lubuk hatinya seakan memberikan harapan dan kekuatan yang akan membuahkan cinta yang berbalas indah pula dari Asril.

Asril begitu beda dari semua laki – laki yang pernah dijumpainya, yang pernah dikenalnya selama ini. Asril begitu memberikan janji surga dunia yang tak berkehabisan, yang tak berujung. Semua kata – kata indah yang dipersembahkan setiap kali berbincang dengan Dinda selalu seperti angin surga yang menyejukkan hati Dinda dan Dindapun selalu merasa terbuai dalam nyenyaknya mimpi – mimpi cinta semu yang ditawarkan Asril. Jalan terang menuju kebahagiaan cinta untuk Dinda seakan terbuka lebar, Dinda tak pernah lagi mempertanyakan kekecewaan hati yang pernah Asril hujamkan dahulu. Dinda begitu mudah memaafkan dan melupakan peristiwa yang sangat berbekas di hatinya itu. Baginya kesembuhan Asril saat ini adalah obat mujarab yang cukup mengobati kepiluan hatinya.

“ Wassalamu’alaikum Bang…!” jawab Dinda lembut. Mempersilahkan Asril masuk.

“ Apa kabar De..?” tanya Asril, laki – laki muda bertubuh tinggi, kekar dan berkulit putih.

“ Alhamdulillah Bang..aku sehat wal’afiat seperti yang kuceritakan kepada abang.” Dinda tersenyum bahagia. Laki – laki tampan yang selalu mengharap cinta padanya itu sekarang telah berada di hadapan wajahnya. Jelas tergambar di raut wajah Dinda dan Asril, segumpal aura bahagia, setelah beberapa bulan lamanya tidak bertemu.

“ Kamu telah menepati janjimu, De.” ucap Asril dengan tersenyum.

“ Ya..bang..seperti janjiku.” Dinda membalasnya dengan senyum. Mereka berdua duduk di teras rumah Dinda.

“ Kedua orangtuamu memangnya sudah menyetujui hubungan kita dekat lagi, De..?” tanya Asril.

Dinda menggelengkan kepalanya. Lalu menundukkan wajah.

“ Kenapa kamu masih mau menantiku, De..?”

“ Tak tahulah aku, bang…, abang begitu berbeda dari yang lainnya, mungkin itulah yang membuat aku bertahan pada pendirianku dan maju selangkah demi selangkah untuk bersama abang.” Dinda masih menundukkan wajah.

“ Tak pantaskah aku untuk mencintaimu, De…hingga kedua orang tuamu tak memberi restu padaku?”

“ Maafkan mereka bang…bila dahulu telah bersikap tak setuju pada abang. Mereka hanya ingin memberikan yang terbaik untuk aku. Terimalah pendapat mereka, bang…bila abang benar – benar menyayangiku.” Dinda menutup kedua wajahnya dengan tangannya. Dan tak bisa dihindari lagi, butiran air mata pun mulai berjatuhan di kedua pipinya yang tirus.

Asril memberikan sapu tangannya pada Dinda.

“ Hapuslah air matamu, De…tak kuasa aku melihatmu menangis. Tak usahlah Ade bersedih. Lupakanlah ucapan abang tadi. Maaf yach de…,” Asril merayu Dinda untuk menghentikan tangisnya.

Dinda menghapus butiran kristal bening di kedua pipinya. Sekarang matanya memerah. Diusapnya kedua matanya dengan sapu tangan dari Asril.

“ Ini bang..makasih yach.” Dinda memberikan sapu tangan itu kepada Asril.

“ Simpanlah De..itu untukmu.” jawab Asril.

“ Aku pamit dulu yach..tak enak rasanya berlama – lama di sini, nanti kedua orang tuamu bisa marah padaku.” Asril bangun dari tempat duduknya. Tiba – tiba ponsel Asril berbunyi. Asril mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana panjangnya.

Asril melihat layar ponsel sejenak, lalu didiamkan sebentar.

“ Koq tidak abang jawab..?” Dinda menegur Asril, melihat Asril yang menjadi grogi sikapnya.

“ Temanku.”

“ Siapa, kenapa abang tidak jawab panggilannya ?”

“ Tak pentinglah.”

Dinda menjadi heran. Ponsel Asril masih terus berbunyi. Akhirnya Asril menjawabnya juga.

“ Ya..hallo…, iyya..aku datang kesana. Tunggulah.” Asril menjawab pertanyaan si penelepon dengan terburu – buru.

“ Aku pamit dulu yach, De…ditunggu temanku di rumahnya Handri.”

Dinda hanya menganggukkan kepala. Lalu mengantar Asril ke depan pagar rumah Dinda. Asril segera menghilang secepat kilat bersama mobil jeep pribadinya dari pandangan Dinda yang masih bingung dengan sikap Asril barusan.

**********

“ Dia kembali lagi..?? huhh…ku pikir dia telah mati karena kecelakaan itu.”

“ Putri, tak pantaslah kamu berbicara seperti itu. Ucapan kamu adalah doa untuknya.” Dinda mengingatkan Putri sahabatnya yang sedang bertamu ke rumahnya.

“ Ya biarkan saja. Memang dia pantaskan untuk mati ? dia telah banyak menyakiti kamu, lalu kamu dengan mudahnya memafkan dia. Sungguh mulia sekali kamu, Dinda. Tak ingatkah kamu betapa dia sangat melukai hati kamu dahulu…?”

“ Sudahlah Putri. Aku telah memaafkan dia. Allah saja bisa memaafkan umat-Nya, mengapa aku tidak bisa memaafkan saudara muslimku sendiri ?”

“ Saudara..? mana ada saudara yang menyakiti hati saudaranya sendiri, Dinda ?”

“ Terus saja kamu mencacinya, Putri. Menghina dan merendahkannya. Itu tidak lebih baik buat kamu. Sama saja kamu dengannya. Sama – sama tak terpuji akhlaknya. Kita berduapun belum tentu lebih baik dari Asril di mata Allah, bukan ?” Dinda menatap mata Putri tajam.

“ Berani ambil resiko rupanya kamu, Din..semuanya begitu mudah untuk hatimu.”

“ Biarlah Allah yang membuktikan kebenaran dan kesalahan Asril dan biarlah Allah yang mengadili Asril. Kita tak pantas memberi hukuman padanya. Hukuman Allah lah yang Seadil – adilnya, Putri.”

“ Baiklah Dinda..aku hanya berdoa supaya kamu tidak terseret kembali dalam tipu muslihat Asril mempermainkan cintamu dan menyakiti hatimu kembali.”

“ Amien Ya Robbal Alamin…semoga Allah mengabulkan doamu dan itu adalah sebuah kebaikan untukku.”

“ Jagalah dirimu baik – baik, Dinda. Begitupun hatimu. Hanya Allahlah saja yang kamu jadikan cinta sejatimu. Dan kamu akan merasakan bahagianya dunia dan akhirat, begitulah Ibuku pernah berpesan padaku.” Putri mengingatkan Dinda sekali lagi. Dinda tersenyum kecil. Perselisihan paham di rumah Dinda pun akhirnya berakhir, seiring Putri berpamitan pulang.

**********

“ Perempuan gatal !” tiba – tiba Dahlia menampar pipi kanan Dinda dengan kerasnya.

Dinda mengaduh kesakitan. Tak dibalasnya tamparan cewek cantik bemata coklat itu.

“Perempuan sialan ! perebut cowok orang ! wajah saja kau cantik, tapi kelakuanmu mirip hewan.” Dahlia memaki Dinda.

“ Simpan saja mulutmu yang kotor disana. Di tempat pembuangan sampah. Apa yang kamu tuduhkan itu tak benar !!.”

“ Halah..!! mengelak pula kamu rupanya yach..? sudah tertangkap basah pernah menelepon cowokku, Asril. Masih juga membela diri.”

“ Aku buktikan kebenarannya sekarang. Aku akan hubungi Asril sekarang, dan dengarkanlah langsung dari bibirnya itu, siapa aku ini di hatinya !.”

Dinda segera menghubungi Asril dengan ponselnya, sedangkan wajah Dahlia masih memperlihatkan kemurkaan yang besar pada Dinda. Dahlia adalah kekasih Asril yang dipacari Asril, setelah Asril mengalami kecelakaan. Mereka berdua bertemu di Rumah Sakit tempat Asril dirawat, dan Dahlia menjadi rajin menjenguk Asril sejak Asril menyatakan cintanya pada Dahlia. Dan Dahlia pun menyambut cintanya Asril.

Dahlia menemui Dinda di kampusnya saat ini, karena pernah menemukan nomer ponsel Dinda di ponsel Asril. Dindapun bersepakat dengan Dahlia untuk bertemu di kampusnya, untuk saling memberikan penjelasan tentang status hubungan mereka dengan Asril.

“ Abang dimana…?” tanya Dinda memulai percakapan dengan ponselnya. Dahlia mendengarkan saja dengan penuh perhatian. Gadis cantik yang berambut hitam kecoklatan itu masih menunjukkan wajah yang masam.

“ Hai Dinda sayang..! abang lagi di rumah teman nih, apa kabar kamu sayang hari ini?” suara Asril begitu khas melalui speakerphone ponsel Dinda. Terbelalaklah mata Dahlia demi mendengar ucapan Asril di seberang sana.

Ponsel Dinda langsung direbut Dahlia. Dahlia pun mencaci maki Asril dengan kata – kata yang sangat kotor sekali. Dahlia benar – benar kecewa telah dibohongi Asril. Setelah melampiaskan amarahnya yang membabi buta pada Asril, Dahlia berpamitan pada Dinda tanpa pertengkaran lagi. Dinda pun bersyukur karena peristiwa yang sangat memalukan itu terjadi di belakang kampusnya. Tak ada satu orangpun yang tahu.

**********

“ Aku kasihan sama kamu, De. Ketika 1 minggu lalu kamu memberitahukan aku tentang Asril dan Dahlia.” Haris merapikan buku – buku pelajarannya yang berhamburan di atas meja perpustakaan.

“ Terima kasih banyak Ka, atas atensi Kakak padaku.” Dinda membantu Haris merapikan buku.

“ Ikut aku yukk..ke warnet depan kampus. Akan kutunjukkan sesuatu padamu, De.” Haris melangkah keluar ruangan Perpustakaan kampus.

“ Tentang apakah itu Ka..?” tanya Dinda mengikuti dari belakang laki – laki yang masih menjadi teman satu kelasnya dan juga teman Asril.

“ Facebook Asril. Disana kamu bisa lihat bagaimana Asril memiliki 3 akun sekaligus. 1 akun yang kamu ketahui menggunakan nama Asril, sedangkan 2 akun menggunakan nama samaran hanya dengan 1 tujuan.”

“ Tujuan apa Ka..?” tanya Dinda masih tak mengerti dengan apa yang telah dibicarakan Haris.

“ Untuk menipu cewek – cewek cantik, memperdayai mereka, memacarinya secara bersamaan dan meninggalkannya secara tiba – tiba, bila ia telah mencapai tujuannya.”

“ Maksud Kakak…Bang Asril playboy..?? Astaghfirullah al adzim !!”

