Senin, 15 Maret 2010

LUKA DI SINI....

 
“ Satrio…! Bagaimana..? sudah siap semuanya ? atau masih perlu waktu lagi ?” Abiv membuyarkan lamunan Satrio, yang masih termangu di dalam mobil. Duduk di belakang kemudi, dengan pandangan yang kosong, menatap lirih ke bangunan Gedung Pengadilan Agama di samping kirinya.

“ Terlalu sakit cambuk ini, Biv…aku tak sanggup sepertinya berjalan ke sana, aku tak sanggup Biv..tak sanggup!” Satrio menutup kedua matanya dengan terus menggeleng – gelengkan kepalanya.

“ Aku akan tunggu sampai kamu siap melangkah kesana, atau aku akan antar kamu kembali ke rumah, Satrio. Bukan aku yang membuat pilihan untukmu, tapi kamulah yang harus membuat pilihan terbaik untuk hidupmu. Jangan takut menatap masa depanmu, Satrio. Semua sudah di atur oleh Yang Maha Kuasa. Kamu tinggal menjalaninya saja. Tidak lebih, Satrio....,” Abiv memahami perasaan Satrio, yang sedang berkecamuk tak menentu. Bimbang dan tak ada lagi kepercayaan diri.

Satrio sedang mengalami kehancuran hati, hidup dan dunianya. Sedangkan Abiv berusaha untuk mengumpulkan kepingan – kepingan keruntuhan itu. Teman seperjuangan yang dikenalnya selalu baik – baik saja, kini terpuruk dalam jurang kehampaan. Jurang yang telah membuat Satrio terperosok, dengan luka batin di sana sini.

Abiv selama ini yang selalu mendengarkan jeritan hati Satrio. Pria yang dikenalnya selama bertahun – tahun sejak bangku Sekolah Dasar hingga mereka berdua dipertemukan kembali dalam ikatan kekeluargaan. Hanya Abiv jua yang mendukung semua keinginannya untuk mengakhiri penderitaannya.

Terlalu jauh sudah Satrio mengembara dalam perih yang tak berujung, perih kesakitan demi mempertahankan rasa cinta yang tak semestinya. Rasa cinta yang dipaksakan hadir dengan wujud kesempurnaan. Dibutakan oleh cinta, Begitulah Abiv selalu berujar berulang kali. Sayangnya, Satrio terlalu tuli untuk menerima semua pesan positif yang diberikan Abiv setiap saat Satrio membagi luka hatinya.

“ Satrio…waktu kamu tinggal 5 menit lagi. Putuskan sekarang atau kamu terombang - ambing dalam kerumitan masalahmu ini. Ayolah…hentikan deritamu ! tunjukkan kamu laki - laki terbaik walaupun luka itu masih menganga. Aku yakin kamu bisa melewati ini tanpa dia. Kamu bisa Satrio !”

Satrio menarik nafas dalam – dalam, lalu membuangnya perlahan. Ada setitik kelegaan tergurat di wajahnya yang berawan gelap. Beban yang dipaksa dipikulnya kini mulai berangsur menyusut. Atau hanya untuk menyenangkan hati Abiv saja ? sahabat yang sekaligus menjadi adik iparnya itu. Tak ada yang tahu, Satrio dan Tuhanlah yang menjawabnya.

Satrio pun memasuki Gedung yang terlihat begitu menyeramkan dalam sejarah hidupnya dengan langkah gontai. Abiv menggandeng Satrio dengan hati mantap memasuki ruangan sidang yang telah di hadiri oleh beberapa keluarga Satrio dan keluarga Vivie, isteri Satrio.

Beberapa pasang mata memandang Satrio dan Abiv dengan tatapan sinis. Abiv tak mempedulikan, begitu pula Satrio. Hidup ini harus terus melaju, tentunya dengan keseimbangan. Bukan lagi ketimpangan. Apalagi ada pihak yang dirugikan, karena sebuah pernikahan semu yang telah diciptakan seseorang hanya untuk permainan belaka. Permainan hati sekaligus materi. Sungguh keterlaluan..!!

**********

“ Satrio…, nama saya.” Satrio mengulurkan tangan terlebih dahulu pada gadis manis di sebelahnya. Perjalanan dinas kali ini terasa singkat dan mengesankan.

Bagaimana tidak ? gadis manis berambut panjang sebahu ini, bercerita terus tentang pekerjaan dan hidupnya sejak duduk di kursi pesawat rute Yogyakarta – Jakarta.

