Rabu, 31 Maret 2010

Hati Yang Mana ?



Seringkali ku tanyakan....

Di setiap malam yang ku habiskan...
Di setiap pagi yang kusemangati....
Di setiap siang yang ku rayakan dengan senyuman.

Kemanakah aku bersama ?
Dimanakah aku bisa memelukmu ?
Kapankah kecupan kemesraan untuk ku datang ?

Tanpa aku harus meminta dan mengaisnya kembali...
di antara senyuman yang ku tebarkan hanya untukmu...
di antara samudera rasa yang telah lama ku titipkan sekian lamanya...di hatimu.
di hati yang terdalam, hingga semua orang tahu....kamulah pemenangnya.

Tak ada kah jiwa yang tenang milikku kali ini ?
kau percayakan untukku....
meskipun sesaat saja.

Aku hanya manusia biasa....
bukan patung ataupun mesin yang bisa disetel ulang kapan saja,
semau hati mu.

Aku butuh kehidupan....yang berirama, yang bersenandung...
tanpa harus ku berseru kepada alam dan seisinya, di setiap isak tangisku.
Aku butuh nyanyian hati yang konsisten selalu bersama - sama, bukan karena aku mau saja.
Aku butuh dekapan...
Aku butuh yang kau butuhkan juga dari aku.

Aku harus berpijak di hati yang mana ?
di mana ada sebuah cinta yang kekal di dalamnya,

Mengertilah dan pahamilah itu,
Bila tidak, maaf saja....
menyingkirlah dari aku.



Jakarta, 30 Maret 2010

" Hujan yang tak berkepanjangan "

Sabtu, 27 Maret 2010

Cinta Membasuh Luka ( Luka Disini Part 2 )


Annisa terpaksa memilih mengikuti langkah lelaki muda itu yang hanya mengenakan sandal jepit. Ada perasaan ketakutan yang mencekam bertarung di benak Annisa. Ingin rasanya meminta pertolongan seseorang, agar bisa mengantarkan Annisa pulang ke rumah, atau minimal Annisa dapat kembali ke hotel, tempat ia mengikuti training kerja. Tiba – tiba Annisa teringat dengan telepon selulernya yang biasa ditaruh di saku celana panjangnya. Annisa merogoh saku celananya. Ohh…Tuhan !! Tak ada satu ponsel pun yang berada di dalam saku celana panjangku !. Annisa berteriak histeris dalam hati.

Annisa mulai bingung. Tentu saja bertambah takut. Sekarang dia berada di sebuah desa yang tidak ia kenal secara pasti dan bersama lelaki muda yang baru saja ia kenal di pesawat siang tadi. Lelaki muda yang berjalan di sampingnya dengan langkah kaki 2 kali lebih cepat dari Annisa, tidak mempedulikan kebingungan dan ketakutan Annisa.

“ Hei…kamu koq diam saja ? tidak lihat ponselku ? tadi sewaktu di hotel saat bertemu kamu di acara training, aku letakkan di saku celanaku sebelah kanan. Tapi, sekarang tiba – tiba menghilang.” Annisa menghentikan langkahnya.

Lelaki muda itu pun berhenti. Menundukkan kepalanya sejenak dan meletakkan kedua tangannya di kedua lutut. Seperti kecapekan berjalan kaki.

“ Hotel…? training ? kapan itu ? Eh..dengar yach gadis manis…aku aja baru ketemu kamu lagi malam ini, di sini. Kapan kita ketemu di hotelnya ? Mengigau yach kamu…? Training apa ? udahlah…aku antar pulang yach ke rumah kamu, aku masih ingat koq.” lelaki muda itu menarik lengan Annisa.

“ Lepaskan Satrio…! Aku ada dimana sekarang…?? Aku gak kenal daerah ini !” Annisa menepis lengan lelaki muda itu. Lelaki muda yang dipanggil dengan nama Satrio itu melepaskan tangan Annisa. Lalu berjalan ke pinggir jalan dan menghempaskan tubuhnya di atas tanah. Duduk dengan kedua kaki diluruskan ke depan. Mata Annisa hanya mengikuti gerakan Satrio. Tak ada kendaraan apapun yang melintasi jalanan yang kini sedang mereka jadikan tempat peristirahatan. Sepi, senyap, dan gelap. Tak ada lampu penerangan di pinggir jalan, kecuali berasal dari rumah penduduk yang saling berjauhan jaraknya. Disebelah kiri jalanan desa itupun dihiasi dengan hamparan sawah yang luas. Bukan dengan gedung – gedung tinggi atau pusat perbelanjaan.

“ Ayoo cah ayu…duduk dulu sini…, aku bingung sama kamu.” Lelaki muda itu menyuruh Annisa duduk di sampingnya. Annisa menggeleng. Lelaki muda itu menggaruk – garuk kepalanya.

“ Sebenarnya kamu ngapain sih di depan rumahku barusan ?”

“ Seharusnya pertanyaan itu untuk aku. Kenapa kita tidak berada di hotel sekarang ? kenapa berada ditempat ini ?” Annisa hanya berdiri sambil mendekap blazernya erat. Hawa dingin telah merasuki tubuhnya. Bibirnya pun bergetar, dan dari mulutnya seperti mengeluarkan kepulan asap berwarna putih.

Lelaki muda itu hanya memandang Annisa iba. Pakaian yang dikenakan oleh lelaki muda itupun tidak cukup untuk melindungi Annisa dari udara dingin yang menyergap.

“ Akuuu….pengen nangis, Satrio…! kejadian ini aneh sekali. Aku baru kenal dengan kamu, dan sekarang aku tersesat di kampung orang, yang sama sekali aku tidak tahu. Alat komunikasi pun aku tidak ada. Bagaimana aku bisa tidak bersedih, bingung dan sangat takut sekali ?.” Annisa akhirnya menghempaskan tubuhnya yang letih bertanya. Di pinggir jalan itu, di samping Satrio. Kini mereka berdua sedang dalam kebingungan. Annisa menelungkupkan wajah dan tangannya di kedua lutut kaki yang dihimpitkan.

“ Aku malah seneng ketemu sama kamu cah ayu.., setelah sekian lama…kita berpisah. Justru aku bingung, kenapa kamu bisa tiba – tiba ada di depan rumahku tadi ?.” Lelaki muda itu melemparkan pandangannya ke arah Annisa. Annisa mengangkat wajahnya seketika.

“ Apaa Satrio…? sekian lama kita berpisah…? Kita pernah bertemu sebelumnya ?”
Annisa mengguncang - guncangkan tubuh lelaki muda itu. Lelaki muda itu hanya tersenyum tipis.

“ Yach…di desa ini. 15 tahun silam. Di bangku Sekolah Dasar. Kita satu kelas selama 2 tahun, kamu baik sekali padaku saat itu. Tapi sayangnya….,” Lelaki muda itu menghentikan kisah tentang Annisa.

Mata Annisa terbelalak mendengar kata – kata lelaki muda di sampingnya yang masih menatap Annisa. Lelaki muda itu ternyata pernah mengenalnya. Tapi, mengapa Annisa tidak pernah mengenal lelaki muda itu ?. Ya …Tuhan, ada apa dengan aku ?. Jerit hati Annisa.

“ Tapi apa Satrio…?” Annisa penasaran. Ditatapnya wajah Satrio. Annisa mencoba menggali memorinya 15 tahun silam, memori tentang Satrio, tentang sekolah dasarnya. Namun sayang sekali, Annisa tak menemukan apa – apa disana. Tak ada yang bisa dikenang Annisa, apalagi tentang Satrio.

“ Kamu meninggalkan aku…, aku sedih sekali saat itu. Aku hanya berteman dengan kamu selama 2 tahun, begitu dekat dan akrab. Kamu selalu membela aku, bila ada teman lain yang mengganggu aku atau mengejek aku, karena badanku yang kecil, kurus dan rambutku yang keriting seperti orang negro. Kamu adalah anak perempuan yang pandai dalam menghitung angka dan menghapal pelajaran. Dan ketika kamu pindah bersama orang tua kamu ke Jakarta, aku benar – benar kehilangan kamu...aku menjadi orang yang sangat cengeng sekali, tak ada lagi teman yang membela aku. Tak ada lagi teman yang naik sepeda bersama dengan aku. Tak ada lagi teman yang menghibur aku kalau aku lagi sedih. Tak ada lagi teman yang nemenin aku makan roti saat waktu istirahat tiba. Duniaku serasa berakhir cah ayu…! Mengerikan ! Sampai akhirnya datang seorang teman laki – laki pindahan dari kota gudeg, dan menjadi sahabatku hingga kini.” mata lelaki muda itu menjadi berkaca – kaca.

“ Manis dan indah sekali kenangan tentang aku yach Satrio.., wajahku yang dulu dengan yang sekarang apa sudah berubah ?” tanya Annisa.

“ Wajahmu masih tetap seperti dulu koq, nanti lihatlah di rumah. Tak ada yang berubah. Hanya sekarang tubuhmu tinggi hampir menyamai tubuhku. Tapi, dimataku…kamu tetap teman yang selalu ada di hatiku, sampai kapanpun.”

“ Sekarang, giliran kamu yang bercerita…kenapa bisa ada di depan rumahku tiba – tiba, dan seperti orang kebingungan, tak kenal daerah ini dan tak tahu jalan pulang ke rumah ?” Lelaki muda itu menatap Annisa tajam, dengan melemparkan pertanyaan.

“ Nanti saja akan aku jelaskan setibanya di rumah kamu, aku kangen mau lihat foto – foto aku semasa SD. Masih kamu simpen khan, Satrio..?” Annisa bangun dari duduknya. Satrio membantunya berdiri. Mengulurkan tangannya.

“ Kalau aku lelah berjalan bagaimana Satrio…? “ Annisa bertanya.

“ Tenang saja cah ayu…akan aku gendong. Tapi gantian yach…! Tunggu sebentar…aku hubungi Om ku dulu, biar dia bisa jemput kita disini.” Satrio mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana pendeknya. Annisa hanya memperhatikan saja, kenapa tadi ia tidak pinjam saja dengan Satrio yach untuk menghubungi keluarganya ?. Ternyata, aku benar – benar terlempar ke masa lalu Satrio, yang ternyata teman masa kecilnya. Lalu ada apa Tuhan mengirimkan aku ke sini, ke masa lalu Satrio ?.

Ya…aku akan mencari tahu. Aku akan mengikuti skenario yang telah Tuhan buat untuk aku. Apapun yang aku alami setelah malam ini disini, aku ikhlas menjalaninya. Menerimanya walaupun pahit. Tuhan pasti punya sesuatu rencana yang tidak pernah aku mengetahuinya. Annisa berharap, itu adalah sebuah kebaikan dari Tuhan.

**********

Sesampainya di rumah Satrio, Annisa begitu terpana dengan keadaan rumah Satrio. Tak ada yang berubah dari isi rumah ini. Sama seperti dengan keadaan Annisa kecil. Di ruang tamu terpampang foto Satrio dan keluarganya, ada foto Annisa juga bersama Satrio sedang duduk di kursi yang sekarang Satrio duduki. Annisa memperhatikan foto itu dengan seksama. Annisa sedang memegang sebuah boneka berambut pirang yang di kuncir dua. Sedangkan Satrio merangkul pundak Annisa dengan erat. Annisa tersenyum bahagia sekali melihat kemesraan foto itu. Apalagi melihat tubuh Annisa yang gendut kala itu dengan rambutnya yang pendek. Satrio hanya memandangi Annisa penuh rasa heran.