“ Tepatnya adalah psikopat cinta, De. Ada satu cewek yang telah dibuatnya gila. Cewek itu sampai kehilangan akal hanya karena tergila – gila pada Asril. Dia kini sedang dirawat di Rumah Sakit Jiwa secara intensif. Aku tahu semua dari komentar yang dituliskan di dinding facebook Asril itu. Tak ada yang luput dari pengawasanku, De. Teman cewek itu yang menuliskannya di dinding Facebook Asril, agar Asril menjenguknya, karena cewek itu selalu memanggil – manggil nama Asril saat mengamuk.”

“ Ya Allah, seperti itukah bang Asril…? Menghalalkan segala cara untuk memperdaya perempuan – perempuan tak berdosa..?” tanya Dinda.

“ Asril tak mau hidupnya sepi dari perempuan – perempuan yang mengelilingi hidupnya, makanya segala cara ia tempuh agar perempuan – perempuan itu tidak lari meninggalkannya. Aku telah mendatangi perempuan yang telah gila karena cinta dengan Asril itu, De. Sangat mengenaskan keadaannya.”

Mereka berdua pun telah memasuki ruangan warnet, Dinda dan Haris mulai mencari akun Asril di Facebook.

Tak berapa lama kemudian, mereka telah keluar dari warnet.

***********


Mata Dinda telah basah dengan air mata yang menyusuri kedua pipinya. Telah 3 hari ini Dinda menghabiskan waktunya berdiam sendirian di kamar. Tak mau makan, minum apalagi sholat 5 waktu. Dinda menjadi anak yang sulit diajak bicara oleh kedua orang tuanya. Yang dilakukan Dinda hanyalah menyetel musik dengan suara yang keras sekali. Hingga terdengar keluar kamarnya. Kedua orang tua Dinda telah berupaya membujuk Dinda untuk menghentikan aksi mogok makannya itu, begitupun Putri, Taufan dan Haris ikut pula membujuk Dinda. Namun, tak membuahkan hasil.

Sesekali Dinda meneriakkan nama Asril dengan ucapan yang sangat kasar dan kotor. Diumpatnya nama laki – laki itu sekejam – kejamnya. Dinda telah kehilangan kendali sejak Haris membuka kedok Asril sebenarnya, bahkan Dinda pun tanpa banyak bicara lagi langsung menghubungi Asril dan menceritakan tentang apa yang telah dilihatnya di akun facebook Asril. Begitu menyakitkan buat Dinda yang selama beberapa bulan lamanya membangun kepercayaan kembali tentang Asril, dan menyakitkan juga buat sang psikopat cinta yang harus rela ditinggalkan kekasih pujaan hatinya, yaitu Dinda.

Kedua orang tua Dinda tak sabar lagi melihat putrid tersayangnya mengurung diri di dalam kamar, tanpa makan dan minum. Tanpa membuang waktu lagi, kedua orang tua Dinda mendobrak pintu kamar Dinda.

Dinda telah lemah lunglai berada di pojok kamar, dengan keadaan yang sangat kacau dan mengenaskan. Rambutnya acak – acakan, dan tak mengenakan jilbab pula. Pakaian yang melekat di tubuhnya telah berantakan. Isi kamarnya pun sudah seperti kapal pecah, semua berhamburan di lantai. Taufan dan Putri yang hadir disana, hanya meneteskan air mata kesedihan pada sahabatnya, menunjukkan rasa prihatin yang mendalam. Cinta tulus Dinda pada laki – laki bernama Asril, hanya berujung memilukan.

**********

Dinda dibawa kedua orang tuanya ke Psikiater, untuk diperiksa kejiwaannya lebih lanjut. Selama 3 bulan Dinda harus menjalani hypno terapi yang intensif dari Dokter kenalan ayah Dinda.

Setelah selesai menjalani hypno terapi, Dinda harus menjalani lagi terapi islami dari guru ngajinya, dengan banyak – banyak berzikir dan sholat tahajud. Semua dijalani Dinda dengan kesungguhan hati, karena Dinda telah mengalami guncangan yang sangat dahsyat dalam jiwanya karena cinta yang tidak wajar yang pernah Asril hujamkan diam – diam pada Dinda. Asril telah mengendalikan jiwa Dinda secara emosional dan berharap Dinda takkan pernah meninggalkannya apapun dan bagaimanapun Asril meyakiti hati Dinda., begitulah resume yang didapat dari psikiater dan konsultan spiritual Dinda.

Berbulan – bulan Dinda harus menjalani pengobatan yang diberikan oleh kedua orang tuanya, namun Allah jualah yang menentukan takdir manusia. Manusia boleh berusaha sekuat hati, sekuat tenaga, namun bila Allah telah berKehendak, maka tak ada satu orangpun yang bisa lolos dari Kehendak-Nya.

**********

Suasana di rumah Dinda pagi ini begitu hening. Hanya lalu lalang ibu – ibu tetangga rumah Dinda yang menjadi pemandangannya. Ada yang menyiapkan beras di baskom untuk diletakkan di depan rumah, ada yang sibuk mencari kembang, ada yang sibuk membawakan air mineral gelas untuk tamu – tamu yang datang bergantian di rumah Dinda. Mereka semua berkerudung hitam. Begitu pula dengan para tamu yang datang.

“ Tak usah menangis terus, Putri. Bersabarlah dan berdoalah untuk Dinda. Semoga dilapangkan jalan menuju cahaya-Nya.” Taufan menasehati Putri yang masih menangis terisak – isak di depan jenazah Dinda yang telah terbujur kaku.

“ Putra…ajak adikmu keluar, bila telah selesai membaca surah Yasin. Aku mau membacakannya pula untuk sahabatku, Dinda.”

“ Ya..bang..!” sahut Putra. Mata Putra pun telah sembab sejak tadi shubuh saat mendengar berita bahwa Dinda telah menghembuskan nafas terakhir saat Dinda berada di teras rumahnya.

“ Dinda telah pergi, Putra. Sudahlah..! bawa adikmu keluar segera. Jangan membuat Dinda menjadi lebih sakit dengan tangis Putri. Ikhlaskanlah Dinda pergi meninggalkan kita. Allah telah mempunyai rencana yang indah untuk kita.”

Putra akhirnya mengajak Putri keluar dari ruang keluarga itu.

Taufan langsung membacakan surah yasin untuk sahabatnya dengan khusyu. Dilihatnya wajah Dinda yang telah tertutup kain kerudung tipis berwarna putih, wajahnya sangat cantik sekali saat menghadap Illahi Rabbi. Dengan senyuman yang paling manis dan indah yang pernah diberikannya pada sahabat – sahabatnya semasa hidupnya.

“ Semoga arwahmu di terima di sisi Allah SWT, Dinda…, selamat jalan sahabatku, aku nanti pun akan menyusulmu, terima kasih engkau telah memberikan nasehat kepadaku, tentang kematianmu ini. Agar aku bisa memperbaiki semua ibadahku pada Allah SWT. Dan bila waktunya tiba, aku bisa datang kepada Allah dengan membawa bekal amal ibadahku.”

Haris yang datang terlambat pagi itu segera bergabung pula dengan Taufan untuk membacakan surah yasin sebagai penghormatan terakhir pada sahabat baiknya, Dinda. Sedangkan Asril, tak jelas keberadaannya dimana. Setelah mendengar Dinda menjadi hilang ingatan, Asril menghilang bagai ditelan bumi. Ponselnya pun tak ada satu pun yang bisa dihubungi sahabat – sahabat Dinda dan kedua orang tua Dinda.

**********


“ Allahu Akbar…!!! Astaghfirullah al Adzim….!!” Tiba – tiba saja Dinda terbangun dari tidurnya. Putri, sahabatnya yang sedari tadi tidur di dekatnya menjadi kaget dan terbangun.

“ Kenapa, Din…?? Ada apa ? Mimpi buruk yach ?” tanya Putri. Mata Dinda telah basah dengan butir – butir air mata.

Dinda menangis sekencang – kencangnya, sambil mengucapkan lafadz Allahu Akbar berkali – kali, dipeluknya tubuh Putri erat dan sangat erat. Putri membalas pelukan Dinda dan menepuk – nepuk bahu Dinda, agar Dinda menjadi tenang.

“ Ceritakan padaku, Dinda. Apa yang telah terjadi…? Apa yang telah mengganggu tidurmu tadi…?”

Dinda masih terisak – isak di pelukan Putri.

“ Ya Allah..Put….! Allah telah memperlihatkan masa depanku padaku barusan. Aku telah melihat masa depanku sendiri atas izin Allah, Put. Mengerikan sekali, Putri.”

“ Maksudmu..? masa depan…? Aku tak mengerti, Dinda.” Putri melepaskan pelukannya dan memegang kedua bahu Dinda, tak percaya dengan apa yang telah diucapkan oleh Dinda.

“ Alhamdulillah…Allah menyayangiku. Diberikannya gambaran kehidupanku di masa depan bila aku salah membuat pilihan untuk hidupku, bila aku terlalu mencintai orang lain melebihi kecintaanku pada Allah, Pemilik Langit dan Bumi ini, Put. Aku tak mau mati sia – sia. Aku tak mau mati dalam ketololan, dalam budak cinta dan hawa nafsu dunia. Ya Allah…Alhamdulillah, Engkau masih memberiku kesempatan untuk hidupku malam ini. Kan ku abdikan hidupku hanya untuk beribadah kepada-Mu, Ya Allah….!!”

“ Aku benar – benar tak mengerti, Dinda. Ayolah..kita Sholat Istikharoh…waktu sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Tepati janjimu pada Allah sekarang.” Putri menyingkirkan selimut dari tubuhnya dan menarik lengan Dinda untuk mengambil air wudhu.

“ Iya…makasih Putri, masih menjadi sahabatku sampai detik ini, kita jangan pernah berpisah yach…? kecuali Allah yang memisahkan tali persahabatan kita dengan kematian.”

“ Iya, Dinda. Ceritakan selengkap – lengkapnya juga yach apa yang telah kamu alami di mimpimu barusan. Semoga bisa menjadi hikmah untuk hidupku pula.”

“ Amien Ya Allah…..!” Dinda mengamini ucapan Putri, dan mereka berdua pun kompak menuju toilet untuk mengambil air wudhu, menunaikan qiyamul lail.

Subhanallah….Maha Suci Allah.


T. A. M. A. T


**********



Jakarta, 18 Juli 2010

Rabu, 14 Juli 2010

KETIKA CINTA TAK LAGI PUTIH ( Part 1 )

“ Andai saja kisah di masa depan telah diketahui di masa kini, maka penyesalan takkan datang untuk menjerat hati“

“ Dinda…entah kenapa beberapa hari ini aku tak bisa tidur…tersiksa sekali diriku.”
Asril mengutarakan isi hatinya pada seorang gadis cantik yang selama ini dikejarnya.

“ Kenapa tersiksa, Bang…apakah diriku telah mengganggu hidup abang…?”
Dinda memainkan ujung jilbabnya. Sementara Asril terus memperhatikan gadis cantik di hadapannya yang duduk di atas sepeda motor sport kesayangannya.

