Selasa, 11 Oktober 2011

Ananda Maulida Toffanie ~ Chapter 2

Ananda kembali ke rumah dengan perasaan senang tiada terkira, ibunya yang sedari tadi menunggunya di depan pintu rumah, kini bisa bernafas lega. Ananda mengucapkan salam, ibunya menyambutnya dengan suka cita, putrinya yang dijadikan tulang punggung keluarga itupun mencium tangan ibunya. “ Ibu koq belum tidur ?” tanya Ananda sambil merebahkan tubuhnya diatas lantai yang beralaskan tikar usang. “

Menunggu kamu belum juga datang, ibu khawatir sekali nak.” Ibu Nanda segera memijat – mijat kaki Ananda. “ Ya, bu..malam ini, Nanda dapat rejeki yang tak terhingga. Alhamdulillah banget bu, Nanda bener – bener seneng bu.” Ekspresi di wajah Nanda begitu bahagia. Ibunya tak bertanya lagi, terus saja memijat kaki putrinya dan lengannya. “ Bu, laper nih, masih ada makanan yang bisa aku makan gak..?” “ Ada, Nanda. Sebentar ya ibu ambilkan untukmu.” Ibu Nanda beranjak ke dapur, mengambil piring berisi makanan yang sudah disiapkan oleh ibunya sejak beberapa jam lalu. “

Bismillahirohmanirrahim....allahumma bariklana fimma rojaktana waqina ajabanar.” Nanda memanjatkan doa sebelum menyantap makanannya. Ibu Nanda tersenyum bahagia melihat putri pertamanya membaca doa dan menyantap makanan itu dengan lahap. “ Ini, untuk ibu…ayoo buka mulut ibu, aku suapin.” Nanda menghampiri ibunya. Ibunya menggelengkan kepalanya. “ Ayoo dong bu, makan bareng Nanda, kenapa sih ibu tidak pernah mau makan malam…?” Nanda mengunyah makanannya yang berisi nasi dan sepotong tempe saja. “ Ibu udah bahagia lihat kamu pulang dengan selamat, nak. Tak ada kebahagiaan lagi selain bisa melihatmu sehat wal’afiat kembali ke rumah. Maafin ibu ya nak, belum bisa bahagiakan kamu.” Ibu Nanda menitikkan airmata.

 “ Ibu jangan sedih begitu dong, tar Nanda ikutan sedih juga, Nanda lagi seneng nih malam ini, ternyata Allah tuh tak pernah tidur yach bu, Dia dengar lho doa Nanda setiap kali Nanda mau berangkat nyanyi sama Deli, Endra dan Sofian.” “ Seneng karena apa sih nak ? ibu jadi penasaran dech.” Ibu Nanda akhirnya mau tau juga apa yang tengah dirasakan putrinya itu. Nanda meletakkan piring makanannya yang telah habis disantapnya. Duduknya merapat kesebelah ibunya. Dia memeluk tubuh ibunya erat, lalu mencium pipi ibunya. “ Nanda bahagia bu, sangatt bahagiaaaa…, Gak pernah yach sepanjang Nanda nyanyi malam – malam di jalanan ada yang perhatian sama Nanda. Orang – orang yang menonton Nanda biasanya hanya melemparkan uang recehan atau uang ribuan kedalam topinya Deli, tapi malam ini beda banget. Ada seorang gadis cantik bernama Athifa dan Fauziah yang memuji penampilan dan suara Nanda, yang hebatnya lagi bu, Nanda dikasih kartu nama sama Athifa. Dia mengundang Nanda minggu depan untuk menyanyi dan menari di acara ulang tahunnya. “ “ Oh yach…?” ibu Nanda terperanjat kaget. “ Iyaa bu…beneran! Anak orang kaya bu, ramah lagi sama Nanda, yang bikin Nanda seneng yach bu, Nanda bisa lihat gimana sih pesta ulang tahun anak orang kaya, Nanda khan gak pernah datang ke pesta ulang tahun, gak pernah juga merayakan hari lahir Nanda, Nanda boleh yach bu, minggu depan datang ke rumah Athifa ? boleh khan bu ?” “ Ya, nak. boleh, apapun kalau memang niat dan tujuan kamu baik, ibu izinkan. Janganlah kamu meminta bayaran sama mereka, khan kamu diundang kesana.” Ibunya mengingatkan putri kecilnya. “ Ohh..gitu yach bu ? tapi khan lumayan bu, untuk bantu ibu beli beras dan lauk, untuk adik – adik Nanda jajan disekolah.” Nanda merajuk lagi. “ Kalau kamu pamrih dalam memberi, esok hari kamu juga akan diperlakukan seperti itu oleh orang lain.” Ibunya menasehati. “ Masa sih bu, seperti itu ?” tanya Nanda. “ Iya nak, berbagi dengan sesama itu punya nilai yang lebih dimata manusia dan Tuhan. Tuhan lebih menyukai sesuatu hal yang suci, tulus dan ketulusan itu datangnya dari hati. ” “ Ohh…jadi kalau kita baik sama orang lain, Tuhan lebih sayang sama kita yach bu ?” Nanda mempertegas maksud ucapan ibunya. “ Ya, nak. Begitulah tepatnya. Dan Insya Allah rizki kamu akan mengalir deras seiring dengan kebaikan yang kamu berikan.” “ Amien yach bu,” Nanda tersenyum puas, sebelum berangkat tidur, diciumnya kembali pipi ibunya kanan dan kiri, lalu pamit untuk menunaikan ibadah sholat isya.