“ Ayoo..Nisa..aku tunjukkan kamar untuk kamu beristirahat, esok pagi aku antar kamu pulang ke rumahmu. Ke Jakarta.” Satrio duduk di kursi tamu yang terbuat dari kayu jati jepara.

Annisa menganggukkan kepalanya. Lalu mendekat duduk di samping Satrio.

“ Hmm…aku benar – benar berada di sini, di masa laluku…Satrio!” Annisa berteriak kegirangan. Rambut Satrio diacak - acaknya. Satrio hanya tertawa – tawa. Gadis yang aneh. Pikir Satrio.

“ Antarkan aku ke kamar, Satrio…,”

“ Aku siapkan handuk dan aku buatkan air hangat yach, Nis…, mau khan..?”

“ Hmm…boleh dech..jarang – jarang khan aku mampir ke sini yach..!” Annisa mencubit bahu Satrio. Satrio tersenyum.

“ Mmmuachh….,” sebuah kecupan mendarat dengan mulusnya di pipi kiri Annisa.

Annisa menjadi kaget, lalu menolehkan wajahnya ke hadapan Satrio. Dan Satrio sudah siap dengan bibirnya yang menyentuh tipisnya bibir Annisa. Tanpa permisi lagi, Satrio mencium dengan lembut bibir Annisa, dirasakannya kehangatan yang belum pernah ia rasakan, dari bibir seorang gadis yang sangat
disayanginya sejak kecil. Satrio menciumi bibir Annisa tanpa memberi kesempatan Annisa untuk menolak atau mengajukan pertanyaan atas tindakan spontannya itu. Annisa hanya menikmati saja sentuhan
yang tidak pernah diduganya. Bermimpi pun tidak.

Satrio telah melepaskan kecupan terhangatnya di bibir Annisa. Dikecupnya kening Annisa dengan penuh kasih sayang. Satrio benar – benar telah melepaskan rasa rindunya pada gadis manis yang pernah menjadi sobat kecilnya itu. Bahkan Satrio pun tidak bisa mempercayai, mengapa Tuhan mengirimkan Annisa tiba – tiba malam ini di rumahnya. Keajaiban yang selama ini selalu diimpikan Satrio. Mau mencari Annisa dimana ? Jakarta sangatlah luas. Gadis manis itu pindah tanpa meninggalkan alamat untuk Satrio.

“ Terima Kasih cah ayu…,” Satrio membelai wajah Annisa. Annisa memegang tangan Satrio. Dilingkarkan di pinggangnya. Satrio hanya menurut saja. Lalu Annisa memeluk tubuh Satrio. Erat dan sangat erat. Satrio membalas pelukan Annisa. Dipeluknya pula tubuh Annisa erat.

“ Memoriku telah kembali…kamu memang sahabat kecilku, Satrio. Aku selalu merindukanmu setiap saat, ingin sekali bertemu dengan kamu. Tapi, aku pun tidak pernah ada kesempatan untuk bertemu dengan kamu. Wajah dan penampilan kamu sekarang sudah berubah drastis, aku benar – benar tidak mengenali kamu. Terima kasih Tuhan…! Kau hadirkan aku disini.”

Lalu Satrio mengajak Annisa masuk ke kamarnya. Untuk beristirahat terlebih dahulu.

“ Silakan istirahat Annisa…aku kebelakang dulu, bikin air hangat untuk kamu. Maaf, aku tidak bisa mempertemukan kamu dengan mama sekarang, karena mama sedang tidur.”

Satrio pamit meninggalkan Annisa sendirian di dalam kamarnya. Annisa duduk di kasur yang berukuran 120 x 100 cm, dengan terbalut sprei berwarna biru muda. Annisa mulai menjelajah isi kamar itu. Di dinding kamar yang berukuran 4 x 3 meter itu, banyak dihiasi foto – foto Satrio kecil, remaja dan dewasa. Ada juga foto seorang wanita cantik yang berdiri di sebelah Satrio. Annisa menjadi penasaran. Di raihnya pigura itu. Ditatapnya foto itu sangat lama. Annisa tidak mengenali wajah wanita cantik di foto itu, yang berambut panjang. Tiba – tiba saja mata Annisa seperti tersedot oleh putaran ombak yang kencang, teramat kencang dan Annisa terhempas tanpa ampun di sebuah rumah yang sangat mewah !.

Sebuah rumah mewah dimana pertama kali Annisa melihat Satrio. Annisa sekarang sudah berada di dalam pekarangan rumah itu. Dengan mengendap – endap Annisa memasuki rumah mewah yang bergaya klasik itu dengan warna cat coklat keemasan. Disebelah kanannya terdapat garasi mobil yang cukup luas, di sebelah kirinya terdapat taman indah yang sangat menyejukkan mata Annisa dengan aneka macam tanaman hias, yang boleh dikatakan sangat tidak murah harganya. Annisa mulai memasuki teras rumah itu, lalu dengan memberanikan diri Annisa memberi salam dan mengetuk pintu rumah, yang mirip sekali dengan pintu gerbang istana. Tak ada sahutan dari dalam rumah itu. Annisa menarik handel pintu, dan mendorongnya dengan mudah. Ternyata, rumah itu tak terkunci. Annisa melangkahkan kaki ke dalam ruangan perlahan. Begitu mewahnya seluruh isi furniture di dalam rumah itu. Hampir mirip dengan rumah – rumah yang ada di dunia sinetron Indonesia. Nyaris sempurna !.

Tiba – tiba dari dalam sebuah kamar terdengar sebuah suara ribut – ribut yang bukan saja di ramaikan oleh 2 orang, tapi lebih. Untuk menuntaskan rasa penasarannya, Annisa segera beranjak ke arah kamar itu. Setibanya disana. Annisa melihat Satrio berdiri dengan berkacak pinggang dan dengan wajah yang dipenuhi angkara murka ke arah wanita cantik yang dilihat Annisa di foto dikamar Satrio tadi.

Wanita cantik itu menangis tersedu – sedu, mendengar amarah dari mulut Satrio. Sedangkan ada seorang laki – laki di dalam kamar itu, yang ketampanannya tidak melebihi Satrio berdiri memegangi tubuh wanita cantik itu. Laki – laki itu memeluk tubuh wanita cantik itu. Annisa hanya terperanjat melihat kejadian itu, Wanita cantik itu hanya memakai pakaian dalam seadanya saja. Dan laki – laki yang berdiri disebelah wanita itu pun hanya memakai pakaian dalam lelaki saja, yah seadanya pula. Sangat memalukan !!. Annisa tetap berdiri mematung di depan pintu kamar itu. Tiada satupun manusia di dalam kamar itu yang melihat keberadaan Annisa di tengah – tengah mereka.

“ Aku ceraikan kamu, hari ini juga…Vivie ! dan kamu, bawa isteriku pergi dari rumah ini segera ! sebelum aku berubah pikiran untuk menghabiskan nyawa kalian berdua !!”

“ Maafkan aku Mas Satrio…, “ wanita cantik itu memohon di kaki Satrio.

“ Tak ada lagi. Habis sudah kesabaranku. Segera pergi dari rumah ini !” Satrio mengusir mereka berdua dari rumah itu.

Kepala Annisa menjadi pusing melihat kejadian itu, lalu diusapnya keringat yang menetes di keningnya. Ternyata, kepalanya semakin pusing dan pusing. Annisa jatuh ambruk, lalu tak sadarkan diri. Dibukanya perlahan matanya, Annisa terbelalak. Didepan Annisa sudah berdiri seorang perempuan setengah tua sedang menampar Satrio dan meludahi wajah Satrio. Ingin rasanya Annisa menampar balik perempuan yang setengah rambutnya sudah dipenuhi uban itu.

“ Tak ada lagi hak kamu di sini ! rumah ini sudah menjadi milik putriku. Begitu pula dengan mobil milik kamu. Kamu boleh pergi dari rumah ini sesuka hati kamu!” perempuan setengah tua itu berteriak kencang.

“ Putri ibu telah mengkhianati saya, berpacaran kembali dengan mantan pacarnya. Dia merayu saya dahulu untuk menikahi dia, tapi sekarang semua harta saya mau dia kuasai juga. Putri ibu adalah perempuan yang serakah, sangat tamak dan tidak memiliki hati.” Satrio tak mampu lagi menahan amarahnya yang menggelegak.

“ Terserah kamu mau bicara apa. Aku tak peduli. Salah kamu menceraikan anak saya!”

“ Itu lebih baik bu..dari pada saya dikhianati tanpa berujung, perih yang putri ibu buat telah membuat luka yang sangat menganga disini bu..di hati saya. Tak ada yang bisa saya ucapkan malam ini, selain semoga ibu dan putri ibu, suatu hari akan merasakan luka batin saya. Sepanjang hidup saya. Tak ada satupun makhluk yang bisa lolos dari pengawasan Tuhan dan pengadilan Tuhan bu…,”

Perempuan setengah tua itu tiba – tiba meludahi wajah Satrio. Dan keluar dari dalam rumah seorang wanita cantik yang bernama Vivie itu. Ikut juga memaki Satrio.

“ Kenapa masih disini…?” wanita cantik itu melototkan matanya.

“ Ini rumahku, kubeli dari tabunganku sendiri semasa aku kuliah, seharusnya kamu malu karena menguasai hartaku bersama orang tua kamu. Kamu telah menghianati aku. Tidak sadarkah kamu…? Kamulah yang seharusnya pergi dari rumah ini ! kenapa kembali lagi ke rumah aku ?”

“ Hei..lupakah kamu, kamu telah memiliki anak di janinku yang berusia 3 bulan ? jadi rumah ini adalah untuk anakmu juga nantinya.”

“ Masih dengan mudahnya kamu berkata itu anak aku ? kamu berhubungan dengan kekasih kamu juga dengan aku. Sampai kita menikah kamu masih saja berhubungan dengan dia. Apa masih mungkin anak itu adalah anak aku ?”

“ Sudahlah..pergi sana, malas aku ribut dengan kamu !” Vivie mengusir Satrio dengan mudahnya dari rumah Satrio sendiri.

**********

Annisa seperti terbangun dari mimpi. Tiba – tiba saja, Annisa sudah berada di dalam kamar Satrio lagi. Satrio memanggil nama Annisa dari luar kamar. Ternyata Satrio sudah berada di depan teras rumah. Dengan memeluk gitar di dadanya yang atletis. Dipetiknya tali – tali gitar dengan penuh kelembutan, dilantunkannya sebuah lagu yang terdengar sangat menyayat hati. Annisa duduk berhadapan di depan Satrio. Memperhatikan wajah Satrio yang murung, selepas keributan di rumah mewah itu. Sedangkan gemericik air hujan di luar menambah syahdu suasana hati Satrio, menambah daftar luka di hatinya. Annisa turut merasakannya. Satrio memang tidak menceritakannya pada Annisa, namun perjalanan waktu ini yang membawa Annisa ke dalam setiap sudut masalah Satrio. Apa yang bisa Annisa lakukan untuk Satrio, sahabat semasa kecilnya ini ? lompatan waktu ini tidak boleh berakhir begitu saja tanpa usaha Annisa. Dulu Satrio selalu bisa berbagi dengan Annisa di masa kecilnya, kenapa sekarang Annisa tidak bisa melakukan hal yang sama untuk Satrio ?.

“ Jangan terus bersedih hati Satrio…lepaskan beban itu dari hatimu, biarkanlah coretan diary hatimu berakhir di sini. Tiada lagi kasih sayang yang patut kamu pertahankan, untuk kamu perjuangkan, biarkan cintamu pada dia, terkubur dalam di hari ini. Kamu bisa mendapatkan cinta yang lebih baik dari dia, suatu hari nanti…asalkan kamu yakin dan terus berusaha untuk mencari cinta sejati kamu, Satrio.” Annisa mengusap lembut bahu Satrio yang masih saja terus bernyanyi.