“ Lihatlah wajahku De…tak ada sedikit rindukah di hatimu ketika aku menghilang dari hidupmu dulu…?” Asril memegang kedua tangan Dinda. Dinda menepisnya halus.

“ Tak enaklah bang…dilihat orang. Sebenarnya abang nih hendak bicara apa sih dengan aku…? Aku harus pergi ke kampus bang. Aku bukanlah orang berada macam abang, aku cuma orang biasa…kalau aku tak hadir ke kelas hari ini, aku telah mengecewakan kedua orang tuaku, bang. Abang cobalah mengerti keadaanku…sejenak.” sahut Dinda.

Asril menghela nafas, menariknya dalam dan membuangnya secepat ia menariknya.

“ Kenapa bang..? ada yang mengusik pikiran abang dengan ucapanku tadi ? maaflah bang…tak bermaksud lisanku melukai perasaan abang. “

“ Aku benar – benar membutuhkanmu De.., tak mengertikah kamu..?” Asril menatap kedua mata Dinda tajam. Dinda merasa risih sekali. Dibuangnya pandangan matanya sejauh – jauhnya, hingga tak bertemu pandangan dengan Asril.

“ Aku mengerti maksud abang…,tapi maaf abang…sekali lagi, aku telah menganggap abang sebagai kakakku sendiri. Sebagai saudaraku sendiri.” Dinda segera turun dari sepeda motor sport Asril. Ditepuknya bahu Asril lembut.

“ Abang…aku tahu apa yang sedang berkecamuk di pikiran dan hati abang tuh, bila tiba saatnya nanti dan Tuhan mempertemukan hati kita, Insya Allah bang…,” ucap Dinda penuh kelembutan.

“ Tapi…De, aku tak bisa melihatmu berdekatan dengan lelaki lain, sekalipun lelaki itu tidak tampan. Hatiku tak bisa di dustai, aku benar – benar menyayangimu…De.” Asril menahan kepergian Dinda. Dipegangnya lengan Dinda. Sekali lagi dinda melepaskan cengkeraman tangan Asril dengan kelembutan.

“ Pikirkanlah De…sekali lagi. Aku tak akan mengecewakanmu…please Dinda.”

“ Abang hanya suka padaku, bukan sayang. Buktikan saja padaku bila benar adanya hati abang padaku seperti itu…dengan perbuatan, bukan sekedar lisan saja. Itulah Lelaki sejati, Bang Asril…., Assalamu’alaikum Bang…!.”

Dinda pergi meninggalkan Asril yang masih tak percaya dengan ucapan yang telah dilontarkan Dinda barusan. Alangkah kejamnya dunia padanya, sehingga seorang gadis cantik menolak cintanya mentah – mentah, sedangkan gadis – gadis cantik lain di kotanya berebutan untuk memikat hatinya, ucap lirih hati Asril.

**********

“ Mengapa kamu bohongi hati kamu sendiri, Dinda…?” Putri mematikan tombol PC di rumah Dinda.

“ Aku tak membohongi diriku sendiri, Put..hanya ragu saja dengan semua ucapan bang Asril. Tidakkah kamu paham tentang perbuatan dia padaku beberapa bulan silam ? ketika aku dekat dengan Syam. Lalu tiba – tiba dia datang dan mendekati aku. Syam mengetahuinya, lalu pergi menjauhiku. Syam tak mau bersaing dengan Asril, bisa kalah total kata Syam. Dan aku dekat dengan bang Asril, tapi…bang Asril bersikap acuh tak acuh, kadang perhatian, kadang pula tak perduli. Hatiku di ombang ambingkan perasaan sukanya. Bang Asril mempermainkan hatiku…karena dia beranggapan aku juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Dan ketika, aku merasa yakin dengan semua ucapannya yang manis itu…dia tiba – tiba saja pergi dari hidupku. Entah kemana. Syam pun tak sudi lagi dekat denganku.” Dinda membuka jilbab birunya. Tampaklah wajahnya yang cantik, putih dan bercahaya. Rambutnya yang panjang dan hitam, dibiarkan terurai indah.

“ Ya…benar memang, tapi tak adakah kesempatan kedua kali untuk Asril agar bisa membuktikan perasaan sayangnya padamu, Dinda ?.” Putri mengambil jilbabnya yang diletakkan di atas tempat tidur.

“ Heyy…hendak kemana kamu, baru jam 8 malam koq. Tidak berjamaah dulu disini…?” tegur Dinda dengan seluruh wajah yang telah basah dengan basuhan air wudhu.

“ Iyya…tapi kamu yang menjadi imamnya yach…?” sahut Putri sambil beranjak ke arah kamar mandi yang kebetulan berada di dalam kamar Dinda, untuk mengambil air wudhu.

“ Bolehlah…setelah berjamaah, aku jawab pertanyaanmu itu.” Dinda tersenyum manis.

Merekapun menunaikan Sholat Isya berjamaah dengan khusyu.

“ Jawab dong pertanyaanku, Dinda. Tak sabar rasanya menanti jawabanmu.” Putri duduk di pinggir tempat tidur.

“ Putri oh Putri…mirip sekali kamu dengan Asril…sangat tak sabar, hehehhe….,” Putri mencubit lengan sahabatnya berkali – kali. Dinda mengaduh. Dipukulkan wajah Putri dengan bantal kesayangannya. Putri pun tertawa geli. Mereka akhirnya terbaring di tempat tidur, saling berhadapan wajah.

“ Nginap disini sajalah Put…lagi pula kan besok hari minggu, kita bisa bicara banyak.” bujuk Dinda.

“ Bicara banyak tentang Asril maksud kamu, Dinda…? Atau mau bicara tentang abangku saja…? Putra.” goda Putri.

“ Hehehe…memangnya kenapa dengan Putra…? Ada – ada saja kamu. Dia udah aku anggap sebagai abangku sendiri. Tak lebih, Put.” Dinda mengacak – acak rambut Putri.

“ Huft…Putra pasti kecewa bila mendengar ucapanmu tadi. Abangku telah jatuh hati padamu, Dinda. Sudah lama sekali. Kamu saja yang tak pernah memperdulikan perhatiannya selama ini. Mata hati kamu sudah terfokus dengan kehadiran Asril khan…?” Putri merapikan rambutnya yang pendek. Wajahnya yang bulat dan dengan kedua bola mata yang bulat pula menatap wajah Dinda lekat.

“ Hmm..tak benar juga koq, Put. Aku tahu koq abangmu menaruh hati padaku. Tapi, aku tak tahu kenapa aku tak bisa memiliki hati yang sama dengan Putra.” Jawab Dinda. Matanya menerawang ke langit – langit.

“ Hanya ada Asril sajakah di hatimu sampai detik ini…?. Hmm…aku menduga kamu pasti jatuh cinta lagi pada pesona cowok itu, bukankah begitu sahabatku…?” Putri menarik selimut dan menutupi tubuhnya dengan selimut tebal berwarna merah muda sama seperti warna spreinya. Dinda ikutan menarik selimut, meminta bagian dari Putri.

“ Tidak juga...! aku mau konsultasi dahulu pada Pencipta-Ku dalam memutuskan masalah ini, Put.. Dialah Yang Maha Mengetahui segalanya yang terjadi dan yang akan terjadi di masa depanku nanti. Aku tak mau membuat pilihan yang salah untuk hidupku, meskipun itu hanya sekedar dekat kembali dengan Asril. Aku wajib mempertanyakan keragu – raguanku tentang Asril pada Penguasa Langit dan Bumi ini. Itu lebih baik untukku dari pada tidak melakukannya sama sekali. Karena, kita memang bisa belajar dari kesalahan masa lalu, tapi alangkah baiknya bila kita tidak melakukan kesalahan.” urai Dinda.

“ Wahh…wahh…! tidak mengira dech aku punya sahabat yang baru semester 1 tapi udah sebijak ini. Salut…salut !” giliran Putri sekarang yang mengacak – acak rambut Dinda.

Dinda membalasnya dengan mengusap – usap wajah Putri dan menggelitiki pinggang Putri. Putri tertawa – tawa kegelian.

“ Tidur yukk...jam 2 pagi nanti aku harus bangun, konsultasi sama Allah SWT, pilih Asril atau Putra.” ajak Dinda.

“ Aku temani yach…Sholat Istikharohnya. Aku bantu kamu juga, semoga kamu dapat pilihan yang terbaik. Bila keduanya bukan pilihan terbaik..khan itu adalah jawaban Allah.”

“ Alhamdulillah…kamu memang sahabat yang baik.” Dinda tersenyum manis pada Putri.

“ Met bobo…Dinda.”

“ Met bobo…Putri, jangan lupa baca doa sebelum tidur. Semoga Syaithon tidak mengganggumu dan malaikat menjagamu sampai kamu terbangun dari tidur.”

“ Amiennnn…..,” Putri memejamkan kedua matanya, begitu pula dengan Dinda.


Bersambung yach fren………!!


Jakarta, 11 Juli 2010

“ Based on True Story From My Best Friend “

Senin, 05 Juli 2010

DI SEBUAH HALTE


Hujan tiba – tiba saja mengguyur senja yang masih cerah di kota yang terkenal sangat padat penduduknya itu. Keramaian di jalanan menjadi terhenti, semua orang berlari – lari mencari tempat berteduh. Yang baru turun dari bus kota pun berhamburan mencari tempat berlindung, pengendara motor pun mulai memadati bahu sebelah kiri jalan untuk berhenti dan mencari tempat untuk berteduh, alhasil jalanan sore ini menjadi macet dalam sekejap saja. Klakson mobil dan bus kota sangat berisik sekali mewarnai suasana kota yang diguyur hujan, dipayungi dengan awan gelap yang tersenyum bahagia di langit sana.

“ Ciiittttttt……Brakkkk…!!”

Sebuah sepeda motor tersungkur cepat di depan sana tanpa ampun, sebuah mobil sedan keluaran terbaru telah berhasil meredam kecepatan pengendaranya di perempatan yang terbilang cukup rawan kecelakaan itu. Pemandangan sore itu sangatlah mengharukan, dimana pengendara motor dan penumpangnya harus mengalami cidera yang tidak ringan, dan untungnya saja pengemudi mobil sedan itu masih memiliki belas kasihan dan rasa tanggung jawab, membawa kedua korban segera ke Rumah sakit. Jalanan menjadi tambah macet dan sudah pasti peristiwa itu menjadi tontonan banyak orang yang sore ini sedang berteduh.

“ Buruan donk Fur…cari tempat neduh, udah basah nih…!”

“ Iya..iya..ini juga mau cari tempat. Heran dech cewek bawel amat.”

“ Apa tadi loe bilang ? cowok juga ribet. Huhhh…basah banget nih baju gue. Ngebut keq biar cepat !”

“ Udahlah…cengeng banget dech loe...”

“ Alhamdulillah…akhirnya, kita bisa sampai juga.”

“ Belum sampailah di tempat tujuan, ini khan baru setengah perjalanan, gimana sih loe..? jadi tulalit ya gara – gara hujan…?”

