Selasa, 11 Oktober 2011

Ananda Maulida Toffanie ~ Chapter 1

“ Ayolah kita pulang, Athifa !” Fauziah menarik lengan Athifa. Athifa menggelengkan kepalanya. Enggan beranjak dari kerumunan orang – orang yang berebutan melihat aksi gadis kecil yang bernyanyi dan menari dengan diiringi musik dibelakangnya. Gadis kecil yang menjadi tontonan orang – orang itu sebenarnya cantik, tapi karena gadis itu berpakaian kurang rapi dan kurang bersih, jadi terlihat kurang cantik wajahnya. Namun, ada sesuatu yang berbeda dari aura gadis kecil itu. Entah apa, hingga membuat Athifa tetap saja memandangi penampilan gadis kecil itu hingga selesai menyanyi dan menari sendirian, dengan kepercayaan diri yang penuh. Musik dibelakang gadis kecil itu akhirnya selesai juga, lalu pemain musik yang memegang gitar segera melepas topi yang dipakainya dan langsung menghampiri penonton dan menyodorkan ke penonton yang sudah bersiap – siap memberikan uang koin atau uang lembaran rupiah ke dalam topi si pemain gitar yang berperawakan kurus dan tinggi itu. “ Terima Kasih banyak mas dan mba untuk pemberiannya malam ini, semoga malam ini menjadi malam yang teramat indah untuk mas dan mba sekalian, sampai ketemu lagi dengan grup ANTI SUSAH HATI yach di lain kesempatan, Selamat malam semuanya !” gadis kecil yang baru saja bernyanyi dan menari itu mengucapkan salam perpisahannya kepada penonton di sana. Penonton pun bubar detik itu juga setelah gadis kecil itu memberikan senyumnya, pemain gitar tersenyum – senyum karena mungkin saweran penonton malam ini sangat memuaskan hatinya. Mereka bertiga langsung menghitung uang pendapatan mereka barusan sambil berjongkok. Sedangkan gadis kecil yang bernyanyi itu hanya duduk saja di dekat mereka. “ Hei…kamu berdua siapa ? kenapa masih berdiri di situ ?” sapa gadis kecil itu kepada Athifa dan Fauziah yang masih memperhatikan gadis kecil itu. “ Boleh kami ke situ..?” tanya Athifa yang masih berdiri mematung memandangi gadis kecil itu. Gadis kecil itu mengangguk dan tersenyum. Athifa dan Fauziah segera menghampiri gadis kecil itu dan 3 orang pemain musiknya. “ Kalian berdua kenapa malam – malam masih di sini ?” selidik gadis kecil itu. Athifa mengulurkan tangannya kepada gadis kecil itu. “ Namaku Athifa, dan ini sepupuku…Fauziah namanya.” “ Ohh,” gadis kecil itu pun menyambut uluran tangan Athifa dan Fauziah. “ Namaku Ananda, panggil saja Nanda.” “ Bagus namamu.” Athifa memuji gadis kecil yang bernama Ananda itu. “ Terima Kasih atas pujianmu. Ibuku yang memberikan nama itu,” gadis kecil itu tersenyum. Ternyata, senyum gadis kecil itu sangat manis sekali. “ Aku suka suaramu, merdu. Dan aku juga suka tarianmu luwes dan keren abis, hhehhe…,” Athifa langsung membuka percakapan. “ Terima kasih sekali lagi, Athifa.” Gadis itu mengajak Athifa duduk di bangku taman tak jauh dari 3 pemain musik itu berada. “ Aku sudah kedua kalinya menonton pertunjukanmu, bagus banget. Kamu belajar nyanyi dimana ?” Athifa menatap Ananda. Ananda tertawa lepas. Fauziah heran sesaat. “ Serius ! bagus banget ! Mau gak datang ke ulang tahunku minggu depan ? Ayah dan Bundaku pasti suka lihat penampilan kamu.” Sekali lagi Ananda tertawa lepas. Fauziah bingung melihat sikap gadis kecil itu. Athifa dengan sabar, menanti jawaban gadis kecil itu. “ Baru dengar aja ada anak orang kaya mau manggil grup kita yang cuma grup penyanyi kampung.” Ananda tertawa lagi. “ Kita itu akan menjadi seperti apa yang kita pikirkan, Nanda.” Ananda terdiam. Lalu memandang Athifa tajam. Athifa tersenyum menatap bola mata Ananda. “ Siapa yang bilang ??” Ananda penasaran dengan kata – kata Athifa. “ Ayahku, My daddy. Kenapa ? ada yang aneh ?” tanya Athifa. “ Enggak. Hanya saja, aku gak mau menjadi penyanyi kampung sampai aku dewasa nanti, aku pengen banget jadi penyanyi yang mendunia. Yang terkenal dan bisa berguna untuk orang lain dengan bakatku itu.” Athifa tertawa, Fauziah juga. “ Lho koq kalian berdua malah tertawa ? menghina yach…?” Ananda cemberut. “ Ya gak lah, Nanda. Kita juga baru dengar ada penyanyi kampung punya cita – cita setinggi itu. Tapi suka banget nyebut dirinya penyanyi kampung.” “ Iya, aku cuma merasa gak pede aja. Kadang malu sendiri kalau ingat punya cita – cita setinggi langit, tapi gak aku imbangi dengan kepercayaan diriku, padahal banyak orang – orang yang bilang aku anak yang berbakat.” “ Kamu kelas berapa ?” tanya Fauziah. “ Kelas 5 SD, kalian ?” sahut Ananda. “ 1 kelas di atasmu.” jawab Fauziah. “ Lalu kalian kenapa ada disini malam – malam ?” Ananda mencari tahu rasa penasarannya. “ Nungguin Ayahku yang lagi berbelanja di seberang sana, karena ada tontonan di depan toko itu, maka kita berdua menghampiri kamu. Dan ini yang kedua kalinya kita menonton.” Ulas Athifa. “ Ohh gitu,” “ Itu ayahku sudah datang, kita pamit dulu yach, oh ya…ini nomer telepon rumahku, kabari aku ya besok untuk jawabannya.” Ananda mengambil sebuah kartu nama yang diberikan Athifa, kartu nama Ayahnya. Ananda melepas kepergian Athifa dan Fauziah dengan senyuman yang bahagia, gimana tidak bahagia ? di saat malam dan dingin menyergap, harus mencari uang dengan bernyanyi dan menari untuk membantu kedua orang tuanya, membiayai pendidikannya di bangku Sekolah Dasar, bersama 2 orang adiknya yang juga masih bersekolah. Lalu ada 2 orang bidadari cilik menawari tawaran yang menyejukkan hati 1 minggu ke depan. Tawaran ini adalah yang pertama kalinya dalam hidup Ananda, diundang untuk tampil di acara ulang tahun. Merayakan hari ulang tahun aja, Ananda belum pernah merasakannya, apalagi bisa jadi tamu di hari ulang tahun orang lain. Hmm,, Kalau Tuhan sudah memilih untuk mengubah kehidupan seseorang tiba - tiba, siapapun takkan bisa luput. Begitu Ibu Ananda pernah bilang.
Tangerang, 21 September 2011 Teruntuk Ananda Maulida Toffanie, Fauziah Amira Silmi semoga bahagia di alam sana. Teruntuk Athifa Putri Safira, semoga sehat selalu yach, jadi anak yang sholeha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Fans