Satrio menitikkan air mata. Annisa menghapusnya dengan tangan Annisa.

“ Aku butuh seseorang untuk melepaskan sesakku di sini, melepaskan lukaku yang teramat dalam, Annisa…aku tidak sanggup melangkah di hari depan, Annisa…, aku teramat rapuh, aku tak tahu harus bagaimana tanpa dia…aku telah dikhianati dia, Annisa…”

“ Aku mengerti, Satrio..., Tapi, kamu harus bangkit dan berjalan ke depan Satrio, berani membuat keputusan terbaik untuk hidup kamu, masih ada cahaya terang di lembar kehidupanmu yang baru, aku yakin…kamu bahagia nanti. Ciptakanlah terus gambaran kebahagiaan itu dipikiranmu, karena bila kamu terus merasa ketakutan, pesimis dan menganggap semuanya akan tidak bahagia tanpa dia. Maka pikiran negatif itu pula yang akan membentuk hidup kamu, hidupmu akan penuh dengan kesedihan, ketakutan dan rasa putus asa. Ingatlah, Satrio…Tuhan tidak kan pernah menguji kesabaran umatnya melebihi batas kesanggupan umatnya.”

Satrio memandang wajah Annisa sangat dalam dan menggengam erat tangan Annisa. Annisa membalas pegangan tangan Satrio dengan tangan Annisa. Digenggamnya erat tangan Satrio dengan perasaan kasih sayang. Memberikan spirit yang paling terdalam untuk Satrio. Lalu Annisa mencium pipi Satrio. Membisikinya sesuatu yang indah…” aku selalu disamping kamu, Satrio. percayalah….!”

**********

Satrio tidak tahu harus berbuat apa lagi agar gadis manis di hadapannya itu membuka matanya. Dari acara makan malam dengan rekan – rekan kerja yang sedang mengikuti training staf ahli, Annisa telah pingsan di atas meja makan, sebelum sempat menyantap lezatnya hidangan yang tersaji. Satrio menjadi panik, lalu membawa Annisa ke kamar Annisa ditemani beberapa rekan wanita yang lain dari peserta training. Namun, setelah menanti selama 2 jam lamanya di kamar Annisa, Satrio menjadi bingung. Walaupun sebelumnya seorang dokter rekan Satrio sudah memeriksa keadaan Annisa, dan menyatakan bahwa Annisa tidak apa – apa. Hanya sedang tertidur pulas katanya. Tapi, tetap saja membuat Satrio bingung. Karena gadis manis yang baru pertama kali dilihatnya di pesawat dan telah membuat hatinya menjadi terpikat, pingsan seketika saat bertemu Satrio di meja makan.

“ Satrio…aku ada dimana..?” Annisa membuka kedua matanya yang selama 2 jam terpejam.

“ Owh…syukurlah Annisa…kamu telah sadar, Terima kash Ya Tuhan….!” Satrio menepuk pipi Annisa lembut.

“ Satrio…peluk aku…aku kangen sama kamu, sahabat masa kecilku.” Annisa segera bangun dari tidurnya, lalu merangkul Satrio. Satrio hanya diam saja. Lalu perlahan tangannya mendekap tubuh Annisa juga.

“ Sahabat masa kecilmu…Annisa ? memangnya siapa nama kecilmu ?” Satrio melepaskan pelukan Annisa, memegang kedua bahu Annisa. Terperanjat dengan kata – kata Annisa barusan. Menatap mata Annisa mengharapsebuah jawaban.

“ Nama lengkapku…Annisa Larasati, nama kecilku Nisa atau cah ayu, begitulah kamu memanggil aku.” Annisa menyahut santai. Ada rasa bahagia tak terhingga di hati Annisa melihat keterkejutan Satrio malam ini dikamarnya.

“ Ya Tuhan…! Kamu cah ayu…? sahabat SD ku, Annisa…?” Satrio memeluk Annisa kegirangan. Annisa menganggukkan kepala. Tak disangka Annisa, Satrio mencium kedua pipi Annisa, kiri dan kanan, lalu berlanjut ke kedua mata Annisa, dan berakhir di kening Annisa.

“ Aku telah mencarimu selama bertahun – tahun, Annisa. Bahkan setelah proses perceraian ku dengan isteri ku 3 tahun lalu, aku masih juga tetap mencari keberadaanmu, cah ayu…! aku rindu sama kamu, rindu setengah mati….cah ayuku…!” Satrio tertawa bahagia memeluk tubuh Annisa erat. Annisa hanya tersenyum bahagia.

“ Aku benar – benar tidak mengenali kamu di pesawat, karena dulu tubuh kamu waktu di bangku SD gendut dan rambutmu pendek, sekarang kamu menjelma menjadi wanita yang cantik dan masih tetap ramah seperti dulu, Annisa, tapi…ngomong – ngomong kenapa ketika kamu bangun dari pingsan kamu, kamu bisa bilang kangen sama aku, sahabat masa kecilmu ? aneh!” Satrio menatap mata Annisa. Memegangi kedua pipi Annisa.

“ Panjang ceritanya….Satrio…! nanti saja ku ceritakan yach…sekarang ku mau mandi dulu..kamu boleh tunggu diluar, dan aku mau menyantap hidangan yang tadi belum aku selesaikan di meja makan.”

“ Hahhaha…sudah tutup acara makan malamnya, Annisa sayang…! aku traktir kamu aja yach malam ini di luar…kamu khan yang lebih paham restoran mana yang paling yummy disini. Bagaimana, Annisa…?” Satrio mencubit pipi Annisa.

“ Nah gitu dong…oke Satrio ! aku setuju banget. hahhaha….”

Satrio meninggalkan kamar Annisa dengan rasa bahagia. Tuhan telah mempertemukan ia dengan gadis manis yang selama bertahun – tahun dicarinya. Semoga ini adalah awal kebahagiaan hidupnya kelak,
Terima kasih Tuhan…! Puji syukur di hati Satrio.



Tangerang, 25 Maret 2010

Senin, 15 Maret 2010

Salam Buat Aku


Entah masih bolehkah aku, tersenyum...
Menyaksikan sobat yang memperhatikan wajah dan pesonaku beberapa hari ini,
ada decak kagum menurutmu untuk aku...
tlah jatuh cinta padaku, mungkin.


Terima kasih banyak, itu adalah hadiah terindahku untukmu, sobat.
2 kali sehari, kau titipkan salam untuk aku,
padahal kita bernaung dalam 1 area.


Saat pagi kita bertemu,
matamu tersenyum padaku,
namun bibirmu kelu membungkam.
Bahasa tubuhmu pun...canggung, aneh.
Hahaha...lucunya engkau, sobat.


Saat tak kau lihat aku,
kau titipkan pesan dan salam buat aku,
pada sobatku yg lain.


Kau tetap sobatku, sampai dunia ini berakhir.
Terima kasih tlah membuat aku tersenyum karena melihat kelucuanmu itu.


Tangerang, 12 Maret 2010
" Buat sobatku, yang slalu kirim salam tanpa lelah "

LUKA DI SINI....

 
“ Satrio…! Bagaimana..? sudah siap semuanya ? atau masih perlu waktu lagi ?” Abiv membuyarkan lamunan Satrio, yang masih termangu di dalam mobil. Duduk di belakang kemudi, dengan pandangan yang kosong, menatap lirih ke bangunan Gedung Pengadilan Agama di samping kirinya.

“ Terlalu sakit cambuk ini, Biv…aku tak sanggup sepertinya berjalan ke sana, aku tak sanggup Biv..tak sanggup!” Satrio menutup kedua matanya dengan terus menggeleng – gelengkan kepalanya.

“ Aku akan tunggu sampai kamu siap melangkah kesana, atau aku akan antar kamu kembali ke rumah, Satrio. Bukan aku yang membuat pilihan untukmu, tapi kamulah yang harus membuat pilihan terbaik untuk hidupmu. Jangan takut menatap masa depanmu, Satrio. Semua sudah di atur oleh Yang Maha Kuasa. Kamu tinggal menjalaninya saja. Tidak lebih, Satrio....,” Abiv memahami perasaan Satrio, yang sedang berkecamuk tak menentu. Bimbang dan tak ada lagi kepercayaan diri.

Satrio sedang mengalami kehancuran hati, hidup dan dunianya. Sedangkan Abiv berusaha untuk mengumpulkan kepingan – kepingan keruntuhan itu. Teman seperjuangan yang dikenalnya selalu baik – baik saja, kini terpuruk dalam jurang kehampaan. Jurang yang telah membuat Satrio terperosok, dengan luka batin di sana sini.

Abiv selama ini yang selalu mendengarkan jeritan hati Satrio. Pria yang dikenalnya selama bertahun – tahun sejak bangku Sekolah Dasar hingga mereka berdua dipertemukan kembali dalam ikatan kekeluargaan. Hanya Abiv jua yang mendukung semua keinginannya untuk mengakhiri penderitaannya.

Terlalu jauh sudah Satrio mengembara dalam perih yang tak berujung, perih kesakitan demi mempertahankan rasa cinta yang tak semestinya. Rasa cinta yang dipaksakan hadir dengan wujud kesempurnaan. Dibutakan oleh cinta, Begitulah Abiv selalu berujar berulang kali. Sayangnya, Satrio terlalu tuli untuk menerima semua pesan positif yang diberikan Abiv setiap saat Satrio membagi luka hatinya.

“ Satrio…waktu kamu tinggal 5 menit lagi. Putuskan sekarang atau kamu terombang - ambing dalam kerumitan masalahmu ini. Ayolah…hentikan deritamu ! tunjukkan kamu laki - laki terbaik walaupun luka itu masih menganga. Aku yakin kamu bisa melewati ini tanpa dia. Kamu bisa Satrio !”

Satrio menarik nafas dalam – dalam, lalu membuangnya perlahan. Ada setitik kelegaan tergurat di wajahnya yang berawan gelap. Beban yang dipaksa dipikulnya kini mulai berangsur menyusut. Atau hanya untuk menyenangkan hati Abiv saja ? sahabat yang sekaligus menjadi adik iparnya itu. Tak ada yang tahu, Satrio dan Tuhanlah yang menjawabnya.

Satrio pun memasuki Gedung yang terlihat begitu menyeramkan dalam sejarah hidupnya dengan langkah gontai. Abiv menggandeng Satrio dengan hati mantap memasuki ruangan sidang yang telah di hadiri oleh beberapa keluarga Satrio dan keluarga Vivie, isteri Satrio.

Beberapa pasang mata memandang Satrio dan Abiv dengan tatapan sinis. Abiv tak mempedulikan, begitu pula Satrio. Hidup ini harus terus melaju, tentunya dengan keseimbangan. Bukan lagi ketimpangan. Apalagi ada pihak yang dirugikan, karena sebuah pernikahan semu yang telah diciptakan seseorang hanya untuk permainan belaka. Permainan hati sekaligus materi. Sungguh keterlaluan..!!

**********

“ Satrio…, nama saya.” Satrio mengulurkan tangan terlebih dahulu pada gadis manis di sebelahnya. Perjalanan dinas kali ini terasa singkat dan mengesankan.

Bagaimana tidak ? gadis manis berambut panjang sebahu ini, bercerita terus tentang pekerjaan dan hidupnya sejak duduk di kursi pesawat rute Yogyakarta – Jakarta.