“ iyya…! sumpah, gue mati gaya Fur kalo kena hujan. Bawaannya ribet.”

“ Ya udahlah sana…mojok noh di tiang halte, jangan dekat – dekat cowok, tar digodain…gue yang ribet.”

“ Jiahhh…siapa yang mau godain gue..? yang ada juga godain loe kali tuch…!”

“ Yee…emang gue cowok apaan..? loe khan cewek, gimana sih ? cewek aneh loe.”

Furqon segera memarkir sepeda motornya dengan cekatan di pinggir halte. Eka segera mencari tempat yang aman di pojok halte. Sementara angin terus bertiup kencang dan hujan pun belum mau menghentikan siramannya yang benar – benar lebat.

“ Dingin banget Fur.., kaos, celana jeans gue basah, tas gue juga, hikss…,” Eka berdiri di samping Furqon.

“ Cuekin lah Ka…berdoa aja, hujan segera reda, kita lanjut lagi.”
Furqon menyalakan sebatang rokok dengan korek api gasnya di depan wajah Eka.

“ Yee..mau bakar muka gue ya. Iseng banget loe.”

“ Biar muka loe anget…dan loe gak bawel, hahahha….,”

Eka cuma cemberut. Semua orang yang ada di halte itu tak ada satupun yang memperhatikan tingkah mereka berdua. Semua asyik dengan kesibukan masing – masing, ada yang makan, merenung, membaca koran dan berbicara. Bahkan ada juga yang bernyanyi, iya…pengamen ibukota yang ikutan berteduh juga.

“ Gue pengen pipis dech Fur…!”

“ Astagfirullah…, ribet banget bawa cewek kayak loe, Ka.”

“ Ehhh…gak jadi dech.., gitu aja bete.”

“ Bukan bete, gue bingung mau ke toilet mana. Jangan sensi gitu lah.”

“ Makin gede hujannya Fur.” Eka menyeka wajahnya yang basah oleh cipratan air hujan dari atas halte. Bocor ternyata atap halte.

“ Iyya..kenapa lagi ? loe laper ? noh beli bakpau…somay keq.”

“ Ogah ahhh…sambil berdiri gitu makannya?” tapi iyya juga nih, gue laper.”

“ Hiyy…gak ada indah – indahnya loe, Ka, makan sambil berdiri.”

Eka terdiam. Matanya menjelajah kesana kemari, entah apa yang dicarinya. Lalu Eka mengeluarkan air mineral dari dalam tas ranselnya. Diteguknya, tanpa menawarkan Furqon.

Furqon cuma melirik saja. Eka tersenyum kecil. Puas sepertinya meledek Furqon.

“ Loe bawa minum cuma satu ?” tanya Furqon.

“ Iyya, kenapa ? beli aja sana kalau haus. Ogah ya minum sebotol berdua sama loe.”

“ Yee…siapa juga yang mau minta air loe, gue beli ntar. Loe masih dingin, Ka ?”

“ Masih. Kenapa ?”

“ Gak apa – apa. Sini deketan berdirinya. Tar loe disenggol orang, ngambek lagi.”

“ Basi loe. Bilang aja pengen deket gue. Eh..kita kesana yukk..yang agak enggak banyak kena cipratan air hujan. Gue udah menggigil kedinginan nih.” Eka menarik kaos Furqon yang udah basah, begitupun sweater Furqon.

“ Hahahay..baju satu, basah di badan nih…,” teriak Eka.

“ Jiahh…kayak loe gak aja. Mau kemana sih kita pindah – pindah ? udahlah disini aja. Gue nyaman disini.” sahut Furqon.

“ Kesitu aja…lihat tuch…bocor atapnya. Tambah basah Fur, kasian dikit keq sama gue…,” Eka merajuk. Furqon akhirnya mengalah. Beranjak dari tempatnya berdiri, melangkah menuju ke tengah – tengah kerumunan orang. Saking semangatnya, Furqon berjalan menyenggol bahu seorang laki – laki muda seumuran dengannya. Upss…..!! gawat, bisa panjang urusan nih…, gumam Furqon.

Lho koq…?? Laki – laki muda itu hanya diam saja. Tak ada respon apa – apa ke Furqon. Furqon bingung. Begitupun Eka.

“ Maaf ya Bang…tak sengaja saya.” ucap Furqon kepada laki – laki muda yang berperawakan tinggi besar itu.

Laki – laki itu hanya diam saja memandangi wajah Furqon. Kosong tatapannya. Seperti sedang melamun.

“ Fur…koq dia gak marah ya ? terus kenapa juga dia gak sahutin loe ya ?”

“ Gak tau deh Ka. Aneh memang. Gue ngomong, tapi gak bereaksi. Mungkin dia udah maafin gue kali.”

“ Ka…lihat tuh..siapa yang datang.” Furqon menunjuk ke arah pinggir halte. Tempat Furqon memarkir sepeda motornya.

“ Aris…??? Ngapain dia disini ?” Eka terperanjat.

Furqon menjauh dari samping Eka. Membuat jarak.

“ Norak loe, tetap disini aja. Dekat gue. Gak ada yang perlu dibahas sama dia soal keberadaan kita disini.” Eka memberi ultimatum.

“ Gak enak rasanya. Nanti salah paham dia. Bisa fitnah gue, Ka.”

“ Apa yang dia lihat sore ini gak sebanding dengan apa yang telah dia perbuat sama gue, Fur.”

Ais berjalan menuju halte, tanpa memperhatikan keberadaan Eka dan Furqon di tempat itu. Memilih tempat di sudut halte. Lalu mengeluarkan ponsel dari saku celananya.

“ Gue tunggu di halte yang gue sms ke loe. Pesanan loe udah siap. Gue gak mau menunggu lama.” Aris berbicara singkat, entah dengan siapa.

Eka dan Furqon hanya mengawasi gerak- gerik Aris.

“ Tumben…air mata loe gak tumpah lihat wajah dia ? di kampus nyebut nama dia aja, air mata luber terus. Hehhehe…., “ Furqon meledek Eka.

“ Udah kering sekarang, mata airnya.” sahut Eka.

Hanya 5 menit Aris menunggu. Seorang laki – laki berumur kurang lebih 35 tahunan menghampirinya. Seperti turun dari langit. Tidak diketahui dari mana datangnya. Mereka bersalaman, dan laki – laki berkulit gelap itu menyerahkan sebuah kantong plastik hitam dan Ais memberikan sebuah kantong plastik berwarna hitam pula. Mereka bersalaman kembali. Lalu tanpa banyak bicara mereka berdua pergi meninggalkan halte ke arah yang berlawanan.

Eka hanya memperhatikan kepergian Ais yang samar – samar menghilang dari pandangannya. Furqon menatap lekat wajah gadis manis di sampingnya.

“ Paham loe profesi baru dia sekarang ?” tanya Furqon.

“ Sangat. Keputusan gue benar mengakhiri hubungan dengan dia. Dugaan gue yang salah.” Jawab Eka.

“ Gak salahlah Ka. Loe menduga dia mendua dengan cewek lain khan..? padahal dia mendua dengan psikotropika. Sama saja khan topiknya tetap mendua. Sama – sama nelangsa hati loe. Maaf…bila gue keterlaluan memvonis.”

“ Enggak sama sekali. Makasih pernah menyuruh gue berfikir rasional kala itu.”

“ Yupz…tetap Furqon sebagai teman yang independen donk….”

“ Beuhhh…gaya loe tuh ya…!” Eka tersenyum simpul.

Hujan telah mengguyur selama hampir 1 jam lamanya. Suasana menjadi tambah dingin. Angin bertiup kencang, dan langitpun menjadi tambah gelap. Awet banget hujan malam ini. Tak ada satu orang pun yang beranjak meninggalkan halte itu. Mereka masih setia menunggu hujan reda, walaupun kaki mereka pegal dan pakaian mereka telah basah diterpa air hujan.

Seorang gadis manis berambut panjang di pojok sana tiba – tiba menangis terisak – isak sambil memegangi ponsel di telinganya.

“ Aku gak bisa seperti ini terus - menerus, maafkan aku…aku harus memilih jalan ini. Aku udah bulat tekad. Iyya…aku pasti baik – baik saja. Aku yang membuat pilihan untuk diriku sendiri. Karena aku ingin yang terbaik buat hidupku. Lupakan aku…aku masih punya banyak waktu untuk memulai hidupku yang baru. Iyya…aku pasti bisa tanpa kamu. Aku akan belajar bisa. Maafkan aku…pergi dengan cara seperti ini. Aku mencintai laki – laki lain yang seusia denganku.”

Furqon dan Eka sekali lagi melihat kejadian yang sangat mencengangkan matanya. Gadis manis itu baru saja dikenal Furqon…mahasiswi Tehnik Sipil semester 4 dikampusnya. Furqon mengenalnya pun tanpa sengaja karena gadis itu satu kelas dengan sobat baiknya.

“ Fur…sana samperin tuh Diana….dia mungkin butuh tempat buat menyelesaikan masalahnya !”

“ Biar aja dia menyelesaikan masalahnya sendiri. Gue gak mau ikut campur. Biar belajar dewasa dia.” Furqon mengeluarkan bungkus rokok dari dalam saku celananya. Dinyalakan sebatang. Lalu dihisap dan dikepulkan asapnya perlahan.

“ Grogi loe lihat dia..? udahlah Fur..dari tadi koq merokok terus, berhenti dulu keq.” Eka mengingatkan Furqon.

“ Pulang Yukk…!” Eka mencubit lengan Furqon. Furqon hanya melirik sesaat.

“ Masih hujan Eka…nanti loe sakit dan pastinya kita berdua basah kuyup.”

“ Emang udah basah khan Fur…pulang yukk…? kita gak usah jenguk Fitria deh, next time aja. Gue udah pegel Fur…berdiri disini.”

Tiba – tiba saja sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam metalik berhenti didepan halte itu. Dari dalam mobil keluar seorang laki – laki gagah, eksekutif muda, penampilannya sangat rapi dan tubuhnya pun harum semerbak. Laki – laki itu menghampiri gadis manis bernama Riana yang masih terisak – isak di sudut halte.

“ Ayoo…ikut aku. Gak usah macam – macam, kembali ke Apartemen kamu. Tak ada yang perlu di ubah. Kamu tetap bersamaku. Ini Kota besar. Jangan sampai kamu membuat keputusan yang salah.” Laki – laki itu lebih pantas dipanggil Ayah atau Om oleh Riana. Tapi, sepertinya laki – laki itu bukanlah Ayah atau Om untuk Riana. Dari cara laki – laki itu berbicara dan bersikap pada Riana, orang lain bisa mendapatkan jawabannya. Semua orang yang ada di halte itu hanya menonton saja. Tanpa banyak kata.

“ Fur…kenapa diam aja ? gak mau nolongin Diana ?” Eka mengguncangkan tubuh Furqon.

“ Bukan tidak mau menolong dia…dia yang telah membuatkan masalah untuk hidupnya sendiri, biarlah dia selesaikan sendiri. Kecuali dia datang ke gue untuk meminta pertolongan. Itupun cuma sumbang saran. Mengerti khan ?.”