 ******************

 “ Kamu gak salah, Thifa, mau undang penyanyi kampung itu untuk isi acara ultahmu 2 hari lagi…?” tanya Fauziah dirumah Athifa, tidak jauh dari rumah Ananda. “ Ya gak salahlah, ini khan acara aku. Aku bosan tuh kalau setiap ulang tahun yang diundang Bunda anak – anak komplek sini, semuanya pada belagu, pada pamer. Lagi pula ngapain juga acara ultah di Kafe atau di Restaurant mahal ? buang – buang uang saja, tapi gak bermanfaat.” Athifa menggerutu. “ Memangnya kamu mau undang siapa sih di acara ultahmu kali ini ?” Fauziah memainkan netbook didepannya, mulai menjelajah dunia maya yang sangat digemarinya. “ Heran deh, browsing melulu, tar bengkak tuh tagihan internet papa mu.” tegur Athifa sambil menyeruput jus sirsak yang disediakan mba Desi tadi. “ Ya, biarin ajaa…khan papa ku yang bayar, bukan aku, hhehe…, heyy, jawab dong pertanyaanku barusan, Thifa.” “ Mau undang teman – temannya Nanda satu kampung.” sahut Athifa. “ Astaga! Gak salah dengar nih aku ???” Fauziah terkejut demi mendengar jawaban sepupunya itu. “ Aneh khan…??? Iyalah kamu aneh, Bunda juga aneh denger keinginan aku. Mau tau gak kenapa aku aneh ?” ledek Athifa. Fauziah menatap Athifa, meminta jawaban, mulutnya ditutupnya sendiri dengan tangan kanannya. “ Bagus deh tutup mulut kayak gitu, dengar yach saudariku…,” lanjut Athifa. Fauziah menganggukan kepala, tetap dengan posisi tangan kanannya menutup mulutnya sendiri, mungkin Fauziah gak mau memotong kalimat Athifa, karena Athifa tidak suka kalau ucapannya dipotong sebelum selesai berbicara. “ Karena bang Fauzan bilang, berbagi dengan sesama itu sangat indah. Kita bisa merasakan kebahagiaan sebagai pemberi, menerima itu bagus, tapi orang yang bisa memberi kepada orang lain yang tidak mampu itu, jauh lebih bagus.” “ Masa iya…? Tapi, kamu tak akan mendapat hadiah apapun dari mereka, Thifa. Mereka khan tak punya uang untuk membeli hadiah untukmu. Gimana tuh Thifa ?” Fauziah menghentikan aktifitasnya sesaat. Sambil menghabiskan sisa jus sirsaknya Athifa menarik nafas dalam – dalam, dihembuskannya perlahan. Sementara Athifa tetap menanti dengan tidak sabar. “ Hadiahku akan banyak nanti,” jawab Athifa. “ Dari siapa ?” “ Tuhan. Dia Yang mengatur hadiah untukku nanti.” Athifa tersenyum puas. “ Siapa yang bilang kayak gitu ? bang Fauzan lagi ? koq dia gak pernah sih ngomong kayak gitu sama aku ?” “ Mungkin pernah, cuma kamunya aja yang lupa, masuk telinga kanan, keluar telinga kiri sih.” sahut Athifa. Fauziah tertawa lepas, sepupunya tau aja kebiasaan jeleknya, sering tak mengindahkan pesan – pesan abangnya sendiri. Karena kesibukan bekerja dari kedua orang tua mereka, Fauzanlah yang dipercaya untuk mengawasi dan memberikan tips – tips buat pergaulan mereka sehari –hari. 