Satrio yang pendiam dan pemalu, hanya tersenyum - senyum bahagia karena memiliki teman perjalanan udara yang menyenangkan hati. Begitu banyak yang dibicarakan gadis manis itu, hingga sampailah gadis manis itu menanyakan sesuatu hal yang membuat wajah Satrio merah padam. Bisu seketika.

“ Maaf…bila pertanyaan saya telah membuat kamu terganggu. Saya minta maaf…,”

Gadis manis itu mengulurkan tangannya. Satrio menyambutnya penuh keramahan.

“ Tidak apa – apa, Annisa…, saya benar – benar tidak terganggu. Oh..yach, kalau boleh saya tahu, kamu bermalam di mana…?”

“ Leganya hati ini...! Saya menginap di Jalan M.H Thamrin, Satrio. Kenapa memangnya…?” Annisa penasaran.

“ Lho..koq menginap di hotel ? tidak pulang ke rumah kah ?”

“ Agenda kerja saya padat, Satrio. Training kerja ini dibikin padat, tak ada waktu untuk bermalam di rumah, yang jarak tempuhnya sekitar 2 jam sampai ke rumah.” Annisa menyahut ramah pula. Satrio hanya mengangguk. Sambil melemparkan senyumnya pada Annisa. Ingin rasanya Satrio memperlambat jalannya pesawat ini untuk mendarat di Airport Soekarno Hatta. Agar perbincangan ini tak berakhir dengan cepat.

“ Tak ada waktu luangnya, Annisa ?” Satrio mengejar dengan pertanyaan yang membuat Annisa terperanjat. Annisa sudah bisa memahami arah pembicaraan Satrio.

“ Ada, memangnya kenapa Satrio ?” Annisa balik bertanya.

“ Jam berapa ? Maaf lho…itu pun kalo kamu mau memberitahu saya. Bila tidak bisa, yach nasib saya dech, Annisa. Hehhehe…,” Satrio tertawa. Malu rasanya bila Annisa benar – benar tidak memberitahunya. Tapi, kapan lagi bisa menemukan pengganti pendamping hidupnya kalau setiap ada kesempatan berharga, dilewatkan Satrio begitu saja. Huftt…Satrio memejamkan mata sekian detik, sedang berdoa rupanya. Entah apa itu.

“ Hey…lagi ngapain kamu ? pasti takut yach mau landing ? masih 10 menit lagi koq. Hehhehe….,” Annisa tertawa kecil melihat tingkah Satrio.

“ Lagi berdoa Annisa, agar kamu memberi info waktu kosong kamu malam ini.” Jawab Satrio spontan.

Annisa tertawa kembali. Lama – lama lucu juga nih cowok misterius. Tadi cuma diam dan jadi pendengar saja, sekarang malah membuat Annisa sakit perut, karena tingkah lucunya. Sedang Satrio tetap memejamkan matanya.

“ Siap – siap, Satrio…mau landing nih.” Annisa mengejutkan Satrio, yang masih berdoa. Hanya untuk mengharap Annisa memberikan jawaban pertanyaannya barusan. Ternyata, doa Satrio belum terkabul. Tak apa – apa, masih ada waktu untuk mendekati Annisa. Pikir Satrio.

Pesawat pun mendarat dengan mulusnya di Airport Internasional ini pukul 1 siang. Annisa dan Satrio segera berkemas – kemas, dan mengucapkan salam perpisahan dengan hangat setelah turun dari pesawat. Mereka berpisah. Satrio menuju ke Cikini. Sedangkan Annisa menuju ke Jalan M.H Thamrin. Satrio pun menginap di hotel, untuk melakukan pertemuan dengan relasi bisnis perusahaannya sore ini.

**********

“ Iyya Mas…makasih banget info nya, salam sama Mbak Maya yach dan anak – anakmu.” terdengar Annisa mengakhiri perbincangan telepon dari seorang laki – laki.

Annisa membaringkan tubuhnya di atas matras tempat tidur hotel yang empuk. Pikirannya melayang pada laki – laki yang baru saja menghubunginya. Mau kasih hadiah apa yach buat ulang tahun pernikahan teman baiknya itu, 1 minggu lagi ?. Bingung. Segalanya telah laki – laki itu miliki. Lalu apa hadiah yang pantas untuk dia ?. Sudahlah, nanti saja dipikirkan. Hanya akan menguras waktu. Ujar Annisa.

Annisa segera menyudahi kebingungan pikirannya. Dipilihnya beberapa helai kemeja dan blazer untuk persiapan acara Training Staff Ahli dari Kantor Pusat Perusahaan telepon seluler terkemuka di Indonesia, yang akan berlangsung 30 menit ke depan. Tampil rapi dan modis, mungkin perlu diperhitungkan buat Annisa. Kali aja selesai acara training kerja nanti, bisa menemukan seseorang yang selama ini dicarinya.

**********

Peserta training yang berjumlah kurang lebih 50 orang telah memadati ruangan pertemuan di Hotel berbintang ini. Peserta training yang berasal dari luar daerah Jakarta, mengirimkan 2 sampai 3 orang utusannya. Sedangkan Annisa hanya sendirian diutus dari kantornya untuk menghadiri acara ini. Kedua orang temannya tidak bisa ikut dalam momen berharga ini, karena harus dikirim ke daerah lain untuk perampungan masalah perusahaan menyangkut pelayanan dan jaringan. Meskipun sendirian tak mematahkan semangat Annisa untuk tetap mengikuti acara yang sangat penting untuk hidupnya ini. Setelah berhasil mengikuti training kerja selama 2 hari ini. Annisa berharap akan menambah wawasan dan skillnya kelak. Hingga dia bisa ikut dalam promosi jabatan ke jenjang yang lebih tinggi dalam Struktur Perusahaannya.

Acara telah berlangsung 3 jam, dan ditutup dengan acara door prize. Tentu saja semua peserta senang hatinya. Karena bisa membawa pulang hadiah – hadiah menarik, ponsel, ipod, sampai notebook keluaran tahun terkini. Dan beberapa souvenir eksklusif dari beberapa sponsor.

Selesai acara, para peserta dari Jakarta dan daerah saling berkenalan. Banyak yang bertukar nomer ponsel dan alamat email. Tak ada yang terlewatkan begitu saja di acara keakraban peserta training kali ini. Mereka bahagia banget bisa saling berjabatan tangan dengan peserta lain dan membicarakan banyak hal, yang bukan melulu pekerjaan dan karier mereka. Begitu pula dengan Annisa, tak mau melepaskan kesempatan emas ini.

“ Lho…koq kamu disini, Satrio…?” mata Annisa dikejutkan oleh kehadiran Satrio yang sudah berdiri di depannya.

“ Hahahha…kaget yach..? aku peserta training dari Magelang, Nisa…,” Satrio kembali mengulurkan tangannya pada Annisa.

“ Bukannya kamu kerja di perusahaan farmasi ? dan tujuan ke Cikini ? hahhaaha…aku tertipu nih sama kamu, Satrio.” Annisa melangkah ke meja hidangan, mengambil gelas berisi minuman ringan. Diteguknya perlahan untuk menghilangkan rasa gugup dan keterkejutannya melihat Satrio. Pria misterius.

“ Ayoo Nisa…kita makan malam. Entar kehabisan, kebetulan aku udah lapar nih…,”
Satrio mengajak Annisa bergabung bersama rekan yang lain, untuk makan malam bersama.
Annisa mengikuti langkah Satrio. Ada yang aneh dengan Annisa, kenapa harus ikut dengan Satrio yach ? bukannya peserta lain juga banyak yang bisa di ajak bicara saat makan malam kali ini.

“ Kenapa Annisa ? ada yang janggal dengan aku ?” Satrio memberikan kursi makan pada Annisa, agar diduduki Annisa. Annisa terdiam. Tapi…., kenapa Annisa tidak juga duduk di kursi yang disodorkan Satrio ? malah terpaku berdiri di samping kursi makan, sedang peserta yang lain sudah mulai menyantap hidangan malam yang sangat istimewa itu.

“ Annisa…ada apa ? kenapa mata kamu tidak lepas menatap aku ?” Satrio melambai - lambaikan tangan kanannya pada wajah Annisa. Annisa terperanjat seketika. Lalu duduk di kursi dengan posisi tetap seperti patung. Tegak dan mata tetap menatap Satrio.
Satrio bingung melihat sikap Annisa yang seperti terhipnotis. Perubahan yang aneh, baru saja ceria lalu diam seperti raga tak bernyawa.

Annisa bangun dan berjalan menuju meja hidangan, memilih beberapa lauk, dan buah untuk disantapnya malam ini. Sedang Satrio mengikuti di belakang Annisa.

“ Enak yach…menu makan malamnya, Nis…,” Satrio membuka percakapan di meja makan.

Annisa mengangguk tanpa menatap mata Satrio.

“ Benar – benar enak khan Nisa ? hmm…pas banget dech di lidahku.”

Annisa tidak menyahut, tapi kali ini matanya segera diarahkan ke mata Satrio. Tidak dilawannya seperti tadi. Annisa diam tak bersuara. Satrio benar – benar aneh dengan sikap Annisa barusan. Sendok dan garpu yang dipegang Satrio tiba – tiba terlepas, saat melihat Annisa menitikkan air mata. Dan bibir Annisa seakan hendak mengutarakan sesuatu pada Satrio.

“ Annisa…kenapa ? matamu...menangis ? ada apa Annisa ? ada yang bisa aku bantu Annisa ?” Satrio panik dan menggenggam kedua tangan Annisa. Dan Annisa merasakan tubuhnya berguncang. Tatapan matanya tidak dilepaskan pada Satrio. Lalu Annisa merasa terlempar jauh…jauh dan sangat jauh. Di sebuah tempat yang belum dikenalnya. Entah dimana.

Sayup –sayup terdengar teriakan perempuan muda yang tidak dikenalnya, dari dalam sebuah rumah. Telah terjadi pertengkaran hebat rupanya dari dalam rumah yang berdiri begitu megahnya untuk ukuran rumah di kota kecil seperti ini. Bahkan bisa dibilang sebuah kampung. Entah kampung apa namanya.

Annisa memberanikan diri berdiri di depan rumah megah itu, untuk memastikan bahwa yang didengarnya bukanlah kesalahan telinganya. Lalu tiba – tiba seorang laki – laki muda yang tampan keluar dari dalam rumah itu. Perempuan muda yang tadi berteriak kencang pun ikut keluar dari dalam rumah dan mengeluarkan perkataan kasar yang tidak seharusnya di lontarkan. Lalu menyusul kemudian, seorang perempuan setengah tua ikut mencaci maki lelaki tampan itu. Dan meludahi wajah lelaki muda yang tampan itu dengan seenak hatinya. Tanpa perasaan bersalah.

Hiyy…Annisa bergidik. Gerangan apa yang telah diperbuat lelaki muda itu, hingga 2 orang perempuan itu begitu sangat kasar perlakuannya. Lalu kenapa lelaki muda itu hanya diam saja ?.

Dengan hanya memakai celana pendek dan kaos berlengan pendek, sangat pas dengan tubuhnya yang atletis. Lelaki muda itu segera menghambur keluar dari teras rumah.

Wajah lelaki itu sangat dikenalnya betul. Wajahnya kusut. Ada garis – garis kemarahan tersembul di wajahnya yang tampan itu. Entah apa yang telah diperbuat wanita muda di dalam sana yang telah membuat wajah lelaki itu begitu kusut dan marah.

“ Ayyoo..pergi dari sini, sebelum dia mengetahui kamu ada di sini.” Lelaki itu menarik lengan Annisa. Annisa tidak mau pergi. Lelaki itu tetap menyeretnya pergi dari tempat itu.

“ Kita mau kemana…? aku tidak kenal tempat ini.”

