Sabtu, 27 Maret 2010

Cinta Membasuh Luka ( Luka Disini Part 2 )


Annisa terpaksa memilih mengikuti langkah lelaki muda itu yang hanya mengenakan sandal jepit. Ada perasaan ketakutan yang mencekam bertarung di benak Annisa. Ingin rasanya meminta pertolongan seseorang, agar bisa mengantarkan Annisa pulang ke rumah, atau minimal Annisa dapat kembali ke hotel, tempat ia mengikuti training kerja. Tiba – tiba Annisa teringat dengan telepon selulernya yang biasa ditaruh di saku celana panjangnya. Annisa merogoh saku celananya. Ohh…Tuhan !! Tak ada satu ponsel pun yang berada di dalam saku celana panjangku !. Annisa berteriak histeris dalam hati.

Annisa mulai bingung. Tentu saja bertambah takut. Sekarang dia berada di sebuah desa yang tidak ia kenal secara pasti dan bersama lelaki muda yang baru saja ia kenal di pesawat siang tadi. Lelaki muda yang berjalan di sampingnya dengan langkah kaki 2 kali lebih cepat dari Annisa, tidak mempedulikan kebingungan dan ketakutan Annisa.

“ Hei…kamu koq diam saja ? tidak lihat ponselku ? tadi sewaktu di hotel saat bertemu kamu di acara training, aku letakkan di saku celanaku sebelah kanan. Tapi, sekarang tiba – tiba menghilang.” Annisa menghentikan langkahnya.

Lelaki muda itu pun berhenti. Menundukkan kepalanya sejenak dan meletakkan kedua tangannya di kedua lutut. Seperti kecapekan berjalan kaki.

“ Hotel…? training ? kapan itu ? Eh..dengar yach gadis manis…aku aja baru ketemu kamu lagi malam ini, di sini. Kapan kita ketemu di hotelnya ? Mengigau yach kamu…? Training apa ? udahlah…aku antar pulang yach ke rumah kamu, aku masih ingat koq.” lelaki muda itu menarik lengan Annisa.

“ Lepaskan Satrio…! Aku ada dimana sekarang…?? Aku gak kenal daerah ini !” Annisa menepis lengan lelaki muda itu. Lelaki muda yang dipanggil dengan nama Satrio itu melepaskan tangan Annisa. Lalu berjalan ke pinggir jalan dan menghempaskan tubuhnya di atas tanah. Duduk dengan kedua kaki diluruskan ke depan. Mata Annisa hanya mengikuti gerakan Satrio. Tak ada kendaraan apapun yang melintasi jalanan yang kini sedang mereka jadikan tempat peristirahatan. Sepi, senyap, dan gelap. Tak ada lampu penerangan di pinggir jalan, kecuali berasal dari rumah penduduk yang saling berjauhan jaraknya. Disebelah kiri jalanan desa itupun dihiasi dengan hamparan sawah yang luas. Bukan dengan gedung – gedung tinggi atau pusat perbelanjaan.

“ Ayoo cah ayu…duduk dulu sini…, aku bingung sama kamu.” Lelaki muda itu menyuruh Annisa duduk di sampingnya. Annisa menggeleng. Lelaki muda itu menggaruk – garuk kepalanya.

“ Sebenarnya kamu ngapain sih di depan rumahku barusan ?”

“ Seharusnya pertanyaan itu untuk aku. Kenapa kita tidak berada di hotel sekarang ? kenapa berada ditempat ini ?” Annisa hanya berdiri sambil mendekap blazernya erat. Hawa dingin telah merasuki tubuhnya. Bibirnya pun bergetar, dan dari mulutnya seperti mengeluarkan kepulan asap berwarna putih.

Lelaki muda itu hanya memandang Annisa iba. Pakaian yang dikenakan oleh lelaki muda itupun tidak cukup untuk melindungi Annisa dari udara dingin yang menyergap.