Furqon membuang rokoknya ke bawah. Diinjaknya dengan kakinya untuk mematikan api rokok itu.

“ Permintaan loe gue kabulkan…ayooo kita pulang, gue anter loe sampe rumah. Tapi, gue gak bisa mampir ya, langsung cabut lagi. Udah ngantuk berat nih.”

“ Wahh..makasih banget Fur…kebetulan hujan udah mulai reda.” Eka mengikuti langkah Furqon dari belakang. Furqon menyalakan starter motornya dan Eka naik ke atas motor Furqon.

“ Pegangan donk Ka. Tar jatuh gue gak tanggung ya.” Furqon menggoda Eka.

“ Halah…tadi juga gak pegangan koq. Kenapa sekarang harus pegangan sama loe ?” Eka mencubit bahu Furqon. Lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Furqon.

“ Yuhuyy….asyik juga negosiasi dengan Eka. Mantab deh malam ini.” Furqon tersenyum – senyum kegirangan.

***************

“ Alhamdulillah…akhirnya kamu siuman juga sayang.” Ibunda Eka mencium pipi Eka lembut.

Eka membuka kedua matanya perlahan. Lalu melihat sekeliling. Ada yang dicarinya.

“ Cari Furqon ya…?” tanya Ibunda Eka.

Eka mengangguk.

“ Furqon gak apa – apa sayang, hanya luka di kaki dan tangannya saja sedikit. Furqon juga sama seperti kamu, koma selama 1 jam lebih. 10 menit lalu Furqon udah siuman.

“ Eka kenapa disini, Bunda ?” tanya Eka bingung.

“ Kamu boncengan motor sama Furqon dari kampus, mau jenguk Fitria ke Rumah Sakit ini. Eh…diperempatan dekat Halte busway, Furqon menabrak mobil sedan mewah milik seorang pengusaha yang memang membawa kendaraan dengan kecepatan yang tinggi. Pengusaha itu membawa kalian berdua ke sini.

“ Sekarang bapak itu mana, Bunda ?” tanya Eka sambil meringis menahan sakit.

“ Katanya ada urusan sebentar, mau jemput putrinya yang kabur dari Apartemen, dan sekarang ada di halte tempat kalian kecelakaan. Sebentar lagi dia pasti kesini untuk memastikan keadaan kalian baik – baik saja. Memangnya kamu kenal dengan Bapak itu ?” Bunda mengusap kening Eka.

“ Owhhh…tidak Bunda. Tidak kenal.” Eka tersenyum kecil.

Ibunda Eka menjadi bingung melihat sikap putrinya yang baru saja siuman dari koma, tadi pun saat Furqon siuman, menanyakan Eka dan bapak pengusaha itu. Setelah diberi tahu, Furqon pun tersenyum kecil tidak beda dengan Eka.


****** TAMAT ******


Tangerang, 5 Juli 2010

Rindu Semalam...

Ku kenal tempat ini,
dimasa kecilku,
tertidur lelap dalam dekapanmu, dalam damai...dalam bahagia.
Yang kurasa hanya itu.

Kurasakan tempat ini,
tak ada kesakitan, tak ada rintihan kepiluan.
Tak ada kesedihan, hanya ada ketenangan hati.

Jendela yg terbuka lebar, pintu kamar yg terbuka membiarkan aku terlelap diranjang besi yg telah tua dan usang.
Tak ada yg bersuara sedikitpun, apalagi mendengkur,

Kemana pemilik rumah ini? Aku tak menemukannya, aku rindu dengan wajahnya, dengan sosoknya.
Ku terjaga dan berlari kesekeliling mencarinya, tak ada siapapun.

Aku rindu sekali,
ingin bertemu dan mencium tangan serta kedua pipinya, memainkan rambutnya yg panjang sepinggang dan tlah memutih, berbalut kebaya kembang berwarna hijau dan kain selutut.

Kukirimkan Al-Fatihah saja untukmu...semoga rinduku tersampaikan dengan indahnya padamu.
Aku benar-benar rindu.

" For my grandmother, love u n miss u"


GiezTofa on 100610

Sabtu, 22 Mei 2010

Ar - Rahmaan.....Ar - Rahiim.....


Tidak perlu meminta,
Dia pasti memberi,

Tidak usah mengeluh,
Dia pasti sudah mendengar keluhan,

Tidak perlu meratap-ratap diberi kemudahan,
Dia pasti bermurah hati menghadirkan itu,

Tak usah memohon untuk disayang dan dicintai,
Dia pasti tlah melakukan itu stiap saat.

Pantaskah kita hanya menerima uluran dan pemberian dari Dia tanpa mengucapkan sedikit rasa terima kasih walaupun hanya 5 kali dalam sehari ?

Bukankah itu jumlah yang sangat sedikit sekali buat kita, bila dibandingkan jutaan lebih nikmat yang tlah Dia limpahkan stiap detiknya untuk kita.

Kepada siapa kita akan Tunduk dan Patuh bila bukan kepada Dia,
satu-satunya Pemilik Hidup dan Mati kita ?

Karena Hanya Dialah tempat kita berawal dan kita kembali untuk menghadap-Nya dengan sgala perhitungan yang seadil-adilnya...



" GiezTofa 190510 "

Teduh.....


 Berjalan menyusuri pantai....dengan ombak yang tenang,

Ku hentikan langkah.

Lihatlah aku berada disini, padahal beberapa menit lalu baru saja ku menyapa sahabat - sahabat terbaikku.

Hanya memandang jauh ke depan, menatap takjub pada kemegahan malam ini.

Udara yang dingin tak ku hiraukan, ku bentangkan sajadah hijauku...di atas pasir - pasir pantai.

Lihatlah, hanya aku saja disini.
Tak ada siapapun.

Diatas sajadah, aku duduk bersila...mengagungkan Nama-Mu Ya Rabb...
Nama-nama indah-Mu...
Diiringi irama deburan ombak pantai yang bergemuruh, bisik angin yang berhembus kencang...
Menatap luasnya ciptaan-Mu dan cerahnya lazuardi yang memayungi...

Teduh rasanya disini...
Nyaman rasanya berada disini...
Dan damai di hati saat tak ada seorangpun yang mengganggu saat aku bersama-Mu...

Memuja dan Menemui-Mu kapan saja dan dimana saja, dalam keramaian, dalam keheningan...

Aku ingin tetap Mencintai-Mu selama - lamanya...seberapapun sulitnya aku untuk berada disisi-Mu...


" GiezTofa 210510 "

Saat Bu Direktur Jadi Pembantu

Saat Bu Direktur Jadi Pembantu

Sedekah dengan Uang Terakhir (Kisah Nyata)

Sedekah dengan Uang Terakhir (Kisah Nyata)

Rabu, 19 Mei 2010

Ikhlas


Ku menundukkan wajah dipenghujung asharku tadi sore,

Terdiam...meredam getaran perasaan yang paling dalam, hingga tak nampak lagi,
Hening menyergap.

Aku terhempas dalam ruang yang luas,
bersimpuh...hanya aku dan dia disana,
berhadapan dengan yang selama ini kurindukan,
saat duka menghampiri dan saat bahagia mendekapku.

Dia hanya mendengarkan kalimat demi kalimat pujian yang kulontarkan hanya untuk-Nya. Aku katakan pada-Nya semua yang terdesak di hati ini...
Aku rindu Engkau.
Aku ingin dekat dengan Engkau, lebih dekat lagi.

Kupersembahkan ucap terima kasih, tlah menganugerahiku segalanya sepanjang hidupku, sehat, rizki, kebaikan dan kehormatan.

Penat, sesak, musibah, ujian yang pernah Engkau kirimkan hanyalah supaya aku menjadi dekat dengan-Mu, supaya aku tak berpaling dari-Mu.
Aku terisak lalu...,

Teringat jauh dibelakang sering melalaikan Perintah-Mu.
Masih terdampar ditangisan,
mendapati diri dibimbing menuju Cahaya-Mu...mendapati diri-Mu yang Maha Suci, Maha Besar, Maha Penyayang, dan tak pernah berpaling dariku, walau kadang ku datang saat mata membengkak hanya untuk menumpahkan sesak dan tangis dipenghujung sujud.

Ku Ikhlaskan pada-Mu setiap episode hidup ini hanya tuk tetap bersama-Mu, sampai desahan nafas dan hati ini berhenti menyebut nama-Mu...


" GiezTofa On 180510 "


Sabtu, 01 Mei 2010

Maafkan Aku, Bukan Jodohmu...


“ Memangnya apa sih yang mau kamu bicarakan sama aku, sayang…?” Arya menggeser tubuhnya menjadi dekat dengan Ayyu. Ayyu terdiam…menundukkan wajahnya yang manis. Arya menunggu jawaban Ayyu dalam hitungan detik, mulai menghitung di dalam hati.

“ Kamu benar – benar sayang sama aku, Arya…?” Ayyu membuka suara.

“ Sangat, Ayyu.” Arya menjawab lugas. Ayyu tersenyum kecut.

“ Kenapa…? Tidak yakin dengan kesungguhan perasaanku…? Tidak yakin juga dengan keseriusanku untuk menjadikan kamu isteriku ? aku harus melakukan apa lagi sayang...hingga kamu benar – benar yakin bahwa aku menyayangi kamu ?” Arya menatap wajah Ayyu. Dipegangnya bahu Ayyu. Ayyu menjadi grogi, dilepaskannya tangan Arya perlahan.

“ Bukannya aku ragu dengan kamu. Tapi…apakah kamu yakin kamu bisa membahagiakan aku kelak ? baru kali ini aku begitu dicintai dengan sangat oleh seorang laki – laki, sebelumnya aku telah mendapatkan kecewa dari laki – laki yang aku cintai, Arya.”

“ Justru itulah sayang…Tuhan telah mengganti ketabahanmu dengan hadirnya aku, hhehehe…jadi narsis gini yach aku sayang. Sudahlah…gak usah mikir yang macam – macam yach…, kita jalani saja rencana kita ke depan nanti. Percayalah, aku akan berusaha memberikan yang terbaik untuk kamu dengan segenap cinta dan sayangku padamu. Semua yang aku butuh ada di diri kamu, sayang…aku hanya berharap dan berdoa pada Tuhan, bahwa kamu adalah jodohku sampai aku mati.” Arya mengelus rambut Ayyu lembut.

Ayyu tersenyum bahagia. Dipeluknya Arya kuat – kuat. Ya…Tuhan, begitu besar pemberian-Mu yang tiada terkira ini. Jagalah Arya untuk tetap menjadi milikku, dan kabulkanlah permohonannya barusan…berjodoh denganku sampai ajal menjemputnya. Ayyu mengamini permintaan hatinya. Disaat yang bersamaan, Arya mengamini ucapannya pada calon isterinya tadi.

**********

Tiba – tiba dering telepon sore ini di kantor Ayyu membuyarkan konsentrasi Ayyu. Mamanya memberi sebuah berita pada Ayyu. Ayyu menjadi histeris. Dudul yang sedari tadi berada di samping Ayyu, menjadi kaget setengah mati.