“ Ikut aku saja.”

“ Kemana…? aku benar – benar tidak tahu daerah ini. Aku takut. Aku tidak tahu sekarang aku berada dimana.” Annisa tidak mau melangkahkan kakinya.

“ Ayolah..sebelum gelap datang. Kita harus berjalan kaki sepanjang 25 kilometer menuju rumah ibuku.” Lelaki muda itu tetap memaksa.

“ Kenapa harus berjalan kaki ? aku tidak mau, kita bisa naik angkot atau bis.”

“ Ini bukan kota besar. Tak ada angkutan umum itu disini. Ini cuma desa. Ayolah..menyingkir dari sini.” Lelaki itu sudah tidak sabar sekarang, ia menyeret Annisa pergi dari tempat itu. Yang anehnya, kedua perempuan di seberang sana hanya memperhatikan lelaki muda itu. Nampaknya, tidak menyadari kehadiran Annisa di tempat itu.

“ Aku bisa lelah berjalan kaki sepanjang itu. Aku tidak mau.”

“ Terserah..kalau pengen di jahati orang malam – malam di sini.”

“ Kenapa aku harus ikut denganmu ? antarkan aku pulang saja ke rumahku.”

“ Heyy..apa – apaan ini, kamu datang sendiri ke tempat ini. Yach..pulanglah sendiri. Aku tak peduli dengan kamu, sudah terlalu banyak urusan hidupku.” Lelaki itu tetap berceloteh dan membuat Annisa harus ikut dengan lelaki itu menuju rumah ibu lelaki muda itu. Sedang Annisa sendiri tidak tahu jalan menuju pulang ke rumahnya. Annisa telah tersesat di kampung orang. Menyedihkan !.


*** B. E. R. S. A.M. B. U. N. G ***


Tangerang, 15 Maret 2010

" Friend...dont be sad all the time, wake up and see your future awaits !! "

Jumat, 12 Maret 2010

Titip Namaku di Hatimu

 “ Kenapa harus terburu – buru ? udah yakin dengan pilihan loe, Yu? “
Dudul bertanya sekali lagi. Ada kecemasan mendalam di sudut matanya yang rada sipit.

Ayyu melemparkan pandangan ke arah Dudul, menusuk tajam ke dalam kedua bola matanya. Ditatapnya Dudul dengan sejuta keyakinan dan di hembuskan nafasnya perlahan mengenai wajah Dudul, hingga Dudul merasakan kehangatan dan jawaban yang selama ini tidak mau di dengarnya, ah….pengecut sekali hati ini. Bisik Dudul.

Dudul mengambil botol air mineral berukuran 500 ml dari dalam tas ranselnya. Diteguknya tanpa basa – basi lagi. Habis, hanya dalam hitungan detik.

“ Gue takut...” Ayyu tiba – tiba memecah kesunyian yang terjadi sekian menit di Kolam Pemancingan sore ini. Dudul tidak menghiraukan Ayyu. Dudul menyeka keringat yang mengucur di keningnya dengan sapu tangan. Ayyu hanya memperhatikan saja.

Tiba – tiba tangan Ayyu menarik sapu tangan yang di pegang Dudul, dan diusapkan ke kening Dudul perlahan, menghapus keringat yang mengucur deras. Dudul menjadi grogi, dengan perlakuan Ayyu. Ditariknya tangan Ayyu, untuk mengambil sapu tangan yang di pegang Ayyu. Ayyu tidak mau melepaskannya. Dudul mencubit lengan Ayyu, sapu tangan pun terlepas.

“ Gue takut, Dul…” Ayyu mengulang kembali ucapannya. Dudul merapikan perlengkapan pancingnya. Hari sudah senja. Saatnya kembali ke rumah.

“ Takut apaan ? “ Dudul mencubit kedua pipi Ayyu. Ayyu kesakitan. Berteriak kecil.

“ Takut aja…, Dul.” terbata – bata Ayyu mengucapkannya. Lalu kedua matanya terlihat seperti sungai yang di aliri air dari air terjun.

“ Ihh….cengeng banget loe ! mau ketemu hari bahagia koq malah nangis ? “

Dudul menghapus kristal – Kristal bening yang terus menyusuri kedua pipi Ayyu yang mulus. Disekanya wajah Ayyu dengan tangan kanannya. Tiba – tiba Ayyu memeluk Dudul. Dudul kaget setengah mati. Ayyu menangis di dada Dudul. Terisak – isak. Dudul gak mengerti apa yang terjadi di hati Ayyu saat itu. Yang hanya bisa dilakukan Dudul hanya mengusap rambut Ayyu dan menepuk – nepuk bahu Ayyu, agar Ayyu menghentikan tangisnya yang kian kencang.

“ Pulang Yuk…Yu ! tar mama kamu dan Arya pasti cariin kita. Gue gak mau yach dibilang bawa lari calon mempelai wanita. Gue takut di bui, non….!” Dudul berbisik lembut di telinga Ayyu, yang masih saja menangis.

“ Gue belum mau pulang, Dul….hiks…hiks…hiks….”

“ Jangan konyol dan bodoh, Ayyu…., gue gak mau merusak kepercayaan mama dan Arya. Mereka sayang sama loe, kalo loe belum pulang tepat waktu, gue bisa kena masalah.” Dudul merayu Ayyu. Ayyu melepaskan pelukannya. Mengusap sisa air matanya. Dudul mengusap kepala Ayyu.

“ Nah…gitu donk…lebih cantik, tanpa air mata. Senyummm….!!”

Ayyu tersenyum kecil. Dirapikan rambutnya yang berantakan, diikatnya menjadi satu dengan karet rambut.

“ Udah lega sekarang…? Udah gak takut lagi khan…? siapin mental non…1 bulan lagi lho…waktu berjalan cepat, tuh…secepat air mata loe mengalir ! Hahahhaha……”

“ Koq…malah ketawain gue ? emang gak boleh yach orang nangis dan menumpahkan uneg – uneg di hati ? emang loe marah yach, gue peluk loe saat gue lagi nangis ?, pelit dasarrr…” Ayyu langsung menundukkan wajahnya.

Dudul mengangkat wajah Ayyu dengan kedua tangannya, hingga mata mereka berpadu berhadapan.

Ayyu diam saja. Dudul menghembuskan nafasnya. Tenggorokannya tercekat seketika. Beberapa kalimat yang udah disiapkan dihatinya tak bisa meluncur begitu saja. Susunan kalimat itu tiba – tiba berantakan oleh sapuan angin yang kencang dan berhasil memporak porandakan bangunan yang telah dibangun Dudul dengan susah payah.

“ Apaan…? Mau ngomong apa ? koq diam, Dul.”

“ Sayang sekali..Yu…waktunya tidak tepat.” Dudul melepaskan pegangan kedua tangannya di kedua pipi Ayyu. Dudul mencengkeram wajah Ayyu. Hangat. Ayyu merasakannya. Bukan pegangan tangan Dudul. Tapi, ada sesuatu yang tidak pernah ditunjukkan Dudul sebelumnya. Rasa yang hangat. Yach…tepat sekali !.

Dudul menghela nafas panjang, ditatapnya wajah Ayyu dalam. Begitupun Ayyu.

“ Bila loe punya ketakutan, gue juga punya Yu. Gue takut kehilangan loe. Bukan hanya sebagai sahabat, tapi sekaligus sebagai seseorang yang menyayangi loe diam – diam. Entahlah…loe percaya atau tidak. Tapi, gue berusaha untuk menjadi seseorang yang jujur. Jujur mengakui bahwa, gue juga sama dengan calon suami loe. Punya perasaan, punya hati. Punya rasa sayang sama loe. Bersahabat sama loe, membuat perasaan itu terus tumbuh tiap hari. Gue coba melawan, tapi, gue gak mampu….” Dudul menghentikan kalimatnya.

“ Terus….” Ayyu mengharap uraian kalimat dari mulut Dudul berikutnya.

“ Pernah suatu hari gue mencoba untuk mengutarakannya pada loe, tapi gue gak berani. Takut loe menolak gue dan menjauhi gue. Karena gue tau, loe masih terluka dan belum bisa melupakan perlakuan Pranata sama loe. Menjadi sahabat loe adalah pilihan yang terbaik buat gue dan loe. Gue harus bisa menerima kenyataan itu, Yu.” Mata Dudul berkaca – kaca.

“ Ohhh…jadi itu sebabnya loe selalu bilang sama gue, gue harus nerima cowok yang datang ke gue. Termasuk Arya ? “

“ Ya…kalo loe nerima Arya…maka dengan mudah pula gue bisa melupakan loe. Melupakan rasa gue, rasa yang tertinggal biar saja menjadi rasa yang abadi. Persahabatan lebih cocok untuk gue, mungkin. Loe udah dilamar Arya dan akan menjadi milik orang. Jadi, gue bisa menghapus keinginan hati ini. Untuk memiliki loe. Dan gue bahagia, karena ada orang lain yang juga mencintai loe. Teramat sangat. Gue hanya takut loe gak mau lagi berteman dengan gue, selepas loe menikah. Tapi, bila memang Arya tidak mengizinkan loe berteman dengan gue pun. Gue ikhlas, Yu.”

“ Terus……” Ayyu mendengarkan dengan seksama, sementara jam di lengan Ayyu sudah menunjukkan pukul 5 sore.

“ Gue patut berterima kasih sama loe…karena loe telah melalui kebersamaan bersama gue, gue bahagia banget. Walau kadang terbersit rasa cemburu dengan kemesraan yang ditampilkan Arya di hadapan loe. Tapi, gue memang harus tau diri…karena gue laki – laki yang tidak berani, laki – laki penakut. Malah gue dengan semangat berkobar, mendukung Arya mempersiapkan semua trik untuk mendapatkan hati loe. Hehhehehe….bodoh banget khan gue, Yu ? gue memberi kesempatan emas ke cowok lain.”

“ Ya enggak bodohlah Dul….itu namanya loe cowok berhati baja, eh berjiwa besar. Hebattt…!! “ Ayyu mengacungkan jempolnya kewajah Dudul. Dudul tertawa terbahak – bahak melihat Ayyu. Gadis manis itu tidak marah sedikitpun dengan apa yang telah diucapkan Dudul. Uhh…leganya ! Sorak sorai Dudul dalam hati.

“ Loe selalu di hati gue, Dul…gue juga merasa takut, takut kehilangan loe. Takut loe tidak mau berteman dengan gue lagi, atau malah melupakan gue, karena gue menikah dengan Arya. Gue masih mau berteman dengan Loe, dengan Shasha, dengan Erna. Hmmm….gue doain yach semoga loe cepet – cepet dapat kekasih baik hati dan sekaligus istri. Hehehhehe…..”

“ Amien……” Dudul menjawab doa Ayyu, awal yang baik. Semoga menjadi akhir yang baik pula, harap Dudul. Ohhh…Arya beruntungnya kamu memiliki Ayyu.

“ Okay…kita pulang sekarang yach….!” Dudul menarik lengan Ayyu. Ayyu memegang tangan Dudul, dan segera bangun dari duduknya.

Sesak dan ketakutan Dudul telah tertuang dengan indahnya di telinga Ayyu, bagaimana dengan Ayyu ? mudahkah untuk Ayyu menerima begitu saja rasa yang tercurah dengan sempurnanya dari hati Dudul.

**********

“ Koq gak dimakan sayang…? Kenapa sih…? aduhhh…nanti kamu sakit, sayang. Udah dari pagi kamu tidak makan…,” Entah sudah berapa kali Mama Ayyu merayu Ayyu untuk makan. Tapi, Ayyu tetap menggelengkan kepalanya.