******************

 Hujan diluar rumah Ananda sangat deras sekali sore itu, sedangkan acara ulang tahun Athifa tinggal 1 jam lagi. Ananda sudah menanti dengan penuh kesabaran, dari tadi bibirnya tidak berhenti berkomat – kamit, seperti sedang memanjatkan doa. Deli, Endra dan Sofian hanya diam saja. Mereka sudah lebih dulu panik dan resah. Kenapa harus turun hujan sekarang sih disaat acara penting kayak begini ? Ananda ingin sekali menangis, namun ditahannya sekuat hati. Ibunya yang terus mendampingi putrinya, terus menghiburnya dari sejak 1 jam lalu. Ananda sudah berdandan sempurna. Dengan gaun yang dijahit ibunya 2 tahun lalu yang berwarna merah muda, Nanda sangat terlihat manis, rambutnya yang panjang terurai sebahu, dihias ibunya dengan bando berwarna putih yang dibelinya dipasar malam tempat Nanda tinggal. Sedangkan sepatu berwarna putih yang dikenakan Nanda, adalah sepatu yang dihadiahi Ayahnya yang bekerja sebagai buruh kasar di Pasar, itupun pemberian dari seorang ibu yang baik hati yang menggunakan jasa Ayahnya Nanda untu mengangkut sayuran atau belanjaan lain ke mobil ibu itu. Semuanya dikenakan Nanda dan terlihat serasi di tubuh Nanda yang imut – imut. “ Hujan telah berhenti nak, pergilah kalian…semoga kalian tidak mengecewakan undangan Athifa sore ini.” Ibu Nanda melepas kepergian Nanda dan ketiga orang temannya.