“ Akuuu….pengen nangis, Satrio…! kejadian ini aneh sekali. Aku baru kenal dengan kamu, dan sekarang aku tersesat di kampung orang, yang sama sekali aku tidak tahu. Alat komunikasi pun aku tidak ada. Bagaimana aku bisa tidak bersedih, bingung dan sangat takut sekali ?.” Annisa akhirnya menghempaskan tubuhnya yang letih bertanya. Di pinggir jalan itu, di samping Satrio. Kini mereka berdua sedang dalam kebingungan. Annisa menelungkupkan wajah dan tangannya di kedua lutut kaki yang dihimpitkan.

“ Aku malah seneng ketemu sama kamu cah ayu.., setelah sekian lama…kita berpisah. Justru aku bingung, kenapa kamu bisa tiba – tiba ada di depan rumahku tadi ?.” Lelaki muda itu melemparkan pandangannya ke arah Annisa. Annisa mengangkat wajahnya seketika.

“ Apaa Satrio…? sekian lama kita berpisah…? Kita pernah bertemu sebelumnya ?”
Annisa mengguncang - guncangkan tubuh lelaki muda itu. Lelaki muda itu hanya tersenyum tipis.

“ Yach…di desa ini. 15 tahun silam. Di bangku Sekolah Dasar. Kita satu kelas selama 2 tahun, kamu baik sekali padaku saat itu. Tapi sayangnya….,” Lelaki muda itu menghentikan kisah tentang Annisa.

Mata Annisa terbelalak mendengar kata – kata lelaki muda di sampingnya yang masih menatap Annisa. Lelaki muda itu ternyata pernah mengenalnya. Tapi, mengapa Annisa tidak pernah mengenal lelaki muda itu ?. Ya …Tuhan, ada apa dengan aku ?. Jerit hati Annisa.

“ Tapi apa Satrio…?” Annisa penasaran. Ditatapnya wajah Satrio. Annisa mencoba menggali memorinya 15 tahun silam, memori tentang Satrio, tentang sekolah dasarnya. Namun sayang sekali, Annisa tak menemukan apa – apa disana. Tak ada yang bisa dikenang Annisa, apalagi tentang Satrio.

“ Kamu meninggalkan aku…, aku sedih sekali saat itu. Aku hanya berteman dengan kamu selama 2 tahun, begitu dekat dan akrab. Kamu selalu membela aku, bila ada teman lain yang mengganggu aku atau mengejek aku, karena badanku yang kecil, kurus dan rambutku yang keriting seperti orang negro. Kamu adalah anak perempuan yang pandai dalam menghitung angka dan menghapal pelajaran. Dan ketika kamu pindah bersama orang tua kamu ke Jakarta, aku benar – benar kehilangan kamu...aku menjadi orang yang sangat cengeng sekali, tak ada lagi teman yang membela aku. Tak ada lagi teman yang naik sepeda bersama dengan aku. Tak ada lagi teman yang menghibur aku kalau aku lagi sedih. Tak ada lagi teman yang nemenin aku makan roti saat waktu istirahat tiba. Duniaku serasa berakhir cah ayu…! Mengerikan ! Sampai akhirnya datang seorang teman laki – laki pindahan dari kota gudeg, dan menjadi sahabatku hingga kini.” mata lelaki muda itu menjadi berkaca – kaca.

“ Manis dan indah sekali kenangan tentang aku yach Satrio.., wajahku yang dulu dengan yang sekarang apa sudah berubah ?” tanya Annisa.

“ Wajahmu masih tetap seperti dulu koq, nanti lihatlah di rumah. Tak ada yang berubah. Hanya sekarang tubuhmu tinggi hampir menyamai tubuhku. Tapi, dimataku…kamu tetap teman yang selalu ada di hatiku, sampai kapanpun.”

“ Sekarang, giliran kamu yang bercerita…kenapa bisa ada di depan rumahku tiba – tiba, dan seperti orang kebingungan, tak kenal daerah ini dan tak tahu jalan pulang ke rumah ?” Lelaki muda itu menatap Annisa tajam, dengan melemparkan pertanyaan.