“ Ayo dong sayang…makan yach…? Mama masakin makanan kesukaan kamu, mama suapin yach…? ayo dong buka mulutnya…,” Mama Ayyu mulai menyodorkan sendok ke bibir Ayyu. Ayyu hanya diam. Matanya mengeluarkan Kristal – Kristal bening.

“ Koq nangis sayang…? Gak mau makan sama Mama yach…? sama Alisha yach…? biar Mama panggil kakak kamu, bentar yach.”

Mama keluar kamar. Dan mencari Alisha ke kamarnya. Ayyu segera meraih telepon selulernya dari atas meja sudut. Dinyalakannya kamera ponselnya, blitz menyala. Ayyu pasang gaya dengan wajah penuh duka, lalu kamerapun di arahkan ke wajahnya. Klikkkk….!! Selesai sudah. Segera dikirimkannya foto itu via MMS ke nomor Arya dan ditambahi dengan sebuah pesan singkat…” kesini yach Arya, aku butuh kamu.”

Alisha datang, Ayyu segera meletakkan ponselnya kembali di atas meja sudut.

“ Kenapa Yu…? Males makan…? Mau aku hubungi Arya biar dia datang kesini ? Kangen khan sama Arya ?” Alisha duduk di pinggir tempat tidur, di usapnya perlahan rambut Ayyu. Ayyu hanya diam, tetap bersandar di headboard tempat tidur.

“ Gak usah Kak…” Ayyu menyahut. Sekali lagi kristal bening menyusuri kedua pipinya yang putih mulus.

“ Sabar yach…jangan sedih gitu dong…Kakak ikutan sedih juga nih…! sini aku peluk…Ayoo..,” Alisha menarik bahu Ayyu. Ayyu sudah tak tahan lagi, segera dipeluknya tubuh kakaknya. Menangis tersedu – sedu di pelukan Alisha. Alisha membelai rambut adik satu – satunya itu dengan penuh kasih sayang. Alangkah bahagianya menjadi Ayyu, bisa dicintai oleh 2 orang laki –laki sekaligus. Sedang Alisha, mencintai 1 orang laki - laki saja belum dapat ia lakukan.

“ Ayyu bingung Kak, sangat bingung. Hiks..hiks…hiks…”

“ Udahlah…tenangin pikiran kamu aja dulu beberapa hari ini, mungkin ada baiknya kamu tenang dan relaks. Gak baik ahh stress begitu, lagi pula semua jawaban itu ada di hati kamu, Ayyu.” Alisha menghapus butiran air mata di pipi Ayyu dengan lembut. Ayyu tetap terisak – isak dan semakin keras tangisnya. Matanya udah sembab karena airmata yang tidak kunjung berhenti.

Suara ketukan di pintu kamar Ayyu, membuyarkan adegan menangis malam ini di kamar Ayyu. Tak ada sutradara yang menghentikan aksi mereka, Namun kedatangan laki – laki tampan bernama Arya itu, telah membuat suasana menjadi berubah seketika.

“ Hai Ayyu…Malam Kak…” Sapa Arya. Lalu duduk di samping Ayyu.

Alisha memberikan senyum pada Arya. Ayyu melepaskan pelukannya dari tubuh Alisha. Dirapikannya rambutnya. Buru – buru diusapnya air matanya.

“ Koq bisa kesini, pasti Ayyu udah telepon kamu duluan yach Arya ?” Tanya Alisha.

“ Iya Kak…dikirimin MMS, wajah manisnya Ayyu jadi muram. Nih lihat…” Arya menyodorkan ponselnya ke hadapan Alisha. Alisha melihat gambar Ayyu di ponsel Arya, lalu tertawa terbahak – bahak.

“ Yee…Kakak nih…ada yang salah yach sama foto aku ?” tanya Ayyu. Penasaran Ayyu melihat ponsel Arya. Ayyu lupa, kalo dia baru saja menangis terisak – isak.

“ Ihhh…kamu jail Arya…bukan foto yang ini. Ini foto aku lagi bête sama Arya, Kak…ditinggalin di mal sendirian, terus duduk di tangga eskalator turun, dengan cemberut karena cape nyari Arya gak ketemu. Eh…tau – tau Arya peluk aku dari belakang sambil kasih tahu foto ini. Dia membidiknya tepat. Bete khan…? pose aku sengaja dibidik yang lagi jelek banget… ”

“ Hahahhaha….iyya tapi seru khan…? kamu gak jadi marah sama aku. Karena aku jailin kamu, buat cari kado untuk kamu.”

“ Kado…? Kado apa…? Aku khan udah lewat ulang tahunnya. Dasar ngaco kamu.” Ayyu memukul dada Arya lembut.

“ Udah selesai khan kita syuting episode 1 nya Ayyu…? Silakan lanjut yach sama Arya untuk episode ke 2 nya. Hehehhe….dah Arya…,” Alisha meninggalkan kamar Ayyu.

“ Ini kadonya…untuk kamu.” Arya memberikan sebuah kotak kecil berwarna merah marun. Ayyu menerimanya, dibukanya perlahan. Cincin bermata berbentuk hurup A. Owhh…bagus banget. A berarti Ayyu atau juga Arya.

“ Langsung dipakai yach…kayaknya pas dech di jari kamu.” Arya segera memasangkan cincin itu di jemari manis Ayyu sebelah kiri. Pas banget !.

“ Koq repot –repot sih kasih hadiah ini ke aku, Ya..?” Ayyu menatap wajah Arya sangat dalam. Sedalam perasaan dukanya malam ini.

“ Biar kamu gak sedih lagi, tadinya sih mau ngasihnya besok pagi di kantor kamu. Tapi, gak apa – apalah, malam ini juga oke koq. Hehehhehe….,” Arya tersenyum manis.

“ Kamu tau aku lagi sedih…?? Siapa yang kasih tau kamu ? “ kejar Ayyu.

“ Sini…duduknya dekatan dong. Kangen nih sama kamu…mau cubit pipi nya…” Arya menarik lengan Ayyu.

“ Ogah ahh…tar dikira mau ngapain lagi sama kamu. Kita diluar aja yuk…gak enak sama Mama dan Kak Alisha.” Ayyu menarik lengan Arya keluar kamar, menuju ruang TV. Arya hanya menurut saja.

Ayyu tiduran di atas paha Arya. Arya duduk di sofa menghadap TV flat berukuran 32 inch. Arya membelai rambut Ayyu sambil mencubit pipi Ayyu. Ditarik – tariknya pipi Ayyu dan hidung Ayyu.

“ Kamu sedih karena kangen sama aku khan…? koq gak peluk aku tadi pas aku datang, Yu ? “ Arya membuka pembicaraan.

“ Waduhh…siapa yang bilang aku sedih karena aku kangen sama kamu ? gossip tuch…” Ayyu berjingkat. Lalu di ciumnya pipi Arya. Arya kaget. Eh tapi malah tersenyum – senyum cowok itu. Ayyu mencubit pipi nya Arya. Arya mengaduh. Lumayan, rejeki koq di tolak.

“ Dudul dong…yang bilang ke aku. Dia telepon aku tadi sore…kata dia kamu seharian gak mau diajak ngomong sama dia. Kata kamu, kamu lagi sedih karena gak ketemu aku 3 hari, kamu kangen sama aku. Iyya khan, sayang…?? Ngaku aja dech…!”

Arya menarik kedua pipi Ayyu.

“ Dudul ngarang tau Ya.., tapi…ya udahlah kalo dia bilang begitu, hehhehe….”

Ayyu tidak mengerti apa yang telah dilakukan Dudul terhadap Arya. Arya benar – benar tidak tahu permasalahan yang sebenarnya.

“ Makasih yach…sayang.”

“ Makasih apaan…? “

“ Kangenin aku..emang aku sengaja tuch gak makan siang bareng kamu selama 3 hari, biar kamu kangen sama aku. Hhehhe…”

Ayyu mengangkat kepalanya dari paha Arya. Lalu menatap Arya. Arya menatap Ayyu, dalam dan sangat dalam. Kedua tangan Arya memegang pipi Ayyu. Ayyu menahan nafas. Memperhatikan apa yang terjadi selanjutnya. Mata Arya memancarkan sesuatu yang ingin diucapkannya pada Ayyu.

“ Dorrr…!!! Hahahhaha…..,” Ayyu mendorong tubuh Arya ke belakang. Terjatuh di sofa. Lalu Ayyu berlari ke dapur. Meninggalkan Arya yang bengong melihat tingkah Ayyu. Hmm…baru mau mesra – mesraan…ceweknya malah ngabur ke dapur.

Ayyu kembali lagi di hadapan Arya. Dengan membawa 1 botol air mineral. Dan 1 buah gelas.

“ Minum dulu Tuan Arya…hehehhe…maafkan saya belum menyuguhi Tuan sedari tadi....,"

Arya meneguknya tanpa sisa. Lalu diletakkan gelas itu di meja di hadapannya.

“ Makasih yach…untuk hadiahnya, tapi bukan itu sebenarnya yang aku butuhin sekarang. Aku memang lagi butuh kamu disisi aku.” Ayyu menggeser duduknya hingga dekat dengan kekasihnya, calon suaminya.

“ Hmmm…iyya sayang…sama – sama. Mmmuachhh….”

Arya melayangkan ciuman di kening Ayyu. Lama, hangat dan sangat menyentuh hati Ayyu.


Tangerang, 10 Maret 2010

Rabu, 10 Maret 2010

Sebentuk Cinta dari Nany

 

Aku tak pernah membayangkan sebelumnya kalau aku akan mengalami hal terburuk seperti ini. Bermimpi pun aku tidak mau. Rasanya kalau aku tidak menyayangi diriku dan keluargaku, sudah dari dulu saat musibah ini menimpaku, aku ingin pergi dari dunia ini. Meninggalkan Ibuku dan adikku Maharani berjuang keras untuk memenangkan pertarungan hidup yang penuh tantangan ini.

Ya…Tuhan, tak pantaskah aku mendekap hangat kebahagiaan lagi seperti dulu? Tak pantaskah aku kembali menjadi seperti seseorang yang sangat diharapkan keluargaku? Adilkah yang Engkau berikan untukku Ya…Tuhan di saat keluargaku membutuhkan keringat dan kerja kerasku…? Apa salahku selama ini pada-Mu...? Bukankah aku selalu taat mengerjakan semua Perintah-Mu dan menjauhkan segala Larangan-Mu..? Kenapa aku tidak bisa menerima semua ujian-Mu ini Ya Tuhan…? rasanya sulit untuk memahami semua musibah yang Engkau berikan ini padaku.

Terlalu cepat Engkau hantarkan aku dalam keterpurukan, dalam kesedihan yang aku tidak pernah tahu kapan bisa ku akhiri. Ya…Tuhan…, kumohon kepada-Mu….kembalikanlah aku seperti semula, aku rindu saat – saat dulu, saat - saat bahagia berkumpul bersama keluargaku, bersama teman – temanku, dan bersama sesorang yang kucintai.. Ya…Tuhan, bila memang ini adalah jalan-Mu agar hatiku selalu dekat dengan-Mu, maka teguhkanlah hatiku…menjadi orang yang penuh kesabaran dan keilkhlasan dalam menerima kasih sayang ujian-Mu ini……

Erwin masih menangis tersedu – sedu di penghujung doanya…, tak dihiraukan lagi kemejanya yang telah basah oleh jatuhnya air mata yang terus menyusuri kedua pipinya, seakan kedua matanya seperti sebuah waduk yang jebol karena melimpah ruahnya air, disebabkan hujan yang tiada berhenti berhari – hari membasahi bumi. Matanya telah membengkak karena selalu menangis setiap berdoa, dan doa yang diucapkannya selalu itu – itu saja. Hanya memohon kesembuhan dirinya.