 ******************

Tamu undangan telah datang di rumah Athifa yang luas dan mewah itu. Mobil – mobil mewahpun telah
memenuhi lahan parkir dipekarangan rumah Athifa, mba desi sibuk melayani tamu – tamu istimewa yang sepertinya adalah relasi Ayah dan Bundanya Athifa. Disana pun telah hadir Fauzan, Fauziah dan kedua orang tua mereka. Mereka terlihat begitu suka cita menyambut kedatangan Ananda dan ketiga orang temannya yang masih sangat muda namun berbakat bermain musik dan bernyanyi. Ananda dan ketiga temannya mulai memasuki pekarangan belakang rumah Athifa, yang pantas disebut sebagai area kolam renang dan taman. Disana semua hidangan yang lezat telah tersaji dengan lengkapnya dimeja yang berukuran sekitar 3 meteran itu, Namun alangkah terkejutnya ketika Nanda menyaksikan pemandangan didepan kolam renang sana, telah duduk dengan rapi, dikursi yang berjumlah 30 buah itu, anak – anak kecil sebayanya yang berpakaian muslim itu, bagus, indah dan seragam. Ananda dan ketiga temannya tak bisa berkata apa – apa lagi demi menyaksikan pemandangan itu. “ Terkejut yach Nanda ?” sapa Athifa, tiba – tiba berdiri disampingnya. “ Iyaa Athifa. Itu semua adalah teman – teman dirumahku. Terima kasih banyak telah membawa mereka ke rumahmu yang bagus ini.” Nanda terbata – bata menjawab. “ Oh ya, ini perkenalkan Ayahku, dan ini Bundaku.” Nanda mencium tangan Ayah dan Bunda Athifa. Begitupun ketiga teman Ananda, mengikuti apa yang Nanda lakukan. Ayah dan Bunda Athifa bahagia banget, putrinya bisa berteman dengan Nanda dan ketiga temannya yang penuh sopan santun, Walaupun mereka berasal dari keluarga miskin, namun mereka tetap menjunjung tinggi rasa hormat pada orang yang lebih tua. Gak peduli walaupun mereka bukan saudara atau orang tua kandung mereka. “ Kamu beruntung yach Athifa, memiliki semua ini, dapat merayakan ulang tahun kamu dengan mengundang teman – temanku yang tidak mampu, jangankan untuk membeli baju sebagus itu, membeli hadiah untuk ulang tahunmu pun mereka tidak mampu. Athifa tersenyum. “ Ya, mereka adalah hadiah untukku. Kamu juga. Aku sekarang bisa punya teman banyak, tidak melulu dari kalangan seperti aku. Lain waktu, aku boleh yach main ke rumahmu bersama Fauziah ?” “ Sungguh ? rumahku jelek, adik – adikku juga norak, kalo lihat orang kaya ke rumahku, hhehhe.....,” Athifa dan Nanda tertawa bersamaan, hari yang bahagia, dengan akhir yang bahagia pula. 

******************

 “ Happy birthday yach, sahabatku………!” “ Ya ampun, Nanda……masih aja melototin album foto itu, udah 15 tahun lalu kali tuch.” Athifa mencubit pipi Nanda berulang – ulang. “ Iyaaa……seneng banget aku ingat masa – masa dulu,, gak sangka ajaa…aku bisa jadi penyanyi terkenal sekarang, dan kamu malah jadi pengusaha industri rekaman .” “ hhhehhe,,, iyalah dari kecil bergaulnya sama penyanyi,” sahut Athifa sambil menutup album foto yang dipegang Nanda. “ Semoga sehat selalu yach, Nanda. Doaku menyertaimu selalu, sahabatku.” “ Ayooo……mau aku traktir dimana ? Deli, Andra, Sofian, Fauziah, dan Fauzan udah nungguin kita dari tadi.” Athifa meraih lengan Nanda, menggandengnya keluar ruangan kerjanya. “ Dimana ?, aku khan ada skedul tampil live di Stasiun TV Swasta pagi ini.” Nanda bingung, karena tak menyiapkan acara apapun untuk hari spesialnya ini. “ Rumah Yatim Piatu, say, dibilangan Jakarta Barat. Ayooo lahh…kita berbagi kepada mereka, ku tunggu yach dimobil.” “ Hmmm,, kamu bohong khan soal skedul live di Stasiun TV Swasta itu ? iya khan, Thifa ??” Ananda penasaran. “ Soal tampil livenya sih gak bohong, Cuma tempatnya aja yang pindah say.” Athifa tertawa – tawa. “ Hmmm, Athifa…Athifa….dari dulu gak berubah, selalu penuh kejutan.” Mobil sedan mewah milik Ananda pun melaju kencang meninggalkan studio rekaman terbesar di kawasan Jakarta yang ternyata milik Athifa itu.


Tangerang, 7 Oktober 2011

Thanks To Fauzan Asril Hakim, Athifa Putri Shafira, Ananda Maulida Toffanie and Fauziah Amira Silmi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Fans