“ Nanti saja akan aku jelaskan setibanya di rumah kamu, aku kangen mau lihat foto – foto aku semasa SD. Masih kamu simpen khan, Satrio..?” Annisa bangun dari duduknya. Satrio membantunya berdiri. Mengulurkan tangannya.

“ Kalau aku lelah berjalan bagaimana Satrio…? “ Annisa bertanya.

“ Tenang saja cah ayu…akan aku gendong. Tapi gantian yach…! Tunggu sebentar…aku hubungi Om ku dulu, biar dia bisa jemput kita disini.” Satrio mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana pendeknya. Annisa hanya memperhatikan saja, kenapa tadi ia tidak pinjam saja dengan Satrio yach untuk menghubungi keluarganya ?. Ternyata, aku benar – benar terlempar ke masa lalu Satrio, yang ternyata teman masa kecilnya. Lalu ada apa Tuhan mengirimkan aku ke sini, ke masa lalu Satrio ?.

Ya…aku akan mencari tahu. Aku akan mengikuti skenario yang telah Tuhan buat untuk aku. Apapun yang aku alami setelah malam ini disini, aku ikhlas menjalaninya. Menerimanya walaupun pahit. Tuhan pasti punya sesuatu rencana yang tidak pernah aku mengetahuinya. Annisa berharap, itu adalah sebuah kebaikan dari Tuhan.

**********

Sesampainya di rumah Satrio, Annisa begitu terpana dengan keadaan rumah Satrio. Tak ada yang berubah dari isi rumah ini. Sama seperti dengan keadaan Annisa kecil. Di ruang tamu terpampang foto Satrio dan keluarganya, ada foto Annisa juga bersama Satrio sedang duduk di kursi yang sekarang Satrio duduki. Annisa memperhatikan foto itu dengan seksama. Annisa sedang memegang sebuah boneka berambut pirang yang di kuncir dua. Sedangkan Satrio merangkul pundak Annisa dengan erat. Annisa tersenyum bahagia sekali melihat kemesraan foto itu. Apalagi melihat tubuh Annisa yang gendut kala itu dengan rambutnya yang pendek. Satrio hanya memandangi Annisa penuh rasa heran.


“ Ayoo..Nisa..aku tunjukkan kamar untuk kamu beristirahat, esok pagi aku antar kamu pulang ke rumahmu. Ke Jakarta.” Satrio duduk di kursi tamu yang terbuat dari kayu jati jepara.

Annisa menganggukkan kepalanya. Lalu mendekat duduk di samping Satrio.

“ Hmm…aku benar – benar berada di sini, di masa laluku…Satrio!” Annisa berteriak kegirangan. Rambut Satrio diacak - acaknya. Satrio hanya tertawa – tawa. Gadis yang aneh. Pikir Satrio.

“ Antarkan aku ke kamar, Satrio…,”

“ Aku siapkan handuk dan aku buatkan air hangat yach, Nis…, mau khan..?”

“ Hmm…boleh dech..jarang – jarang khan aku mampir ke sini yach..!” Annisa mencubit bahu Satrio. Satrio tersenyum.

“ Mmmuachh….,” sebuah kecupan mendarat dengan mulusnya di pipi kiri Annisa.

Annisa menjadi kaget, lalu menolehkan wajahnya ke hadapan Satrio. Dan Satrio sudah siap dengan bibirnya yang menyentuh tipisnya bibir Annisa. Tanpa permisi lagi, Satrio mencium dengan lembut bibir Annisa, dirasakannya kehangatan yang belum pernah ia rasakan, dari bibir seorang gadis yang sangat
disayanginya sejak kecil. Satrio menciumi bibir Annisa tanpa memberi kesempatan Annisa untuk menolak atau mengajukan pertanyaan atas tindakan spontannya itu. Annisa hanya menikmati saja sentuhan
yang tidak pernah diduganya. Bermimpi pun tidak.