“ Bukannnnn…..! bukann Arya, Mama….! Mama salah….Mama salahhh….” Ayyu menangis sekencang – kencangnya, sangat histeris. Seisi ruangan itu menjadi terkejut mendengar tangisan Ayyu. Semua rekan Ayyu berkumpul, mencari tahu gerangan yang terjadi dengan Ayyu. Dudul memapah tubuh Ayyu yang tiba – tiba menjadi lemas. Terjatuh lunglai. Dudul langsung membopong tubuh Ayyu dan meletakkannya di atas sofa di sudut ruangan kantornya.

“ Ayoo…yang lain bubar ! Hilman…tolong ambil mobil gue di basement, tunggu gue di Lobby, antar Ayyu pulang ke rumah. Dhyta…dan Nisa buruan hubungi Mama Ayyu, tolong tanyakan apa yang terjadi hari ini ? segera yach…jangan pakai lama.”

Dudul segera ambil tindakan cepat. Hilman berlari keluar ruangan menuju basement, sedangkan Dhyta dan Nisa bergantian menghubungi kediaman Ayyu. Tak ada yang menjawab telepon di rumahnya. Dhyta segera menghubungi ponsel Arya. Tidak aktif sama sekali ! Nisa tidak kehabisan akal, langsung menghubungi rumah Arya. Tak ada satupun yang menjawab dering telepon disana. Nisa mencobanya kembali, berharap, pembantu Arya ada di rumah.

“ Ya..Mba…aku teman kantornya Mas Arya. Dimana Mas Arya sekarang berada ?” Nisa bertanya pada pembantu Arya.

“ Di Rumah Sakit neng. Tidak jauh dari kantor Mas Arya. Buruan yach neng kesana...” Mba Sumi mengakhiri pembicaraannya di telepon.

Dhyta dan Nisa segera menghambur keluar ruangan menuju Rumah Sakit yang diberitahu Mba Sumi, bersama Dudul, Hilman dan Ayyu yang masih tak sadarkan diri.

**********


Di lorong dekat ruang Unit Gawat Darurat, terlihat Mama Ayyu menangis, begitu juga dengan Mama Arya dan Papanya. Hanya Alisha dan Papa Ayyu yang tetap tenang duduk di kursi tunggu. Kedatangan Dudul, Hilman, Dhyta, Nisa dan Ayyu membuat suasana tambah tegang. Ayyu yang berjalan lunglai dipapah Dhyta dan Nisa.

Ayyu menghambur memeluk Mamanya. Matanya telah sembab. Mama Ayyu memeluk Ayyu, menciumi Ayyu dengan isak tangis.

“ Sabar yach sayang…jangan keluarkan air matamu nanti di depan Arya. Ikhlaskanlah yang terjadi hari ini sayang…berdoalah semoga Arya selamat, yach sayang…,” Mama Ayyu masih memeluk Ayyu.

“ Ayyu gak bisa seperti itu, Mama…Ayyu gak mau kehilangan Arya, Ayyu sayang sama Arya, Mama…! Ya Tuhan…jangan pisahkan aku dengan Arya…aku sayang banget sama Arya, Tuhan…apapun yang terjadi dengan Arya, Ayyu janji mau nerima Arya…tapi berikan keselamatan untuk Arya, berikanlah Tuhan…berikanlah itu pada kuu….,” Ayyu terisak – isak di pelukan Mamanya. Mama Arya yang melihat kejadian itu, sungguh tak tega. Ia hanya menangis, menundukkan wajahnya. Entah berapa banyak airmata yang sudah tumpah sedari tadi di wajahnya. Papa Arya hanya dapat mengelus – elus bahu Mama Arya, menenangkan hatinya.

Dokter jaga dari Ruangan Gawat Darurat keluar.

“ Maaf…Siapakah diantara kalian yang bernama Ayyu ?” Dokter yang menangani Arya bertanya pada yang hadir di sana.

“ Aku…Dokter.” Ayyu mengacungkan telapak tangannya.

“ Mari ikut saya, Arya mau bertemu anda.” Ayyu mengikuti langkah Dokter Mario kedalam, tempat dimana Arya terbaring.

Ayyu tak kuasa menahan kesedihannya. Dihampirinya calon suaminya, Arya Kusuma yang sedang dalam keadaan tergolek tak berdaya di tempat tidur. Seluruh tubuhnya penuh luka, kaki, tangan dan wajahnya.

“ Arya…aku disini sayang…,” Ayyu menyapa Arya.

Arya menolehkan wajahnya ke arah suara Ayyu. Mata Arya terbalut perban. Begitu juga dengan kedua kakinya. Keadaannya sangat mengenaskan sekali. Air mata Ayyu tak henti – hentinya menitik satu demi satu di pipinya. Calon suaminya yang akan menikah dengannya 3 minggu lagi, kini tak jelas kondisinya, antara hidup dan mati.

Ayyu menarik kursi didekatnya, lalu duduk menghadap wajah Arya. Diciumnya tangan Arya penuh kelembutan. Diusapnya kening Arya. Arya hanya terdiam. Kedua matanya terbalut perban. Bibir Arya pun tak bisa di gerakkan. Arya seperti mayat hidup, hanya terlentang dan tak berekspresi. Ayyu menjadi sangat terharu melihat kondisi Arya seperti itu.

“ Arya sayang…dengarkan aku, ku akan menemani kamu sampai kamu sembuh. Tak usah pikirkan rencana pernikahan kita. Kesembuhan kamu adalah yang utama buat aku. Tak ada kebahagiaan yang aku rengkuh selain melihat kamu sehat seperti sedia kala, sayang…aku rela menghabiskan waktuku, hanya demi kesembuhanmu, asalkan bisa bersamamu disampingmu, Arya…..,” Ayyu menciumi tangan Arya sekali lagi. Airmatanya terus berjatuhan, tak kuasa Ayyu menahan tangis dan sesak.

Arya tak bisa bicara, tangannya hanya bergerak – gerak seperti hendak memegang sesuatu. Dokter mengambilkan pulpen dan selembar kertas, diletakkannya di atas tempat tidur, persis di dekat tangan Arya. Ayyu hanya memperhatikan gerakan tangan Arya yang mulai menuliskan kata demi kata. Setelah menunggu lama, Dokter Mario memberikan kertas itu pada Ayyu. Ayyu mengambilnya dengan hati – hati.

“ Maafkan aku…tlah buat kamu menangis. Aku tidak tahan melihat kamu menderita. Pergilah sayang…jauhi aku. Aku rela..sayang….!” tulisan tangan Arya membuat jantung Ayyu berhenti mendadak. Airmatanya terus berjatuhan…banyak…dan lebih banyak, kepala Ayyu menjadi pusing…pandangannya menjadi buram…gelap…dan Brakkk….!! Ayyu terjatuh dari kursinya.

**********

“ Kenapa Ayyu…? Ayoo...buruan dech…kasian Dhyta harus nunggu kita lama.”
Suara lembut Dudul membuyarkan lamunan Ayyu, yang masih memegang album foto kenangan bersama Arya dan rekan kerjanya di kantor dulu. Kini Ayyu tidak lagi bekerja di kantor, ia telah membuka usaha bersama Dudul di bidang Event Organizer, dan menjadi rekanan bisnis perusahaannya yang dulu.

“ Dul…aku harus pergi yach…? rasanya berat dech.” Ayyu menutup album kenangan itu, dan diletakkan kembali di atas rak buku.

“ Kenapa berat Ayyu…? ada apa memangnya…? Ya udah…sini duduk dekat aku, cerita dulu…keluarin unek – unek kamu, setelah selesai baru kita berangkat ke rumah Dhyta…,” Dudul mengajak Ayyu duduk di sampingnya.

“ Maafin aku yach Dul…tapi rasanya berat harus menyaksikan Dhyta di hari bahagianya, bukan karena aku iri dengan Dhyta…tapi, aku jadi teringat kembali dengan Arya. Aku tak bisa melupakan dia, Dul. Dua tahun telah berlalu, Arya tak pernah membalas suratku setelah kecelakaan yang menimpa dirinya. Aku tak pernah tahu bagaimana kabar dia sekarang, mama dan papanya pun selalu mengatakan Arya sedang dalam pengobatan di Singapura. Aku ingin sekali ketemu dengan Arya, Dul…aku rindu sama dia. Aku tidak mengerti dengan Mama dan Papa ku juga, yang tidak mengizinkan lagi aku membicarakan Arya. Kenapa Dul..? aku cinta Dul sama dia…! Sangat cinta. Kenapa Arya harus membiarkan aku menderita seperti ini…? Apa salahku Dul…? apa Dul…?” Ayyu memukul – mukulkan tangannya ke dada Dudul. Dudul hanya diam. Seribu bahasa. Lalu ditatapnya wajah Ayyu lekat – lekat.

“ Sebesar apa cintamu sama Arya ?” tanya Dudul.

“ Apapun akan aku lakukan untuk dia, asal aku bisa bersamanya. Aku tak peduli dengan keadaannya, seburuk apapun.” Mata Ayyu mulai berkaca – kaca. Memendam rindu dan kesedihan yang tak terbendung.

“ Masihkah kamu menginginkan untuk bersamanya Ayyu, sedangkan Arya tidak pernah punya kepercayaan diri bahwa dia bisa membahagiakan kamu ? masih terlintas di pikiran kamu bahwa Arya sekarang juga masih memiliki cinta yang sama dengan kamu ?” Dudul memegang bahu Ayyu. Air mata Ayyu akhirnya meluap juga. Tumpah karena ucapan Dudul yang sangat mengejutkan hatinya.

“ Maksudmu…Dul ?” tanya Ayyu.

“ Berhentilah menangis…wajah cantikmu menjadi hilang karena air mata mu itu…ayoo…tersenyumlah untuk Dhyta, sobat terbaikmu. Okay cantik…?”

Ayyu tersenyum juga. Cuma Dudul yang bisa bikin hatinya hangat dan nyaman sejak kepergian Arya dari hidupnya yang tiba – tiba, dan cuma Dudul juga yang bisa mengerti semuanya tentang Ayyu sebelum Ayyu bertemu dengan Arya. Lalu kenapa Ayyu tetap memilih Arya ?. Entahlah, mungkin begitulah jalan hidup manusia, tak bisa diterka. Dan sudah menjadi urusan Tuhan.

**********


Acara ijab Kabul yang berlangsung khidmat pagi ini antara mempelai wanita Dhyta dan mempelai laki – laki Hilman telah berjalan dengan mulus, Rekan – rekan kerja Dhyta, sahabat, keluarga dan handai taulan yang menyaksikan acara sakral yang terindah sepanjang hidup Dhyta dan Hilman, memberikan ucapan selamat kepada mereka berdua. Disanapun hadir pula Nisa dan Dokter Mario yang tak lama lagi juga akan menyusul kebahagiaan Dhyta dan Hilman. Tinggal Dudul dan Ayyu yang entah kapan akan mengakhiri masa lajang mereka.