Apalah daya manusia? Tuhan pun sudah mendengar doa Erwin setiap hari, Tuhan pun sudah melihat keadaan Erwin yang sangat tidak mengenakkan itu. Tuhan pun mungkin sudah mempunyai rencana indah di balik sebuah ujian yang kini Erwin derita. Tuhan pun mungkin sudah menyiapkan hadiah dari buah kesabaran Erwin…hanya Erwin tidak mengetahuinya, andai saja Erwin mau mengambil hikmah dari musibah yang menimpanya saat ini, agar Erwin selalu dekat dengan Pencipta-Nya. Karena seseorang yang sedang diuji Tuhan…adalah sesungguhnya dia sedang dekat dengan Tuhan-Nya. Setiap tetes air mata yang jatuh dari kedua mata Erwin…sesungguhnya adalah air mata kebahagiaan, bukanlah air mata kesedihan, karena sebenarnya Erwin memang telah dicintai oleh Tuhan dan dipilih sebagai seseorang yang akan naik kelas, yaitu dalam kelasnya orang – orang yang bersabar dan ikhlas.

“ Kakak mau aku suapin makan sekarang…?” Maharani menawarkan makan sore pada Erwin.

“ Tak usahlah Ran…, kamu sediakan saja. Biar kakak makan sendiri. Antar kakak ke ruang tengah yach…? Kakak mau makan sambil nonton TV.” Sahut Erwin.

“ Tapi Kak…, “ Rani ragu mengantarkan kakaknya ke ruang tengah. Selama kakaknya mengalami musibah kecelakaan mobil 2 bulan lalu, kakaknya sudah tidak pernah lagi mau menonton tv. Kerjanya hanya berdiam diri di kamar, berdoa tanpa berhenti dan selalu menangis. Membuat Maharani khawatir akan kestabilan jiwa kakak satu – satunya itu.

“ Ayolah…Ran..antar kakak ke sana yach…?” Erwin menarik tangan Rani.

Tangan kanan Rani memegang bahu kakaknya. Diajaknya kakaknya ke ruang tengah dengan berjalan berhati – hati. Sesampainya di ruang tengah, segera dirapikan bantal kecil untuk sandaran punggung kakaknya. Agar kakaknya bisa menonton TV dengan nyaman. Didudukkan kakaknya di sofa berukuran L yang hanya berjarak 200 meter dari buffet TV.

Setelah itu Rani pergi ke dapur, mengambil makanan dan sebotol air minum untuk Erwin. Tanpa memberitahu terlebih dahulu.

“ Ran…mana remote TV nya…? Kakak mau nonton berita terkini.” Erwin memanggil nama Rani. Namun sayang, Rani tidak mendengarnya.

“ Ini Kak Erwin…bukalah tangan Kakak.” sebuah suara lembut tiba – tiba menjawab pertanyaan Erwin. Erwin kaget. Karena belum pernah mendengar suara lembut itu di rumahnya. Apalagi dengan panggilan Kakak. Yang pasti itu bukan suara adiknya, Rani dan bukan pula suara Ibunya.

“ Maaf…kamu siapa yach? aku tidak pernah mengenal suara kamu sebelumnya.” Erwin menengok ke arah asal suara lembut tadi. Memberi senyum manis. Dibalas si pemilik suara lembut itu dengan senyum manis pula. Tapi, pemilik suara lembut itu tiba – tiba matanya berkaca – kaca. Dan sayangnya, Erwin tidak bisa melihat kristal – kristal bening yang mengisi ruangan kedua mata si pemilik suara lembut itu. Bahkan Erwin juga tidak dapat melihat senyum manis yang diberikan untuknya.

“ Namaku….Nany, Kak Erwin, teman satu kelas dengan Maharani.” gadis bersuara lembut itu mengenalkan diri.

Erwin tersenyum. Dibukanya telapak tangan kanannya. Nany meletakkan remote TV di tangan kanan Erwin yang sudah terbuka lebar. Erwin memegang remote TV erat. Dan memulai memainkan tombol – tombol remote dengan jarinya. Terlihat kesulitan sekali Erwin memencet tombol remote TV. Sekali lagi gadis bernama Nany menawarkan bantuan pada Erwin.

“ Biar aku bantu Kak.., Kakak mau saluran nomer berapa? Biar tanganku yang memilihkannya untuk Kak Erwin.”

“ Terima kasih De…aku masih bisa koq kalau hanya untuk memencet tombol remote. Aku tidak mau menjadi manja karena aku seperti ini.” Ujar Erwin.

Di hati yang paling dalam sekali, Erwin menangis…dan menangis terisak – isak, berusaha bersikap seperti ia seorang yang berjiwa besar di depan Nany, padahal ia seorang yang rapuh, yang cengeng, yang tidak tahan kesakitan dan penderitaan seperti ini.

Rani datang dengan membawa makanan, buah - buahan dan sebotol air putih untuk kakaknya. Diletakkannya semua hidangan itu di meja di depan kakaknya. Tiba – tiba saja suara hujan terdengar di depan rumah. Rani spontan berlari ke depan rumah, untuk membereskan cucian yang baru saja selesai dijemurnya.

“ Mari Kak Erwin…aku bantu suapin makanannya yach...” Nany mengambil sendok dan piring yang sudah lengkap dengan nasi, lauk dan sayur. Tangan Nany sudah siap untuk memberi suapan pertama untuk Erwin.

Erwin menggelengkan kepala. Dan tersenyum.

“ Kenapa Kak…? Kakak malu yach aku suapin…? Gak usah malulah kak…anggap aja aku adik kakak juga. Aku gak punya kakak. Aku anak tunggal, Kak.” Nany menatap wajah Erwin, laki – laki yang sedari dulu dikaguminya, sejak Nany duduk dibangku kelas 2 SMK.

Erwin melamun sejenak. Di dalam hatinya yang paling dalam…Erwin tertawa bahagia. Belum pernah ada seorang gadis sejak musibah menimpa dirinya, memberi perhatian padanya. Sedangkan Tiara saja, kekasih hati yang dipacarinya selama 2 tahun, pergi meninggalkan dia dengan memberikan sebuah surat yang berisi salam perpisahan, saat mengetahui cacat fisik yang diderita Erwin.

Erwin membuka mulutnya perlahan. Nany tersenyum manis, walaupun Erwin tidak melihatnya. Nany memberikan suapan pertama pada Erwin. Dengan penuh rasa sabar, Nany menanti Erwin mengunyah makanan hingga habis. Lalu suapan kedua, disusul suapan ketiga. Erwin begitu senang dengan perhatian yang diberikan Nany. Betapa bahagianya Nany, bisa menyuapi makan seorang cowok yang sudah lama dikaguminya.

Rani datang dengan membawa setumpuk pakaian yang telah dirapikannya diluar. Rani cuma senyum – senyum saja melihat keakraban yang dipertunjukkan Nany sore ini kepada Kakaknya. Tiada doa yang Rani bisikkan saat itu di hatinya, selain berharap kehadiran Nany dalam hidup kakaknya, bisa membawa kebahagiaan dan perubahan sikap kakaknya dalam menghadapi musibah ini, menjadi seseorang yang tegar, sabar dan mau bangkit dari penderitaan, dengan memandang hidup lebih optimis.

***************

Nany merebahkan kepalanya di atas bantal yang paling empuk di kamarnya. Matanya memandangi langit – langit kamar yang diberi warna biru, dan sebentuk gambar awan yang teduh menggelayut di sana, di antara awan – awan itu tertulis nama Ayah Bunda Nany. Jadi sambil menatap hamparan langit yang biru tiap menjelang tidur, Nany bisa selalu mengingat kedua orang tuanya yang membesarkannya dengan penuh kasih sayang.

Di dalam kamar yang berukuran luas itu, pikiran Nany tidak lepas kepada nama Erwin, wajah Erwin, dan sikap Erwin tadi sore yang benar – benar membuat Nany lucu dan bahagia. Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta?? Tapi Nany memang sudah lama jatuh cinta dengan Erwin, guru eskul komputernya yang selalu mengajarnya tiap sabtu sore. Cuma sayangnya, Erwin tidak pernah mengetahui getar – getar asmara Nany, tidak pernah mengetahui sinyal – sinyal cinta Nany. Erwin terlalu sibuk dengan aktifitasnya untuk menghidupi keluarga. Selepas Ayah Erwin meninggal dunia 3 tahun lalu. Dari hari Senin sampai Jumat, Erwin bekerja sebagai Marketing Bank Swasta di Jakarta. Hari Sabtu siang sampai dengan sore mengajar eskul komputer di SMK Nany. Hari Minggunya jalan – jalan sama Tiara, kekasih Erwin, yang cantik jelita itu. Manalah sempat Erwin untuk membaca email cinta dari hati Nany?.

Disaat yang bersamaan pula……di ruangan kamar yang tidak terlalu luas.
Erwin menatap langit – langit kamarnya yang tidak ada satupun awan – awan bertengger di sana. Hanya langit yang kosong. Bukan berwarna biru pula. Tapi berwarna putih.

Erwin tersenyum sendirian, meletakkan kedua tangannya di bawah bantal, dan kaki kanannya diletakkan di atas dengkul kaki sebelah kirinya. Mengingat kejadian sore tadi. Terbersit keanehan dalam diri Erwin. Kenapa hatinya begitu terusik dengan perhatian kecil yang diberikan Nany tadi sore, anak didiknya yang kebetulan satu kelas dengan adiknya.

Padahal, sikap Nany kalau di sekolah itu biasa saja. Tidak ada sikap yang istimewa yang ditonjolkan Nany. Bahkan saat mengajar pun, Erwin tidak pernah memberikan perhatian khusus pada gadis bersuara lembut dan berwajah imut itu. Kenapa kepergian Tiara dari hidupnya tidak bisa membuat Erwin bersedih hati, justru kedatangan Nany bisa memberi tawa bahagia di hatinya saat ini? Ada apa dengan hatiku? tanya Erwin.

***************

Di suatu sore yang cerah, selepas hujan. Erwin dan Nany bertemu di taman dekat komplek rumah Nany. Erwin datang diantar oleh Rani. Setelah urusan mereka berdua selesai, Rany berjanji akan menjemput Erwin kembali ke rumah.


“ Maaf yach Kak…aku meminta Kakak datang ke sini mendadak banget.” Nany membuka percakapan.

Di taman yang dipenuhi pohon – pohon besar yang rindang, rumput – rumput yang hijau yang tertata rapi, mereka berdua duduk berdekatan dibangku taman yang terbuat dari kayu, disediakan memang hanya satu oleh pengelola taman. Hanya sebagai dekorasi taman saja.

“ Gak apa – apa koq De…aku senang sekali bisa datang ke tempat ini, tempatnya sejuk dan nyaman. Masih serba hijau.” Erwin tersenyum simpul.

“ Hmm….aku cuma mau menyampaikan ini sama Kak Erwin…, dari rekan – rekan di sekolah dan rekan – rekan Kakak di kantor, semoga bermanfaat yach untuk Kakak…,” Nany memberikan amplop coklat berisi uang ke tangan Erwin. Diraihnya tangan Erwin agar memegang amplop coklat yang tebal itu.

Erwin menerimanya. Bingung dan khawatir dengan pemberian Nany.

“ Apa ini De…?” Erwin meraba – raba isi amplop itu.