Satrio telah melepaskan kecupan terhangatnya di bibir Annisa. Dikecupnya kening Annisa dengan penuh kasih sayang. Satrio benar – benar telah melepaskan rasa rindunya pada gadis manis yang pernah menjadi sobat kecilnya itu. Bahkan Satrio pun tidak bisa mempercayai, mengapa Tuhan mengirimkan Annisa tiba – tiba malam ini di rumahnya. Keajaiban yang selama ini selalu diimpikan Satrio. Mau mencari Annisa dimana ? Jakarta sangatlah luas. Gadis manis itu pindah tanpa meninggalkan alamat untuk Satrio.

“ Terima Kasih cah ayu…,” Satrio membelai wajah Annisa. Annisa memegang tangan Satrio. Dilingkarkan di pinggangnya. Satrio hanya menurut saja. Lalu Annisa memeluk tubuh Satrio. Erat dan sangat erat. Satrio membalas pelukan Annisa. Dipeluknya pula tubuh Annisa erat.

“ Memoriku telah kembali…kamu memang sahabat kecilku, Satrio. Aku selalu merindukanmu setiap saat, ingin sekali bertemu dengan kamu. Tapi, aku pun tidak pernah ada kesempatan untuk bertemu dengan kamu. Wajah dan penampilan kamu sekarang sudah berubah drastis, aku benar – benar tidak mengenali kamu. Terima kasih Tuhan…! Kau hadirkan aku disini.”

Lalu Satrio mengajak Annisa masuk ke kamarnya. Untuk beristirahat terlebih dahulu.

“ Silakan istirahat Annisa…aku kebelakang dulu, bikin air hangat untuk kamu. Maaf, aku tidak bisa mempertemukan kamu dengan mama sekarang, karena mama sedang tidur.”

Satrio pamit meninggalkan Annisa sendirian di dalam kamarnya. Annisa duduk di kasur yang berukuran 120 x 100 cm, dengan terbalut sprei berwarna biru muda. Annisa mulai menjelajah isi kamar itu. Di dinding kamar yang berukuran 4 x 3 meter itu, banyak dihiasi foto – foto Satrio kecil, remaja dan dewasa. Ada juga foto seorang wanita cantik yang berdiri di sebelah Satrio. Annisa menjadi penasaran. Di raihnya pigura itu. Ditatapnya foto itu sangat lama. Annisa tidak mengenali wajah wanita cantik di foto itu, yang berambut panjang. Tiba – tiba saja mata Annisa seperti tersedot oleh putaran ombak yang kencang, teramat kencang dan Annisa terhempas tanpa ampun di sebuah rumah yang sangat mewah !.

Sebuah rumah mewah dimana pertama kali Annisa melihat Satrio. Annisa sekarang sudah berada di dalam pekarangan rumah itu. Dengan mengendap – endap Annisa memasuki rumah mewah yang bergaya klasik itu dengan warna cat coklat keemasan. Disebelah kanannya terdapat garasi mobil yang cukup luas, di sebelah kirinya terdapat taman indah yang sangat menyejukkan mata Annisa dengan aneka macam tanaman hias, yang boleh dikatakan sangat tidak murah harganya. Annisa mulai memasuki teras rumah itu, lalu dengan memberanikan diri Annisa memberi salam dan mengetuk pintu rumah, yang mirip sekali dengan pintu gerbang istana. Tak ada sahutan dari dalam rumah itu. Annisa menarik handel pintu, dan mendorongnya dengan mudah. Ternyata, rumah itu tak terkunci. Annisa melangkahkan kaki ke dalam ruangan perlahan. Begitu mewahnya seluruh isi furniture di dalam rumah itu. Hampir mirip dengan rumah – rumah yang ada di dunia sinetron Indonesia. Nyaris sempurna !.

Tiba – tiba dari dalam sebuah kamar terdengar sebuah suara ribut – ribut yang bukan saja di ramaikan oleh 2 orang, tapi lebih. Untuk menuntaskan rasa penasarannya, Annisa segera beranjak ke arah kamar itu. Setibanya disana. Annisa melihat Satrio berdiri dengan berkacak pinggang dan dengan wajah yang dipenuhi angkara murka ke arah wanita cantik yang dilihat Annisa di foto dikamar Satrio tadi.