Satrio yang pendiam dan pemalu, hanya tersenyum - senyum bahagia karena memiliki teman perjalanan udara yang menyenangkan hati. Begitu banyak yang dibicarakan gadis manis itu, hingga sampailah gadis manis itu menanyakan sesuatu hal yang membuat wajah Satrio merah padam. Bisu seketika.

“ Maaf…bila pertanyaan saya telah membuat kamu terganggu. Saya minta maaf…,”

Gadis manis itu mengulurkan tangannya. Satrio menyambutnya penuh keramahan.

“ Tidak apa – apa, Annisa…, saya benar – benar tidak terganggu. Oh..yach, kalau boleh saya tahu, kamu bermalam di mana…?”

“ Leganya hati ini...! Saya menginap di Jalan M.H Thamrin, Satrio. Kenapa memangnya…?” Annisa penasaran.

“ Lho..koq menginap di hotel ? tidak pulang ke rumah kah ?”

“ Agenda kerja saya padat, Satrio. Training kerja ini dibikin padat, tak ada waktu untuk bermalam di rumah, yang jarak tempuhnya sekitar 2 jam sampai ke rumah.” Annisa menyahut ramah pula. Satrio hanya mengangguk. Sambil melemparkan senyumnya pada Annisa. Ingin rasanya Satrio memperlambat jalannya pesawat ini untuk mendarat di Airport Soekarno Hatta. Agar perbincangan ini tak berakhir dengan cepat.

“ Tak ada waktu luangnya, Annisa ?” Satrio mengejar dengan pertanyaan yang membuat Annisa terperanjat. Annisa sudah bisa memahami arah pembicaraan Satrio.

“ Ada, memangnya kenapa Satrio ?” Annisa balik bertanya.

“ Jam berapa ? Maaf lho…itu pun kalo kamu mau memberitahu saya. Bila tidak bisa, yach nasib saya dech, Annisa. Hehhehe…,” Satrio tertawa. Malu rasanya bila Annisa benar – benar tidak memberitahunya. Tapi, kapan lagi bisa menemukan pengganti pendamping hidupnya kalau setiap ada kesempatan berharga, dilewatkan Satrio begitu saja. Huftt…Satrio memejamkan mata sekian detik, sedang berdoa rupanya. Entah apa itu.

“ Hey…lagi ngapain kamu ? pasti takut yach mau landing ? masih 10 menit lagi koq. Hehhehe….,” Annisa tertawa kecil melihat tingkah Satrio.

“ Lagi berdoa Annisa, agar kamu memberi info waktu kosong kamu malam ini.” Jawab Satrio spontan.

Annisa tertawa kembali. Lama – lama lucu juga nih cowok misterius. Tadi cuma diam dan jadi pendengar saja, sekarang malah membuat Annisa sakit perut, karena tingkah lucunya. Sedang Satrio tetap memejamkan matanya.

“ Siap – siap, Satrio…mau landing nih.” Annisa mengejutkan Satrio, yang masih berdoa. Hanya untuk mengharap Annisa memberikan jawaban pertanyaannya barusan. Ternyata, doa Satrio belum terkabul. Tak apa – apa, masih ada waktu untuk mendekati Annisa. Pikir Satrio.

Pesawat pun mendarat dengan mulusnya di Airport Internasional ini pukul 1 siang. Annisa dan Satrio segera berkemas – kemas, dan mengucapkan salam perpisahan dengan hangat setelah turun dari pesawat. Mereka berpisah. Satrio menuju ke Cikini. Sedangkan Annisa menuju ke Jalan M.H Thamrin. Satrio pun menginap di hotel, untuk melakukan pertemuan dengan relasi bisnis perusahaannya sore ini.

**********

“ Iyya Mas…makasih banget info nya, salam sama Mbak Maya yach dan anak – anakmu.” terdengar Annisa mengakhiri perbincangan telepon dari seorang laki – laki.

Annisa membaringkan tubuhnya di atas matras tempat tidur hotel yang empuk. Pikirannya melayang pada laki – laki yang baru saja menghubunginya. Mau kasih hadiah apa yach buat ulang tahun pernikahan teman baiknya itu, 1 minggu lagi ?. Bingung. Segalanya telah laki – laki itu miliki. Lalu apa hadiah yang pantas untuk dia ?. Sudahlah, nanti saja dipikirkan. Hanya akan menguras waktu. Ujar Annisa.

Annisa segera menyudahi kebingungan pikirannya. Dipilihnya beberapa helai kemeja dan blazer untuk persiapan acara Training Staff Ahli dari Kantor Pusat Perusahaan telepon seluler terkemuka di Indonesia, yang akan berlangsung 30 menit ke depan. Tampil rapi dan modis, mungkin perlu diperhitungkan buat Annisa. Kali aja selesai acara training kerja nanti, bisa menemukan seseorang yang selama ini dicarinya.