“ Isinya uang Kak…, buat pengobatan mata Kakak. Udah 2 bulan, aku dan teman - temanku, menggalang dana di sekolah dan ke semua rekan kerja Kakak di kantor, atas info Bapak Ilham, tetanggaku yang jadi security di kantor Kak Erwin...,” Nany memandangi wajah Bapak gurunya dengan seksama, ada pelangi bahagia menyembul di wajah Erwin yang bulat.

“ Kenapa kamu harus repot – repot De…? Aku tak pantas mendapat perlakuan baik seperti ini. Selama aku mengajar kamu, aku gak pernah memperlakukan kamu istimewa. Aku malu De…!” Erwin menatap wajah Nany.

Andai dia bisa berterus terang pada Nany, dia sebenarnya bahagia masih ada orang yang peduli sama dirinya. Erwin berpikir, yang masih punya rasa peduli hanyalah keluarganya saja. Sejak Kecelakaan mobil yang menimpa Erwin, dan membutakan mata Erwin, Erwin keluar dari kantor. Mobil kantor yang dikendarainya harus masuk bengkel dengan biaya perbaikan yang tidak sedikit. Erwin mendapat pesangon 3 kali gaji pokok beserta uang pengobatan sekedarnya. Tak ada rekan kerjanya yang peduli dengan keadaannya. Begitupun Erwin mengajar di SMK Nany, hanya sebagai guru freelance, hanya mendapat sumbangan ala kadarnya saja dari guru – guru di sana.

“ Ya sudahlah Kakak..anggap aja ini rezeki dari Tuhan untuk Kak Erwin…!” Nany menghibur. Agar Erwin mau menerima uluran tangan dari kerja keras Nany selama ini.

“ Kalau aku masih dalam tahap penyembuhan nanti, apakah kamu akan terus bersikap baik padaku De…?” Erwin melontarkan pertanyaan pada Nany.

“ Maksud Kakak apa…? “ Tanya Nany tidak mengerti.

“ Seperti yang kamu beri beberapa hari lalu di rumahku itu...De, nyuapin aku.” Erwin malu – malu mengungkapkan isi hatinya.

“ Hehehe…pastinya Kak ! walaupun Kakak belum sembuh pun, aku masih mau koq menemani hari-hari Kakak…nyuapin Kakak lagi, ngobrol sama Kakak, menceritakan tentang acara TV sama Kakak, atau sekedar duduk di taman ini dan bercerita tentang indahnya rumput yang selalu menghijau, agar Kakak bisa menghirup udara segar dan semangat lagi menghadapi hidup, hhehhe….” Nany tertawa kecil.

“ Berarti kamu sayang dong sama aku, bener gak sih De…?” Erwin tersenyum menatap Nany.

“ Emangnya Kakak gak merasa seperti itu yach…?” jawab Nany balik.

“ Terima kasih yach De….atas jawaban kamu dan pemberian amplop yang sangat berharga ini.”

“ Sama – sama Bapak Guru....hhehehe….,”

Erwin tertawa lepas. Begitu juga Nany. Sepertinya binar-binar bahagia itu bukan cuma untuk Erwin, tapi juga untuk hati Nany. Rasa yang dahulu di pendam Nany pada guru komputernya, kini sudah bisa dirasakan Erwin. Dan Erwin pun sudah dapat memahami pesan cinta Nany. Dan menjawab pesan cinta Nany dengan cara yang instan.

Tak ada kata terlambat memang untuk mencintai seseorang, walaupun harus melalui sebuah rintangan dan keadaan yang paling tidak mengenakkan. Hingga Nany harus berjuang untuk membuktikan perasaan cintanya yang tulus pada Erwin dengan memberi perhatian tulus yang mungkin orang lain tidak dapat melakukannya. Memang benar yach, perbuatan itu ternyata lebih bermakna dari pada sebuah kata – kata manis yang hanya singgah di bibir saja.

Andai Erwin tahu, siapa sebenarnya yang malam itu menabrak Erwin, hingga Erwin yang berada dalam mobil, dalam keadaan menyetir langsung pingsan seketika. Dan beberapa serpihan kaca tanpa ampun menusuk ke dalam matanya, hingga membutakan kedua mata Erwin. Mungkin Erwin sama sekali tidak mau mengenal Nany. Karena orang yang menabrak Erwin telah melarikan diri hanya untuk menjaga reputasi karier dan keluarganya. Selama 2 bulan, Nany berusaha keras menyadarkan orang itu agar mengakui semua kesalahannya kepada Erwin dan keluarganya. Dan orang itu telah menemui Ibu dan adik Erwin sore ini di rumah. Saat Nany dan Erwin bercengkerama di taman. Tinggal menunggu Erwin sembuh dan melihat dunia kembali…Ayah Nany akan datang ke hadapan Erwin….untuk memohon maaf.

Tangerang, 17 Januari 2010
At 4.00 a.m

Senin, 08 Maret 2010

Sobat Bernama Bagus Pandu

Alhamdulillah...
Kau tlah pulih.
Setengah derita mu berkurang, terangkat, terkikis.

ku bahagia...teramat sangat dan bersorak - sorak, menatap ceria mu malam tadi.
Bicara dan tertawa...tanpa beban. Bahagiamu terpancar menyaksikan sobat - sobatmu dekat disisi mu.
Ku panjatkan doa diam - diam di relung hatiku,
untuk mu...
Untuk kelanjutan kesembuhanmu, berharap Sang Khalik mengirimkan kemukjizatan kepadamu.

Tetaplah tabah dan tegar menjalani ujian ini, Allah SWT hanya menguji kesabaran dan keimananmu sementara.
Jangan lagi berputus harapan.

Berpijaklah pada 1 keyakinan, bahwa Allah SWT kan membawamu pada sebuah kebaikan diakhir derita hidupmu.

Hingga kita bisa berkumpul dan berbagi bahagia bersama seperti dulu lagi dalam keadaan sehat dan dipenuhi rasa syukur yg mendalam.
Amien Ya Allah...


Tangerang, 7 Maret 2010


" kami ada karena kami peduli, kami peduli karena kau sobat kami. "

Happy Milad Bunda

Bunda...namamu slalu ku sebut, dipenghujung sujud ku, dipermulaan pintaku, 5 kali dalam 1 hari.

Ku berdoa senantiasa tuk bunda...untuk kesehatan, keimanan dan kebahagiaanmu.

Tak pernah putus ku sampaikan untaian kata cinta ku pada Rabb ku...tertuju pada bunda yg tlah membesarkan dan mendidik aku.

Tiada kebahagiaan yg bisa ku persembahkan untukmu bunda selain rasa syukur ku pada Rabb ku...karena ku memiliki bunda seperti engkau. Mungkin engkau berbeda dengan bunda yg lain, tapi engkau tetap bunda ku.

Tiada air mata yg tercurah dipipi ku detik ini, selain hanya ingin melihat engkau slalu bersama ku, di kalbu ku.

Dan Tiada kerinduan yg bisa kuhantarkan lewat bait kalimat ini selain aku sayang bunda...sayang dan sayang.
Happy Milad Bunda...
Semoga Bunda slalu dalam lindungan Allah SWT...
dan slalu menjadi kekasih Allah SWT.

Amien...


Tangerang, 7 Maret 2010

" Semoga Ibu Sehat wal afiat selalu, panjang umur dan bahagia yach...."

Kamis, 04 Maret 2010

Fauzan Asril Hakim

Aku rindu engkau...

aku ingin peluk engkau,
air mata ku menitik satu demi persatu..bila ingat engkau.

Aku kadang gregetan, lihat bibir mungilmu, mengucapkan sesuatu yg tak ku mengerti.
Hurup R mu belum fasih, tapi lucu dan polos engkau terlihat jelas.

Aku hanya cuma meringis kecil bila tangan-tangan mungilmu memukul gemas tubuhku,
hanya untuk menjadi partner atau musuh seperti dalam film robot kesukaanmu.
Met ulang tahun yach...semoga engkau suka dengan kado yang aku beri tadi siang.

Aku sayang engkau...selalu, selamanya.
Peluk cium dari jauh untukmu...dekap hangat dari sini.
Semoga menjadi anak pintar dan sholeh di usia mu yang ke 5 tahun....
semoga menjadi penerang dalam kehidupan dan agamamu. Amien Ya Allah...


Tangerang, 28 Februari 2010


" Happy Birthday My Smart Nephew..."

Cerah Penghapus Mendung

Malam lalu...tak ada 2 gelas kopi susu, tak ada 2 cangkir bandrek hanjuang,
tak ada sebungkus kacang kulit atau sebatang coklat pun,
menemani peluncuran untaian kata yang mengalir deras di sisi - sisi hentakan jam dinding.

Banyak orang tlah terlelap dan berebut mimpi indah,
merangkai gambar tuk membawa nyenyak ke dalam keindahan senyap.

Entah, berawal dari mana...kita tak merasakan kantuk menyerang,
4 jam hanya berbagi cerita, tertawa bersama,
ke barat, ke utara, ke selatan, timur juga ikut terjelajah,

saat telinga mu lapang mendengarkan aku,
ketika telingaku mendengarkan catatan hidupmu, bukan waktu yang kuhitung banyaknya, Tapi...kehadiranmu, merubah mendung di duniaku menjadi cerah tlah membuat malam lalu begitu bermakna. Sahabat...tak ada yg bisa kuwakili disini, " Terima Kasih " selalu ada bersama ku...


" Tangerang, 28 Februari 2010

"saat keadaan yg sulit, dapat kita temukan teman yg sebenarnya. Silakan buktikan!

Jalan Berbelok


Banyak jalan yang lurus, sebenarnya.

Yang bisa Engkau lewati, teman.

Tapi, Engkau memilih jalan itu...meskipun sesungguhnya sulit dilalui dan penuh resiko,

Engkau bisa mati atau terjatuh karena tak berdaya mengendalikan kecepatan kemudimu.

Pesanku bukan cuma berhati-hati !

Tapi lebih dari itu, JANGAN LEWATI JALAN BERBELOK ITU !!

karena kita tidak pernah tahu kapan kita akan terjatuh tiba2, lalu mati.

Mati, dengan meninggalkan kisah hidup yang buruk.

Berbahagialah dari sekarang, teman.

Bahwa...masih ada teman yang peduli dengan jalan yang Engkau pilih hari ini.

Walaupun mungkin teguran itu sangat menyakitkan ditelinga dan hatimu.


Tangerang, 26 Februari 2010

" Menjadi orang yang baik dan jujur itu sangat penting, teman.
Tak peduli, orang lain bertindak kejam, tapi kita tetap harus menjadi orang baik...."

Gadis Berkerudung itu

Kalau ia menari dimasa kecil, sangat luwes dan aduhai...
mempesona jiwa tuk mencubit pipi dan tubuhnya yang padat.

Kulit putihnya mencerminkan hatinya, walau kadang menangis jalan satu-satunya menumpahkan gundah di hati.
Aku cuma tertawa sejenak kala itu.
Menjawab tantangan dan tekanan tlah tuntas dilompatinya, kini ia beranjak dewasa, kuat dan tegar, bertarung dan bersaing di tengah gilanya zaman.

Segenap waktu tercurah tuk kesuksesan yang diimpikannya,
ilmu pengetahuan dan agama menjadi senjatanya kelak...
Jika datang badai, topan, puting beliung, bom, banjir, atau tsunami bukanlah rintangan yg ditakutinya.

Gadis berkerudung itu...
sebentar lagi membuktikan pada semua orang,
bahwa ia pun bisa menjadi orang yang berguna dan dapat diandalkan.
Doa ku...semoga Allah SWT mengabulkan doa di setiap sujud khusyu mu. Amien...


Tangerang, 1 Maret 2010

" De..maju terus pantang mundur yach...."


Fans