Wanita cantik itu menangis tersedu – sedu, mendengar amarah dari mulut Satrio. Sedangkan ada seorang laki – laki di dalam kamar itu, yang ketampanannya tidak melebihi Satrio berdiri memegangi tubuh wanita cantik itu. Laki – laki itu memeluk tubuh wanita cantik itu. Annisa hanya terperanjat melihat kejadian itu, Wanita cantik itu hanya memakai pakaian dalam seadanya saja. Dan laki – laki yang berdiri disebelah wanita itu pun hanya memakai pakaian dalam lelaki saja, yah seadanya pula. Sangat memalukan !!. Annisa tetap berdiri mematung di depan pintu kamar itu. Tiada satupun manusia di dalam kamar itu yang melihat keberadaan Annisa di tengah – tengah mereka.

“ Aku ceraikan kamu, hari ini juga…Vivie ! dan kamu, bawa isteriku pergi dari rumah ini segera ! sebelum aku berubah pikiran untuk menghabiskan nyawa kalian berdua !!”

“ Maafkan aku Mas Satrio…, “ wanita cantik itu memohon di kaki Satrio.

“ Tak ada lagi. Habis sudah kesabaranku. Segera pergi dari rumah ini !” Satrio mengusir mereka berdua dari rumah itu.

Kepala Annisa menjadi pusing melihat kejadian itu, lalu diusapnya keringat yang menetes di keningnya. Ternyata, kepalanya semakin pusing dan pusing. Annisa jatuh ambruk, lalu tak sadarkan diri. Dibukanya perlahan matanya, Annisa terbelalak. Didepan Annisa sudah berdiri seorang perempuan setengah tua sedang menampar Satrio dan meludahi wajah Satrio. Ingin rasanya Annisa menampar balik perempuan yang setengah rambutnya sudah dipenuhi uban itu.

“ Tak ada lagi hak kamu di sini ! rumah ini sudah menjadi milik putriku. Begitu pula dengan mobil milik kamu. Kamu boleh pergi dari rumah ini sesuka hati kamu!” perempuan setengah tua itu berteriak kencang.

“ Putri ibu telah mengkhianati saya, berpacaran kembali dengan mantan pacarnya. Dia merayu saya dahulu untuk menikahi dia, tapi sekarang semua harta saya mau dia kuasai juga. Putri ibu adalah perempuan yang serakah, sangat tamak dan tidak memiliki hati.” Satrio tak mampu lagi menahan amarahnya yang menggelegak.

“ Terserah kamu mau bicara apa. Aku tak peduli. Salah kamu menceraikan anak saya!”

“ Itu lebih baik bu..dari pada saya dikhianati tanpa berujung, perih yang putri ibu buat telah membuat luka yang sangat menganga disini bu..di hati saya. Tak ada yang bisa saya ucapkan malam ini, selain semoga ibu dan putri ibu, suatu hari akan merasakan luka batin saya. Sepanjang hidup saya. Tak ada satupun makhluk yang bisa lolos dari pengawasan Tuhan dan pengadilan Tuhan bu…,”

Perempuan setengah tua itu tiba – tiba meludahi wajah Satrio. Dan keluar dari dalam rumah seorang wanita cantik yang bernama Vivie itu. Ikut juga memaki Satrio.

“ Kenapa masih disini…?” wanita cantik itu melototkan matanya.

“ Ini rumahku, kubeli dari tabunganku sendiri semasa aku kuliah, seharusnya kamu malu karena menguasai hartaku bersama orang tua kamu. Kamu telah menghianati aku. Tidak sadarkah kamu…? Kamulah yang seharusnya pergi dari rumah ini ! kenapa kembali lagi ke rumah aku ?”

“ Hei..lupakah kamu, kamu telah memiliki anak di janinku yang berusia 3 bulan ? jadi rumah ini adalah untuk anakmu juga nantinya.”

“ Masih dengan mudahnya kamu berkata itu anak aku ? kamu berhubungan dengan kekasih kamu juga dengan aku. Sampai kita menikah kamu masih saja berhubungan dengan dia. Apa masih mungkin anak itu adalah anak aku ?”