**********

Peserta training yang berjumlah kurang lebih 50 orang telah memadati ruangan pertemuan di Hotel berbintang ini. Peserta training yang berasal dari luar daerah Jakarta, mengirimkan 2 sampai 3 orang utusannya. Sedangkan Annisa hanya sendirian diutus dari kantornya untuk menghadiri acara ini. Kedua orang temannya tidak bisa ikut dalam momen berharga ini, karena harus dikirim ke daerah lain untuk perampungan masalah perusahaan menyangkut pelayanan dan jaringan. Meskipun sendirian tak mematahkan semangat Annisa untuk tetap mengikuti acara yang sangat penting untuk hidupnya ini. Setelah berhasil mengikuti training kerja selama 2 hari ini. Annisa berharap akan menambah wawasan dan skillnya kelak. Hingga dia bisa ikut dalam promosi jabatan ke jenjang yang lebih tinggi dalam Struktur Perusahaannya.

Acara telah berlangsung 3 jam, dan ditutup dengan acara door prize. Tentu saja semua peserta senang hatinya. Karena bisa membawa pulang hadiah – hadiah menarik, ponsel, ipod, sampai notebook keluaran tahun terkini. Dan beberapa souvenir eksklusif dari beberapa sponsor.

Selesai acara, para peserta dari Jakarta dan daerah saling berkenalan. Banyak yang bertukar nomer ponsel dan alamat email. Tak ada yang terlewatkan begitu saja di acara keakraban peserta training kali ini. Mereka bahagia banget bisa saling berjabatan tangan dengan peserta lain dan membicarakan banyak hal, yang bukan melulu pekerjaan dan karier mereka. Begitu pula dengan Annisa, tak mau melepaskan kesempatan emas ini.

“ Lho…koq kamu disini, Satrio…?” mata Annisa dikejutkan oleh kehadiran Satrio yang sudah berdiri di depannya.

“ Hahahha…kaget yach..? aku peserta training dari Magelang, Nisa…,” Satrio kembali mengulurkan tangannya pada Annisa.

“ Bukannya kamu kerja di perusahaan farmasi ? dan tujuan ke Cikini ? hahhaaha…aku tertipu nih sama kamu, Satrio.” Annisa melangkah ke meja hidangan, mengambil gelas berisi minuman ringan. Diteguknya perlahan untuk menghilangkan rasa gugup dan keterkejutannya melihat Satrio. Pria misterius.

“ Ayoo Nisa…kita makan malam. Entar kehabisan, kebetulan aku udah lapar nih…,”
Satrio mengajak Annisa bergabung bersama rekan yang lain, untuk makan malam bersama.
Annisa mengikuti langkah Satrio. Ada yang aneh dengan Annisa, kenapa harus ikut dengan Satrio yach ? bukannya peserta lain juga banyak yang bisa di ajak bicara saat makan malam kali ini.

“ Kenapa Annisa ? ada yang janggal dengan aku ?” Satrio memberikan kursi makan pada Annisa, agar diduduki Annisa. Annisa terdiam. Tapi…., kenapa Annisa tidak juga duduk di kursi yang disodorkan Satrio ? malah terpaku berdiri di samping kursi makan, sedang peserta yang lain sudah mulai menyantap hidangan malam yang sangat istimewa itu.

“ Annisa…ada apa ? kenapa mata kamu tidak lepas menatap aku ?” Satrio melambai - lambaikan tangan kanannya pada wajah Annisa. Annisa terperanjat seketika. Lalu duduk di kursi dengan posisi tetap seperti patung. Tegak dan mata tetap menatap Satrio.
Satrio bingung melihat sikap Annisa yang seperti terhipnotis. Perubahan yang aneh, baru saja ceria lalu diam seperti raga tak bernyawa.

Annisa bangun dan berjalan menuju meja hidangan, memilih beberapa lauk, dan buah untuk disantapnya malam ini. Sedang Satrio mengikuti di belakang Annisa.

“ Enak yach…menu makan malamnya, Nis…,” Satrio membuka percakapan di meja makan.

Annisa mengangguk tanpa menatap mata Satrio.

“ Benar – benar enak khan Nisa ? hmm…pas banget dech di lidahku.”

Annisa tidak menyahut, tapi kali ini matanya segera diarahkan ke mata Satrio. Tidak dilawannya seperti tadi. Annisa diam tak bersuara. Satrio benar – benar aneh dengan sikap Annisa barusan. Sendok dan garpu yang dipegang Satrio tiba – tiba terlepas, saat melihat Annisa menitikkan air mata. Dan bibir Annisa seakan hendak mengutarakan sesuatu pada Satrio.