“ Ayyu…makasih yach….udah siapin ini semua buat aku dan suamiku, Hilman, tanpa kamu dan Dudul, kita bukan apa – apa hari ini.” Dhyta memeluk Ayyu dan menciumi kedua pipi Ayyu. Hilman berjabatan tangan dengan Dudul. Mengucapkan terima kasih atas bantuan Dudul yang sudah mempersiapkan acara yang teristimewa ini.

“ Yach…Dhyta…sama – sama. Senang bisa bekerja sama dengan kamu dan suamimu.” sahut Ayyu.

“ Kapan kamu menyusul kita ? Dudul udah siap tuch…mendampingi kamu, Yu.” Dhyta menggoda Ayyu. Ayyu cuma tersenyum simpul. Mencubit lengan Dhyta.

“ Jangan Dhyt…jangan godain Ayyu kayak gitu, kalo dia ngambek ntar aku yang susah baikinnya, hhehhe…maaf yach Yu…!” Dudul ikutan bicara.

“ Emangnya kamu mau nungguin aku sampai berapa lama ?” tanya Ayyu spontan pada Dudul.

“ Hhhehhe….ngapain ditanyain, neng…? Selama ini juga gue udah nungguin neng…neng aja yang gak sadar – sadar di tungguin, hahhaha…upss…!! sowry kalo gue keterlaluan. Maaf yach…Yu.” Dudul mencubit lengan Ayyu, tapi wajah Dudul menjadi merah. Malu, dan takut Ayyu marah. Dhyta dan Hilman yang mendengar guyonan Dudul menjadi tertawa terbahak – bahak.

“ Gak Dul…aku gak marah sama kamu, kita bergabung yuk sama teman – teman yang lain, tuch disana…! Dhyta, Hilman…aku tinggal dulu yach, “ Ayyu menggandeng Dudul ke luar ruangan. Sepertinya ada sesuatu yang hendak Ayyu bicarakan dengan Dudul.

“ Gak lucu tau…!” Ayyu memulai percakapan di pelataran parkir rumah Dhyta yang sangat luas itu, jauh dari keramaian orang – orang yang sibuk mondar mandir menyambut tamu – tamu yang datang.

“ Emangnya kenapa ? gak suka aku ledekin kayak gitu… ? “ Dudul menatap mata Ayyu tajam. Ayyu menganggukkan kepala.

“ Karena masih sayang sama Arya yach…jadi tidak mau membuka hati sama siapapun ? sama seperti kejadian kamu patah hati dengan Pranata dulu ? hatinya ditutup rapat – rapat. Terus pas Arya datang dengan segudang cinta dan perhatian, baru mau buka hati…dan jatuh cinta, setelah jatuh cinta lalu sekarang dikecewakan, masih juga menutup hati dengan siapapun ? hebat banget kamu Yu…hebat!” Dudul lalu pergi meninggalkan Ayyu sendirian. Ayyu mengejarnya dari belakang. Ditariknya lengan Dudul, Dudul menoleh. Lalu menghentikan langkahnya seketika.

“ Kenapa, Ayyu yang cantik ? ada yang salah dengan ucapan aku ? aku minta maaf yach sayang…,” Dudul mengulurkan tangannya.

“ Apa Dul…? ulangi lagi…yang kamu ucapin tadi…,” pinta Ayyu.

Dudul membuang nafas. Menahan kesal di hati. Harus bicara apa lagi sama Ayyu, agar gadis di hadapannya ini mengerti perasaannya. Gejolak cinta di hatinya yang sekian tahun dipendamnya, tapi tak berbalas. Bahkan di saat Arya tak mencintai Ayyu lagi pun, Dudul belum bisa mendapatkan hatinya Ayyu.

“ Mmmuachhh…!!” tiba – tiba Dudul mencium bibir Ayyu spontan. Ayyu terkejut. Walaupun tak ada yang melihat aksi Dudul barusan, namun wajah Ayyu telah berubah warna. Dudul hanya memperhatikan perubahan warna di wajah Ayyu. Menunggu reaksi Ayyu, marah, menamparnya atau tidak bereaksi apa – apa.

“ Plakkk…!” ternyata Ayyu menampar wajah Dudul juga. Lalu pergi meninggalkan Dudul. Dudul cuma tersenyum saja melihat kepergian Ayyu. Diusapnya pipinya, lumayan sakit, tapi tidak apa – apa. Ayyu pasti kembali lagi padanya. Begitu pikir Dudul.

“ Dudul…!” sebuah suara memanggil Dudul dari arah belakang.

Dudul menengok. Dan sangat terkejut ketika melihat seseorang yang telah memanggilnya. Arya Kusuma ! laki – laki yang pernah menjadi calon suami Ayyu.

“ Arya…?? Apa kabar sobat…? Koq bisa datang ke sini ?” Dudul memeluk tubuh Arya erat. Arya datang ditemani asisten pribadinya, Eddy.

“ Baik dan sehat, Dul. Tapi seperti inilah keadaan aku, tanpa kaki kanan dan tangan kiri.” Arya menyahut dan memperlihatkan kondisi tubuhnya.

“ Ya Tuhan…benar seperti yang diceritakan kedua orang tua kamu yach..?”

“ Ya beginilah aku sekarang, dua tahun aku menghilang ke Bandung, melupakan semuanya, melupakan calon isteriku juga. Sempat berobat ke Singapura, tapi hanya beberapa bulan saja, Papaku bisnisnya bangkrut, mama menjadi sakit – sakitan. Aku akhirnya tinggal di Bandung bersama Om dan Tanteku, bantuin usaha dia di bidang periklanan, lumayan hasilnya, aku bisa maksimalkan keahlianku, karena masih bisa menggambar dengan tangan kananku. Hilman yang menghubungiku via email, Dul…dia cerita banyak tentang kamu, tentang bisnis kamu juga. Hilman mengundangku untuk datang ke sini. Oh yach…mana isterimu Ayyu ?” Arya celingukan mencari sosok Ayyu.

“ Oh…iya…eh..Ayyu di dalam…sobat.” Dudul begitu gugup mendengar pertanyaan Arya barusan. Duhh… mau kasih penjelasan apa sama Arya ?.

“ Boleh antarkan aku Dul untuk menyampaikan permohonan maafku pada Ayyu ? itupun kalau kamu mengizinkan…, bila tidak tak apa. Aku cukup bertemu dengan Dhyta, Hilman dan rekan – rekan yang lain saja.” Arya memohon pada Dudul untuk dipertemukan dengan Ayyu, mantan kekasihnya.

Dudul akhirnya mengajak Arya masuk kedalam, menemui Dhyta dan Hilman terlebih dahulu, lalu mulai mencari Ayyu yang sedang berbincang dengan anak buahnya di tempat standing party.

“ Hai…Ayyu…! Apa kabar…?” Arya menyapa Ayyu. Ayyu terperangah melihat sosok laki – laki yang dikenalnya itu, telah berdiri di hadapan wajahnya.

“ Aryaaaa….??” Ayyu kaget setengah mati, hendak dipeluknya Arya, laki – laki yang masih terlihat tampan, gagah dan simpatik ini.

“ Maaf Ayyu…jangan peluk aku. Kamu sudah jadi milik Dudul sekarang.” ujar Arya.

“ Milik Dudul…? Maksud kamu apa Arya…? Dudul, ada apa ini…?” Ayyu berdiri mematung berhadapan dengan Arya, dilihatnya tangan dan kaki Arya yang tidak sempurna, Ayyu hanya terperangah saja, lalu berjongkok memastikan celana panjang yang dipakai Arya memang kosong, tak ada kaki kiri Arya disana, begitupun dengan tangan kiri Arya, dipegang Ayyu. Ayyu melakukan gerakan mundur selangkah. Bingung dengan apa yang telah dilihatnya di depan matanya.

“ Maafkan aku..Ayyu, aku pergi tanpa pamit padamu. Aku menyuruh Dudul untuk menikahi kamu…aku rela Dudul memperisteri kamu, karena aku sudah tahu Dudul juga sangat mencintai kamu sebelum kamu bertemu dengan aku, aku tahu itu semua dari Shasha. Aku tak bisa membahagiakan kamu dengan kondisi tubuhku yang seperti ini, aku takut mengecewakan kamu…Ayyu, aku menghilang 2 tahun hanya untuk memperbaiki rasa minder aku, sebagai orang cacat. Aku telah mengubur rasa sayang aku sama kamu 2 tahun lalu, aku sekarang ke sini hanya untuk meminta maaf atas kepengecutan aku padamu. Aku telah menyampaikan permohonan maafku pada kedua orang tuamu dan keluargamu, 2 tahun lalu tentang pengunduran diriku menjadi suamimu.” Arya mendekati Ayyu. Ayyu hanya bisa menangis demi mendengar pernyataan Arya.

“ Aku belum menjadi isteri Dudul, Aryaa…,” ujar Ayyu terisak – isak. Dudul hanya diam saja menyaksikan momen menyedihkan itu.

“ Dul…? kenapa kamu belum menikahi Ayyu..? kamu khan udah janji sama aku mau membahagiakan Ayyu..?” Arya bertanya pada Dudul. Dudul hanya menggaruk – garuk kepalanya yang tak gatal. Bingung, mau jawab apa. Biar saja Ayyu yang menjawab. Dudul ikhlas. Toh, Ayyu juga masih mencintai Arya. Sudah nasibnya kali, Dudul harus menjadi sahabat Ayyu seumur hidup. Tak bisa memiliki Ayyu.

Ayyu menahan tangisnya yang mau meledak karena mendengarkan semua penjelasan Arya hari ini, begitu pengecutnya dan tidak percaya dirinya laki – laki yang sangat dicintainya, yang setiap hari di rindukannya itu, hanya karena dia cacat fisik, bukan cacat kepribadian. Padahal, Ayyu tidak pernah melihat kesana, dimana kekurangan menjadi penghalang rasa cintanya pada Arya. Jadi buat apa lagi Ayyu harus mengatakan pada Arya sekarang bahwa ia masih mencintai laki – laki itu? Percuma sudah ! Bagaimana Arya bisa yakin membahagiakan Ayyu, sedang dengan dirinya sendiri saja Arya tidak yakin. Dan bodohnya, Ayyu telah mengacuhkan Dudul yang benar – benar mencintai Ayyu sedari dulu.

**********


“ Eitss…mau kemana sayang….? yang lain sudah pada tidur lho...” Dudul menarik lengan Ayyu yang hendak bangun dari tempat tidur, Ayyu menjadi terhempas di sisi Dudul.

“ Mau ambil air minum dulu…buat kamu, kalo nanti haus. Hhehehe…” Ayyu melepaskan tangan Dudul. Beranjak dari tempat tidur.

“ Gak usah sayang…nanti saja aku yang ambil ke dapur, kamu disini aja dulu.” Dudul menarik lagi lengan Ayyu. Ayyu tetap membandel, berjingkat dari tempat tidur.