“ Sudahlah..pergi sana, malas aku ribut dengan kamu !” Vivie mengusir Satrio dengan mudahnya dari rumah Satrio sendiri.

**********

Annisa seperti terbangun dari mimpi. Tiba – tiba saja, Annisa sudah berada di dalam kamar Satrio lagi. Satrio memanggil nama Annisa dari luar kamar. Ternyata Satrio sudah berada di depan teras rumah. Dengan memeluk gitar di dadanya yang atletis. Dipetiknya tali – tali gitar dengan penuh kelembutan, dilantunkannya sebuah lagu yang terdengar sangat menyayat hati. Annisa duduk berhadapan di depan Satrio. Memperhatikan wajah Satrio yang murung, selepas keributan di rumah mewah itu. Sedangkan gemericik air hujan di luar menambah syahdu suasana hati Satrio, menambah daftar luka di hatinya. Annisa turut merasakannya. Satrio memang tidak menceritakannya pada Annisa, namun perjalanan waktu ini yang membawa Annisa ke dalam setiap sudut masalah Satrio. Apa yang bisa Annisa lakukan untuk Satrio, sahabat semasa kecilnya ini ? lompatan waktu ini tidak boleh berakhir begitu saja tanpa usaha Annisa. Dulu Satrio selalu bisa berbagi dengan Annisa di masa kecilnya, kenapa sekarang Annisa tidak bisa melakukan hal yang sama untuk Satrio ?.

“ Jangan terus bersedih hati Satrio…lepaskan beban itu dari hatimu, biarkanlah coretan diary hatimu berakhir di sini. Tiada lagi kasih sayang yang patut kamu pertahankan, untuk kamu perjuangkan, biarkan cintamu pada dia, terkubur dalam di hari ini. Kamu bisa mendapatkan cinta yang lebih baik dari dia, suatu hari nanti…asalkan kamu yakin dan terus berusaha untuk mencari cinta sejati kamu, Satrio.” Annisa mengusap lembut bahu Satrio yang masih saja terus bernyanyi.

Satrio menitikkan air mata. Annisa menghapusnya dengan tangan Annisa.

“ Aku butuh seseorang untuk melepaskan sesakku di sini, melepaskan lukaku yang teramat dalam, Annisa…aku tidak sanggup melangkah di hari depan, Annisa…, aku teramat rapuh, aku tak tahu harus bagaimana tanpa dia…aku telah dikhianati dia, Annisa…”

“ Aku mengerti, Satrio..., Tapi, kamu harus bangkit dan berjalan ke depan Satrio, berani membuat keputusan terbaik untuk hidup kamu, masih ada cahaya terang di lembar kehidupanmu yang baru, aku yakin…kamu bahagia nanti. Ciptakanlah terus gambaran kebahagiaan itu dipikiranmu, karena bila kamu terus merasa ketakutan, pesimis dan menganggap semuanya akan tidak bahagia tanpa dia. Maka pikiran negatif itu pula yang akan membentuk hidup kamu, hidupmu akan penuh dengan kesedihan, ketakutan dan rasa putus asa. Ingatlah, Satrio…Tuhan tidak kan pernah menguji kesabaran umatnya melebihi batas kesanggupan umatnya.”

Satrio memandang wajah Annisa sangat dalam dan menggengam erat tangan Annisa. Annisa membalas pegangan tangan Satrio dengan tangan Annisa. Digenggamnya erat tangan Satrio dengan perasaan kasih sayang. Memberikan spirit yang paling terdalam untuk Satrio. Lalu Annisa mencium pipi Satrio. Membisikinya sesuatu yang indah…” aku selalu disamping kamu, Satrio. percayalah….!”