“ Annisa…kenapa ? matamu...menangis ? ada apa Annisa ? ada yang bisa aku bantu Annisa ?” Satrio panik dan menggenggam kedua tangan Annisa. Dan Annisa merasakan tubuhnya berguncang. Tatapan matanya tidak dilepaskan pada Satrio. Lalu Annisa merasa terlempar jauh…jauh dan sangat jauh. Di sebuah tempat yang belum dikenalnya. Entah dimana.

Sayup –sayup terdengar teriakan perempuan muda yang tidak dikenalnya, dari dalam sebuah rumah. Telah terjadi pertengkaran hebat rupanya dari dalam rumah yang berdiri begitu megahnya untuk ukuran rumah di kota kecil seperti ini. Bahkan bisa dibilang sebuah kampung. Entah kampung apa namanya.

Annisa memberanikan diri berdiri di depan rumah megah itu, untuk memastikan bahwa yang didengarnya bukanlah kesalahan telinganya. Lalu tiba – tiba seorang laki – laki muda yang tampan keluar dari dalam rumah itu. Perempuan muda yang tadi berteriak kencang pun ikut keluar dari dalam rumah dan mengeluarkan perkataan kasar yang tidak seharusnya di lontarkan. Lalu menyusul kemudian, seorang perempuan setengah tua ikut mencaci maki lelaki tampan itu. Dan meludahi wajah lelaki muda yang tampan itu dengan seenak hatinya. Tanpa perasaan bersalah.

Hiyy…Annisa bergidik. Gerangan apa yang telah diperbuat lelaki muda itu, hingga 2 orang perempuan itu begitu sangat kasar perlakuannya. Lalu kenapa lelaki muda itu hanya diam saja ?.

Dengan hanya memakai celana pendek dan kaos berlengan pendek, sangat pas dengan tubuhnya yang atletis. Lelaki muda itu segera menghambur keluar dari teras rumah.

Wajah lelaki itu sangat dikenalnya betul. Wajahnya kusut. Ada garis – garis kemarahan tersembul di wajahnya yang tampan itu. Entah apa yang telah diperbuat wanita muda di dalam sana yang telah membuat wajah lelaki itu begitu kusut dan marah.

“ Ayyoo..pergi dari sini, sebelum dia mengetahui kamu ada di sini.” Lelaki itu menarik lengan Annisa. Annisa tidak mau pergi. Lelaki itu tetap menyeretnya pergi dari tempat itu.

“ Kita mau kemana…? aku tidak kenal tempat ini.”

“ Ikut aku saja.”

“ Kemana…? aku benar – benar tidak tahu daerah ini. Aku takut. Aku tidak tahu sekarang aku berada dimana.” Annisa tidak mau melangkahkan kakinya.

“ Ayolah..sebelum gelap datang. Kita harus berjalan kaki sepanjang 25 kilometer menuju rumah ibuku.” Lelaki muda itu tetap memaksa.

“ Kenapa harus berjalan kaki ? aku tidak mau, kita bisa naik angkot atau bis.”

“ Ini bukan kota besar. Tak ada angkutan umum itu disini. Ini cuma desa. Ayolah..menyingkir dari sini.” Lelaki itu sudah tidak sabar sekarang, ia menyeret Annisa pergi dari tempat itu. Yang anehnya, kedua perempuan di seberang sana hanya memperhatikan lelaki muda itu. Nampaknya, tidak menyadari kehadiran Annisa di tempat itu.

“ Aku bisa lelah berjalan kaki sepanjang itu. Aku tidak mau.”

“ Terserah..kalau pengen di jahati orang malam – malam di sini.”

“ Kenapa aku harus ikut denganmu ? antarkan aku pulang saja ke rumahku.”

“ Heyy..apa – apaan ini, kamu datang sendiri ke tempat ini. Yach..pulanglah sendiri. Aku tak peduli dengan kamu, sudah terlalu banyak urusan hidupku.” Lelaki itu tetap berceloteh dan membuat Annisa harus ikut dengan lelaki itu menuju rumah ibu lelaki muda itu. Sedang Annisa sendiri tidak tahu jalan menuju pulang ke rumahnya. Annisa telah tersesat di kampung orang. Menyedihkan !.


*** B. E. R. S. A.M. B. U. N. G ***


Tangerang, 15 Maret 2010

" Friend...dont be sad all the time, wake up and see your future awaits !! "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Fans