Dudul mengikuti langkah Ayyu dari belakang, lalu Hap !! diangkatnya tubuh Ayyu, digendongnya gadis manis itu dengan penuh kemesraan hingga ke tempat tidur, dan di letakkan di atas tempat tidur perlahan – lahan. Ayyu bahagia banget dan dipejamkanlah matanya. Menanti yang akan dilakukan Dudul padanya dan Dudul pun sudah berada di atas tubuh Ayyu sekarang. Menatap wajah Ayyu lekat. Ayyu membuka matanya pelan – pelan. Menatap mata Dudul yang hangat dan penuh kasih sayang.

“ Kenapa loe Yu…? Takut sama gue yach..? hhehhe….ya udah kalo takut. Besok aja lagi. Its ok koq.” Dudul mencium kening Ayyu, penuh kehangatan. Ayyu menghembuskan nafasnya pelan – pelan. Menghilangkan rasa yang dibilang Dudul barusan.

“ Gue gak takut koq…cuma nervous aja. Hhhehehe…Maaf yach…khan belum pernah.” Ayyu mencium hidung Dudul.

“ Owhh…gitu yach..? ya udah kita mulai sekarang ajaaa yach sayang…?” Dudul sudah tidak sabar, langsung menciumi pipi Ayyu.

“ Ihhh…katanya besok gak apa – apa, Dul.” Ayyu merajuk.

“ Udahlah sayang…, kita khan bukan sahabat lagi malam ini…, gak ada tawar – menawar lagi yach sayang…! kamu udah jadi isteri aku, Ayyu yang cantik…,” Dudul mencium sekali lagi kening Ayyu. Ayyu tertawa – tawa melihat Dudul yang sudah tidak sabar malam ini. Dari pada Ayyu berubah pikiran lagi, akhirnya Dudul segera mematikan lampu utama di kamarnya, dan dinyalakan 2 buah lampu meja yang ada di sisi kiri dan kanan tempat tidur mereka.


---T A M A T---


Tangerang, 26 April 2010
At. 01.00 a.m

" Akhirnya selesai juga cerita ini, Alhamdulillah...., makasih wat Mas Mustofa yang udah jadi tempat share gue selama ini. "

Jumat, 23 April 2010

Notes Terindah....


Hingga pukul segini, masih termenung di depan laptop...
Banyak kisah yang mau kutuangkan..

Puluhan barisan paragraf pun belum memuaskan hatiku,

Entah kenapa, semuanya tiba - tiba terhenti, bukan buyar atau hilang. Tapi, ada sesuatu yang tak bisa diungkapkan...

Tak dapat digantikan dengan apapun,

Yach...sebuah rasa bahagia ! selepas mengecup kedua pipi suamiku...mengecup bibirnya, menemaninya sampai tertidur pulas...dan
mengantarkannya ke gerbang mimpi paling indah dalam hidupnya.

Ku merangkaikan kata demi kata, menyampaikan yang hendak kusampaikan,
Matapun menjadi tak bisa terpejam...
Kantuk menyerang, terhalau sudah. Sebotol air putih, musik melantun tanpa henti, setia menemani.
Hatipun tak lupa berzikir...syukur tak terhingga karena Allahku memberi kesehatan slalu.

15 tahun yang tlah berlalu...
Ku kembali menemukan hal terindah yang pernah singgah di hidupku dulu.
Menulis dan menulis.

Dan ketika tulisan diupload di pagi hari, begitu ragam komentar, saran dan kritik yang dilemparkan penuh kehangatan tuk aku,

Sekali lagi bahagia memelukku erat...
Bahkan seorang sobat berkata, baterai ponselnya sampai habis hanya tuk membaca notes ku yang ujungnya...
Ternyata bersambung.
Hehehe...

Maafkan aku, sobat...
Tapi, sungguh bahagia rasanya,
kerja keras tlah dipersembahkan,
kreasi tlah diciptakan dan penghargaan paling indahpun diberikan oleh pembaca setia...

Jangan pernah pergi dari catatan- catatanku, wahai sobat dan sahabat,
Itu saja permintaan hati dariku...

Karena kehadiran kalianlah yang membuat NOTES ku menjadi NOTES yang TERINDAH dalam hidupku..


Tangerang, 23 April 2010
" Terima Kasih banyak, buat sobat2 yg masih setia sama smua notes gue selama ini "

Buat Seorang Teman



Dikisah sore yang penat, di awal hamparan pagi yg dingin bahkan diterik mentari yg minta ampun.

Seorang teman tidak pernah letih menyapa...walau terkadang harus bikin gigi ini kering.

Rasanya seperti penghibur disaat yang tepat, walau kadang kehabisan jawaban untuk lelucon yang dilontarkannya dengan tulus.

Ku tidak bisa mengucapkan kata yang indah, juga tidak dapat menerbangkan merpati ke tempatmu malam ini...
Hanya buat menyampaikan rasa terima kasih tak terhingga...

Atas semangat yang diletupkan seharian ini buatku. Pagi, siang sampai sore...
Semoga tetap menjadi temanku...sepanjang masa.



Tangerang, 21 April 2010
" Buat temen yg gak pernah sarapan pagi "

My Guardian Angel



Ada sepasang mata...menatapku di pagi hari, sangat hangat...dan begitu merasuk ke hati...

Kecupan kecil mendarat mulus tanpa permisi di keningku.
Hmm...Met pagi sayang...! kamu masih disisiku, ucapnya pelan...

I luv u dech untuk kamu...makasih masih bersamaku slalu, gak pernah letih, Jawabku...ku kecup bibirmu.

Terlihat jelas matanya berbinar...bibirnya menyunggingkan senyum..

Ku tak bisa kemana-mana...berlari atau bersembunyi, karena smuanya dihatiku,
Kau melebihi dari apapun...dari siapapun,
Kau tak pernah mengeluh mencintai, sebesar apapun kekuranganku...

Hatiku pun tak bisa berhenti mengatakan distiap jalannya aliran darahku...besarnya rasaku padamu.

Aku tetap disini, seperti engkau menginginkan aku.
Mengarungi lautan kehidupan, menerjang badai dan ombak bersama - sama dengan ketabahan, Dan kau tak perlu meminta lagi padaku,
Karena aku pasti mengabulkan harapmu itu...bersamamu disisimu slalu.


Tangerang, 18 April 2010
" I Luv U coz I Really Luv U "

Hmm...nikmatnya jadi gue !


Pagi ke siang...
Melaju tak terasa..
Siang menyentuh senja...
Tetap asyik sendiri.

Begitu tenang hati gue...walaupun suara sumbang berkeliaran,
gak mau peduli.

Tak ada yg harus gue masukkin telinga, apalagi hati. Bikin kotor saja..

Biarlah kicauan itu...
Bersenandung penuh bahagia.
Gue merasa nikmat dengan yang terjadi hari ini,

Tak ada yang perlu dirisaukan lagi,
jalani dan nikmati hidup dengan rasa syukur.

Jalan didepan sudah membentang...
Sebuah kebaikan untuk sebuah keteguhan hati.

Amien..allahumma Amien...


Tangerang, 16 April 2010
" Thanks to Allah SWT.."

Sebuah Jawaban

Berhari...melewati malam
menanti...penuh harap, galau, cemas, resah, dan menahan muatan sesak,
yang melebihi kapasitas.

Tak tahu mesti bagaimana, walau ada 1 lilin kecil di seberang sana,

Tak jua...mampu menggiring langkah menjadi mantap menuju pintu keluar,

Menerobos kegelapan yang mencekam, menyingkirkan laba2 penghalang,
bahkan serangga yg siap menerkam tanpa kasihan,

Takut tlah terusir, bangkit dan berganti seketika menjadi sebuah lentera di hati.

Berjalan lurus bersama niat dan kesungguhan hati,

Bersama sebuah cahaya sebagai jawabannya didepan sana...
Karena ku tak sanggup bertahan didalam sana lagi,

Maafkan aku harus pergi...meninggalkan semua kenangan yg tlah terajut indah selama 6 bulan,

Maafkan aku...sekali lagi, aku harus pergi karena aku ingin sesuatu yg lebih baik, dan lebih indah mengukir hidupku kelak.


Tangerang, 15 April 2010
" Satu langkah ku berjalan, tlah membuat hdupku berubah "

Tetap Senyum Bunda !



Tiada yang patut kutuliskan disini, malam ini...

selain kisah tentang kasih dan sayangmu.
Pada aku, dan ketiga adikku.

Berpuluh tahun, menemani, mengingatkan dan mencurahkan smuanya untuk kami.

Tanpa keluh, tanpa lelah, hanya mengharap kami bahagia dan menjadi manusia yg berakhlakul karimah,

Hari ini, ku tak mampu menahan air mataku demi mendengar tentangmu, bersabarlah bunda...

Aku dan ketiga adikku pasti kan slalu mendoakanmu...dimanapun dan kapanpun.

Untuk kesehatanmu, ketulusanmu dan keberkahan hidupmu.

Tetaplah senyum dalam ikhlas dan tetap dekatlah bunda pada Allah SWT...

Semoga Ya Rohman memberi terang pada kebahagiaan bunda slalu...



Tangerang, 15 April 2010

" La Tahjan yach ibu...doaku tak putus untuk ibu..."

Jumat, 09 April 2010

Jangan Jauh Dariku


Terlelap wajahmu...lelah disampingku,
Kupandangi sepenuh hatiku, begitu tenangnya kamu dalam mimpi indahmu.

Nyamuk mulai menggigiti bagian wajah dan tubuhmu, kuusap dengan kehangatan kasihku,
berikan lotion pada seluruh tubuhmu,
Tuk pastikan kenyamanan tidurmu tak terusik.

Dan hawa panas mulai menyergapmu,
Kukecup keningmu lembut,

Kugerakkan tanganku dengan sebuah kipas hingga rasa sejuk datang,
Tuk pastikan kamu terlepas dari kegerahan.

Kucium kedua pipimu,
Kutatap sekali lagi,
Rasanya bahagia di hati,
Tlah bersamamu sekian tahun,

dan rasanya takut sekali, bila suatu hari nanti aku harus kehilangan kamu dari hidupku.

Jangan jauh dariku yach sayang....
Temani aku hingga mata ini menutup dan usia ini mungkin telah lanjut.



Tangerang, 8 April 2010

" Ku ingin berjodoh denganmu di dunia dan akherat, sayang. "

Tegarlah Sobat !

 

Tak bisa kau pungkiri bukan, rasanya kehilangan.

Menyakitkan dan tak tahu harus berteriak kepada siapa.

Kau mengerti, tapi mungkin kau sulit tuk menerimanya. Kesedihan itu begitu dekat dan cepat memelukmu.

Tiada waktu yang bisa diulang, tiada penyesalan yang bisa dicumbu erat,
hanya keikhlasan yang harus kau miliki detik ini, nanti dan selamanya.

Dan sebuah kenangan terindah bersamanya, tlah kau habiskan tuk memberi arti bahagia,

hanya untuk membuat dia tetap hidup menyaksikan pergantian siang dan malam.

Kuatkanlah hatimu, tegarlah bersama ikhlasmu, smoga Tuhan memudahkan jalan untuknya.

Amien...


Tangerang, 7 April 2010

" Innalillahi wa inna ilaihi rojiun for Lily Apriyana's brother "

Fans