**********

Satrio tidak tahu harus berbuat apa lagi agar gadis manis di hadapannya itu membuka matanya. Dari acara makan malam dengan rekan – rekan kerja yang sedang mengikuti training staf ahli, Annisa telah pingsan di atas meja makan, sebelum sempat menyantap lezatnya hidangan yang tersaji. Satrio menjadi panik, lalu membawa Annisa ke kamar Annisa ditemani beberapa rekan wanita yang lain dari peserta training. Namun, setelah menanti selama 2 jam lamanya di kamar Annisa, Satrio menjadi bingung. Walaupun sebelumnya seorang dokter rekan Satrio sudah memeriksa keadaan Annisa, dan menyatakan bahwa Annisa tidak apa – apa. Hanya sedang tertidur pulas katanya. Tapi, tetap saja membuat Satrio bingung. Karena gadis manis yang baru pertama kali dilihatnya di pesawat dan telah membuat hatinya menjadi terpikat, pingsan seketika saat bertemu Satrio di meja makan.

“ Satrio…aku ada dimana..?” Annisa membuka kedua matanya yang selama 2 jam terpejam.

“ Owh…syukurlah Annisa…kamu telah sadar, Terima kash Ya Tuhan….!” Satrio menepuk pipi Annisa lembut.

“ Satrio…peluk aku…aku kangen sama kamu, sahabat masa kecilku.” Annisa segera bangun dari tidurnya, lalu merangkul Satrio. Satrio hanya diam saja. Lalu perlahan tangannya mendekap tubuh Annisa juga.

“ Sahabat masa kecilmu…Annisa ? memangnya siapa nama kecilmu ?” Satrio melepaskan pelukan Annisa, memegang kedua bahu Annisa. Terperanjat dengan kata – kata Annisa barusan. Menatap mata Annisa mengharapsebuah jawaban.

“ Nama lengkapku…Annisa Larasati, nama kecilku Nisa atau cah ayu, begitulah kamu memanggil aku.” Annisa menyahut santai. Ada rasa bahagia tak terhingga di hati Annisa melihat keterkejutan Satrio malam ini dikamarnya.

“ Ya Tuhan…! Kamu cah ayu…? sahabat SD ku, Annisa…?” Satrio memeluk Annisa kegirangan. Annisa menganggukkan kepala. Tak disangka Annisa, Satrio mencium kedua pipi Annisa, kiri dan kanan, lalu berlanjut ke kedua mata Annisa, dan berakhir di kening Annisa.

“ Aku telah mencarimu selama bertahun – tahun, Annisa. Bahkan setelah proses perceraian ku dengan isteri ku 3 tahun lalu, aku masih juga tetap mencari keberadaanmu, cah ayu…! aku rindu sama kamu, rindu setengah mati….cah ayuku…!” Satrio tertawa bahagia memeluk tubuh Annisa erat. Annisa hanya tersenyum bahagia.

“ Aku benar – benar tidak mengenali kamu di pesawat, karena dulu tubuh kamu waktu di bangku SD gendut dan rambutmu pendek, sekarang kamu menjelma menjadi wanita yang cantik dan masih tetap ramah seperti dulu, Annisa, tapi…ngomong – ngomong kenapa ketika kamu bangun dari pingsan kamu, kamu bisa bilang kangen sama aku, sahabat masa kecilmu ? aneh!” Satrio menatap mata Annisa. Memegangi kedua pipi Annisa.

“ Panjang ceritanya….Satrio…! nanti saja ku ceritakan yach…sekarang ku mau mandi dulu..kamu boleh tunggu diluar, dan aku mau menyantap hidangan yang tadi belum aku selesaikan di meja makan.”

“ Hahhaha…sudah tutup acara makan malamnya, Annisa sayang…! aku traktir kamu aja yach malam ini di luar…kamu khan yang lebih paham restoran mana yang paling yummy disini. Bagaimana, Annisa…?” Satrio mencubit pipi Annisa.

“ Nah gitu dong…oke Satrio ! aku setuju banget. hahhaha….”

Satrio meninggalkan kamar Annisa dengan rasa bahagia. Tuhan telah mempertemukan ia dengan gadis manis yang selama bertahun – tahun dicarinya. Semoga ini adalah awal kebahagiaan hidupnya kelak,
Terima kasih Tuhan…! Puji syukur di hati Satrio.



Tangerang, 25 Maret 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Fans